Hanni baru tiba di rumah saat hari menjelang sore.
Raymond dan Renata langsung pergi ke bandara kota, sesaat setelah mengantar Hanni pulang.
"Bu," Hanni membuka pintu depan dan mendapati suasana rumahnya sepi sepert6tak berpenghuni.
Mungkinkah bu Halimah sedang tidur?
Hanni masuk ke kamar bu Hakimah untuk memeriksa. Namun sebuah pemandangan yang Hanni dapati, membuat wanita tersebut terbelalak tak percaya.
"Ibu!" Pekik Hanni yang mendapati bu Halimah jatuh tertelungkup di atas lantai.
Ada pecahan gelas kaca dan bercak darah di tangan bu Halimah.
"Ibu!" Panggil Hani sekali lagi seraya mengangkat tubuh kurus sang ibu ke atas ranjang.
Hanni memeriksa denyut nadi bu Halimah. Masih terasa meskipun sangat lemah.
Hanni segera keluar dari rumah dan minta bantuan tetangga untuk membawa bu Halimah ke rumah sakit. Urusan biaya akan Hanni pikirkan nanti. Yang terpenting sekarang, sang ibu harus mendapat perawatan di rumah sakit.
****
Alex berjalan tergesa menyusuri lorong rumah sakit. Pria itu tak berhenti menggerutu dan merutuki kebodohannya sendiri.
Seharusnya Alex tadi membawa supir saja atau naik taksi sekalian, jadi hal konyol seperti ini tidak perlu menimpanya. Sekarang Alex sudah tertinggal pesawat dan otomatis semua jadwalnya satu hari kedepan juga menjadi berantakan.
Dasar bodoh!
"Pak Alex!" Panggil seseorang yang mengenakan seragam safari.
"Bagaimana? Sudah kamu urus semuanya?" Cecar Alex tak sabar.
"Keluarga korban bersikeras membawa kasus ini ke polisi,"
"Kenapa harus ke kantor polisi. Aku kan sudah bilang, aku tidak sengaja menabraknya. Lagipula dia juga salah karena mengemudi motor dengan kecepatan tinggi. Lagipula, lukanya tidak seberapa, dan dia juga masih hidup. Aku akan menanggung semua biaya pengobatannya sampai dia sembuh," tutur Alex panjang lebar. Sepertinya pria itu mulai emosi.
"Tapi motor korban rusak parah, Pak" tukas si bodyguard.
"Akan kubelikan motor yang baru, asal mereka tidak membawa kasus ini ke ranah hukum. Aku sudah tertinggal pesawat sekarang. Jadwalku padat, dan mungkin aku akan gila sebentar lagi," ujar Alex yang mulai memijit pelipisnya sendiri.
"Baiklah, akan saya sampaikan," pungkas sang bodyguard sebelum berlalu prgi meninggalkan Alex yang kini benar-benar pening.
Masalah tentang perawat baru untuk Hansel belum selesai, dan kini malah ada masalah konyol seperti ini.
Alex berbalik dan hendak pergi ke kantin rumah sakit untuk memesan kopi, namun tubuh kekar itu tiba-tiba menabrak seorang wanita yang kini jatuh terduduk di atas lantai rumah sakit yang dingin.
Wanita itu hanya diam menunduk dan berusaha bangkit berdiri. Dengan sigap, Alex membantu wanita tersebut berdiri.
"Maaf, Pak. Saya sedang buru-buru. Jadi tidak melihat jalan," ucap wanita tadi seraya mengikat rambutnya yang berserakan menutupi wajahnya.
Saat itulah, Alex terkejut dengan sosok yang kini berdiri di hadapannya.
"Hannifa?" Sapa Alex sedikit ragu. Semoga Alex tidak salah orang.
"Kamu Hannifa, kan?" Alex memastikan sekali lagi.
Hanni mendongakkan kepalanya dan menatap wajah itu.
"Alex?" Gantian Hanni yang bertanya-tanya.
"Astaga! Sudah lama kita tidak berjumpa, Han," Alex langsung memeluk Hanni, sahabatnya saat masih duduk di bangku sekolah dulu.
"Bagaimana kabarmu, Al? Aku dengar kau sudah pindah ke kota lain sejak peristiwa yang menimpa kedua orang tuamu waktu itu," tanya Hanni dengan raut wajah prihatin.
Alex tersenyum,
"Aku dan adikku bertemu dengan orang baik. Kami disekolahkan dan diberi kehidupan yang layak. Dan sekarang aku mengabdi dan bekerja pada keluarga itu sebagai balas budi," cerita Alex menjawab pertanyaan dari Hanni.
"Syukurlah kalau begitu. Kau dan Jevon benar-benar beruntung," tukas Hanni seraya menepuk punggung Alex.
Dari segi penampilan, Hanni memang melihat Alex yang sudah banyak berubah sekarang. Pria ini benar-benar terlihat seperti seorang eksekutif muda yang berwibawa.
"Oh, ya. Bagaimana denganmu? Aku sempat mendengar kabar kalau kamu menikah dengan Raymond. Apa itu benar?" Tanya Alex menyelidik.
Hanni sedikit salah tingkah,
"Eee, iya aku memang menikah dengan Raymond dua tahun yang lalu," jawab Hanni seraya menunduk dan memainkan cincin di jari manisnya.
Cincin yang diberikan oleh Raymond sebagai mas kawin saat pernikahan sederhana mereka.
"Lalu dimana Raymond sekarang?" Tanya Alex sekali lagi.
"Raymond sudah tidak tinggal di kota ini, Al. Dia sudah pindah bersama keluarganya ke kota lain. Kami menjalin hubungan jarak jauh," jelas Hanni seraya tersenyum kecut.
