Langit, awan hitam dan gemuruh suara petir menyertai turunnya hujan yang cukup lebat di sebuah hutan. Di dalam hutan tersebut, terlihat seorang pemuda yang sedang berteduh di rimbunnya pepohonan - seorang remaja, berambut hitan pekat, dengan tatapan mata yang kosong sedang bersandar di batang sebuah pohon. Tetesan air hujan yang lolos dari rimbunnya daun pepohonan mengenai wajahnya, membuat ia seakan terlihat sedang menangis.
...----------------...
Setelah pedangku dan pedang milik Ragnarok saling beradu, seketika hempasan angin yang sangat kuat tercipta, saking kuatnya, angin tersebut sampai membuat sebuah kawah yang cukup luas dengan kami berdua sebagai pusatnya.
Aku dan Ragnarok saling mendorong pedang kami satu sama lain, mengerahkan semua yang kami punya.
Kraakk!
Bersamaan dengan timbulnya suara tersebut, muncul retakan kecil di pedang Ragnarok. Hanya butuh satu kedipan mata, retakan tersebut semakin memanjang sampai akhirnya mematahkan pedang Ragnarok.
Bagian yang patah dari pedang itu terlempar ke belakang - ke arah Ragnarok.
Sialnya bagi Ragnarok, pedangnya yang terlempar ke belakang berakhir dengan posisi menembus tubuhnya sendiri.
Tanpa ada efek yang di dramatiskan, Ragnarok yang terkena serangan fatal itu langsung saja terjatuh seketika. Merespon hal tersebut, aku dengan bersusah payah masih berdiri, menatap ke arah langit-langit ruangan hanya untuk menstabilkan nafasku. Namun, pandanganku mulai buram dan akhir-
...----------------...
Terbangun di dalam ruangan yang gelap, aku memeriksa sekitar.
"Yo, kita bertemu lagi. Sebelum kau bertanya banyak hal, dengarkan baik-baik apa yang akan kukatakan."
"Oh, jadi aku sedang pingsan huh?" Aku terkejut. "Apa ini? Kalimat yang kupikirkan dalam benakku terdengar sangat jelas."
"Lupakan tentang hal itu. Dengar baik-baik, selagi aku menjelaskan semuanya, jangan sesekali mencoba bertanya, apalagi memotong penjelasanku. Kau cukup mendengarkan saja," sang bola hitam berhenti sejenak, "Hal pertama, aku adalah kau dan kau adalah aku, intinya kita adalah satu. Hal yang membuatmu bisa berbicara dengaku sekarang adalah karena kau sedang tak sadarkan diri. Aku mengambil sebagian kesadaranmu dan inilah yang terjadi, kurasa."
"Dua, aku hanya mengetahui apa yang kau tahu, jadi aku tak bisa menjawab pertanyaan yang awalnya memang tidak kau ketahui-"
"Tapi, sewaktu aku melawan Ragnarok kau memberitahuku cara menggunakan sihir, apa sebelumnya aku memanglah seorang penyihir?" selaku.
"Waktu itu aku tak memberimu jawaban! Dari awal, kau memang sudah tahu cara menggunakan sihir, kau hanya melupakannya. Sifatmu yang polos itu membuatku sedikit merasa malu. Ya, ketika ingatanmu kembali, kurasa sifatmu akan sedikit berubah."
"Dengar, alasan di balik kau bisa tahu cara menggunakan sihir adalah, sebelum kau terlempar ke dunia ini, kau pernah menonton film tentang sihir, dan di dalam film itu, di jelaskan cara menggunakan sihir. Beruntungnya, kebetulan yang seharusnya sangat, sangat mustahil terjadi, cara menggunakan sihir di dunia ini sama dengan cara menggunakan sihir di film yang kau tonton dulu," jelas panjang bola sang hitam kecil.
"Jadi dengan kata lain, aku baru saja mempertaruhkan hidupku dengan keberuntangan?!" ujarku sedikit kesal.
"Begitulah. Di dunia tempatmu dulu tinggal, tak ada yang namanya sihir."
"Tapi jika memang begitu, bagaimana kau tahu kalau aku bisa menggunakan sihir di dunia ini?"
"Kurasa karena aku merasakan energi aneh yang mengalir dari dalam tubuhmu, setelah kau mengingat masa lalumu, kurasa, mungkin saja, kau juga dapat merasakannya."
"Tunggu dulu, kau bisa membuatku mengingat masa laluku?!"
"Itu adalah hal ketiga yang akan kujelaskan padamu. Dalam diriku, terdapat semua ingatan masa lalumu. Jika kau menghancurkanku, kau akan mengingat kembali semuanya, kurasa."