Alex membimbing Hanni agar duduk di deretan kursi yang ada di sisi lorong.
"Bagaimana bisa? Kenapa kau tidak ikut Raymond dan tinggal bersama?" Tanya Alex bingung.
"Aku harus merawat ibuku yang sedang sakit keras. Jadi aku tetap tinggal di kota ini," mata Hanni sudah berkaca-kaca. Cepat-cepat wanita itu menghapus airmata yang menggenang di sudut netranya.
"Lagipula, hubungan pernikahanku dengan Raymond sedikit rumit belakangan ini. Belum lagi perusahaan Raymond yang sedikit bermasalah, membuat semua hal diantara kami menjadi semakin runyam," sambung Hanni lagi dengan nada sendu.
Alex menepuk punggung sahabatnya tersebut.
"Jadi, apa ibumu sedang dirawat sekarang?" Tebak Alex yang seakan paham dengan kondisi Hanni.
Hanni mengangguk,
"Aku sedang bingung, Al," Hanni menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Bahu wanita itu turun naik menandakan kalau ia sedang menangis tergugu.
"Ada masalah apa, Han?" Tanya Alex prihatin.
"Ibuku divonis kanker paru-paru oleh dokter dan sekarang ibu membutuhkan biaya pengobatan yang tidak sedikit. Aku tidak tahu harus minta bantuan pada siapa?" Cerita Hanni di sela-sela isak tangisnya.
"Aku tidak mungkin minta bantuan pada Raymond, karena keuangan dan perusahaan Raymond juga sedang morat-marit sekarang," imbuh Hanni yang masih menangis tergugu.
Alex merangkul sahabatnya tersebut.
Andai Alex sekaya Hansel mungkin Alex akan langsung membantu Hanni secara sukarela. Tapi Alex sendiri juga hanya punya tabungan yang tidak seberapa.
Hansel...
Tunggu!
Alex mendadak mendapat sebuah ide.
"Han, maaf sebelumnya. Tapi apa kau mau melakoni sebuah pekerjaan bergaji yang cukup tinggi?" Tanya Alex sedikit ragu.
"Pekerjaan? Iya aku sedang butuh pekerjaan, Al. Apa kau punya informasi?" Ujar Hanni antusias seraya menghapus airmata di wajahnya.
"Sebenarnya aku sedang mencari seorang perawat pribadi untuk atasanku yang saat ini mengalami kelumpuhan. Tapi kau harus tinggal disana dan menjadi perawat dua puluh empat jam untuknya," jelas Alex masih ragu-ragu.
Rasa antusias Hanni sesaat menguap pergi.
Jika Hanni harus tinggal dirumah atasan Alex, siapa yang akan merawat sang ibu?
"Tapi aku harus merawat ibuku disini, Al," ucap Hanni sedikit keberatan.
"Begini saja, aku akan membayar seseorang untuk menjaga ibumu disini dan memberikan info tentang perkembangan kondisi ibumu. Jadi kau tetap bisa bekerja dengan tenang," usul Alex cepat.
Setidaknya, jika Hanni bersedia menjadi perawat pribadi untuk Hansel, Alex tak perlu pusing lagi mencari perawat baru. Kepala Alex sudah nyaris meledak karena permintaan aunty Ira ini.
"Tapi, Al. Aku tidak mau merepotkanmu," Hanni merasa sungkan.
"Ini tidak merepotkan. Hanya membayar perawat untuk ibumu, tidak akan butuh biaya besar," sahut Alex denagn nada santai.
"Tapi kenapa harus aku?" Tanya Hanni tak mengerti.
"Anggap saja kita sedang saling menolong. Mereka akan menggajimu dengan bayaran yang tinggi, Han. Jika kamu bisa bertahan dan merawat Hansel hingga pria itu bisa berjalan kembali. Dan kau juga akan menyelamatkanku dari sebuah situasi sulit. Aku benar-benar sedang pusing dengan urusan mencari perawat baru," tutur Alex panjang lebar.
"Aku yang akan membayar orang untuk menjaga ibumu, Han. Dan gajimu sebagai perawat pribadi Hansel bisa kamu gunakan untuk membiayai pengobatan ibumu," imbuh Alex lagi.
Hanni menghela nafas panjang. Benar-benar sebuah keputusan yang sulit. Tapi Hanni juga tidak bisa berbuat banyak sekarang
"Baiklah aku bersedia. Kapan aku harus berangkat?" Putus Hanni akhirnya.
"Kita berangkat besok pagi saja. Aku akan memesan tiket untuk kita berdua, " jawab Alex cepat.
"Bagaimana dengan orang yang akan menjaga ibuku?" Tanya Hanni khawatir.
"Orang-orangku disini yang akan mengurusnya. Kamu tenang saja!" Alex menepuk punggung Hanni.
Alex segera menghubungi seseorang.
Malam itu juga, Hanni berbicara pada bu Halimah dan menjelaskan semuanya. Alex juga mengantar Hanni pulang ke rumah untuk berkemas.
Dan keesokan paginya, saat matahari belum menampakkan sinarnya, Alex dan Hanni sudah tiba di bandara kota.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir hari ini.
Jangan lupa like dan komen.
Untuk yang ingin vote karya ini, bisa klik pita ungu bertuliskan "lomba update tim" agar vote kalian masuk dan terhitung sebagai dukungan untuk othor. Terima kasih 😙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
@arieyy
semangat hani
2023-03-15
0
Arvisha
kurang paham tadi katanya si alex buruburu karna mau ketinggalan pesawat
tapi dia ko bisa ngannter si hanna
2023-01-18
0
M Fauzi
menantu macam apa mau keluar kota tanpa pamit gak ada ahlak
2022-02-17
0