"Apa kau tidak apa-apa?
"Hm?"
"Maksudku, jika kau di hancurkan?"
"Jangan bercanda, aku sudah mengatakannya kan? Kau adalah aku, dan aku adalah kau, dari awal kita adalah satu. Jadi, cepatlah kemari dan ambil kembali semua ingatanmu!"
Dengar ragu, aku mulai melangkah, perlahan mendekat ke bola hitam itu, aku mengarahkan genggeman tanganku se sana. Saat sampai di depannya, beberapa kali aku sempat mengepal-ngepalkan tanganku hanya untuk merasa ragu, sebelum akhirnya menatap bola hitam tersebut. Tak membiarkan perasaan ragu berhasil menghentikanku, aku dengan cepat langsung menghancurkannya.
Seketika, kilatan cahaya terjadi di dalam ruang gelap ini. Satu persatu ingatanku kembali layaknya sebuah puzzle, di ikuti oleh sebuah cahaya yang membuat tempat ini menghilang.
...----------------...
"Hah!"
Aku terbangun, tanpa sadar mataku sudah dalam kondisi memerah dengan air mata yang membasahi pipiku. Menyadari hal tersebut, aku segera menghapus air mata yang mengalir menggunakan lengan bajuku.
Melihat sekitar, ruangan ini adalah sebuah kamar yang di penuhi oleh botol-botol kaca, tersusun dengan rapi di sebuah lemari kayu 5 tingkat.
Pintu ruangan ini tiba-tiba terbuka dengan suara dekikan khasnya. Seorang wanita yang memakai topi berwarna biru gelap terlihat di balik pintu.
"Kau sudah sadar?" tanya sang wanita. "Kau pingsang selama seminggu sejak duel-mu dengan Ragnarok.
"…"
"Kalau tentang duel-mu itu, tenang saja," sang wanita berjalan masuk. "Tidak perlu khawatir, lagipula kau yang menang," lanjut wanita tersebut sambil menyusun botol berbagai warna di lemari kayu tadi.
Rasa sakit yang menghampiri secara tiba-tiba, membuatku memegang kepalaku.
Aku belum terbiasa dengan semua ingatan yang baru saja kembali ke kepalaku ini.
"Ho, kau memiliki masa lalu yang cukup menarik," kata sang wanita.
"Jangan seenaknya membaca pikiran orang lain!" balasku sedikit kesal.
Sejak ingatannya kembali, kepribadian Fuma sedikit berubah. Membuat suaranya sedikit lebih berat dari sebelumnya. Meskipun dulu kepribadiannya tak bisa di bilang bagus juga, seorang penyendiri yang tidak terlalu perduli pandangan orang lain terhadapnya.
"Namaku Stela, Stela Weatherhoop, dan umurku masih 24 tahun, 24, 24, ingat itu ya!" tegas sang wanita.
"…"
Stela menghela. "Jadi, mulai sekarang apa yang akan kau lakukan?"
Terdiam untuk waktu yang singkat, aku sedang berpikir.
"Untuk sekarang, aku hanya ingin mencari tahu siapa yang telah memanggilku ke dunia ini."
"Setelah kau menemukannya, apa yang akan kau lakuan?"
"Aku akan membuatnya merasakan apa yang aku rasakan sekarang ini!"
Itulah yang kuinginkan.
"Hmm, aku sebenarnya tak berniat menghentikanmu, tapi… bagaimana dengan takdir yang menunggumu di dunia yang sekarang ini?"
"Tak tertarik," jawabku dengan cepat
Stela menghela untuk kedua kalinya, "Sepertinya apapun yang aku katakan tak akan bisa mengubah keputusanmu," dia berhenti sejenak, "Tapi setidaknya, untuk hari ini saja kau istirahat dulu. Kau baru saja terbangun setelah seminggu pingsan. Biarkan tubuhmu beristirahat sehari lagi, kau boleh berangkat besok pagi, aku yang akan mengurus segala persiapannya."
Aku menatap Stela dengan wajah datar untuk waktu yang singkat. Setelah itu, langsung membaringkan tubuhku kembali ke kasur.
Stela tersenyum dan segera menuju pintu keluar kamar, namun sebelum keluar, dia mengatakan sesuatu.
"Jika kau mencoba kabur dari sini, aku akan membuatmu tidur selama seminggu lagi!" kata Stela lalu menutup pintu kamar dari luar.
Jadi aku tidak bisa kabur kah?
...----------------...
Malam berlalu dengan cepat dan sinar matahari pagi pun menyinari kamar dimana Fuma sedang tidur.
Ho, aku merasa sudah lebih baik sekarang, pikiranku juga sudah sedikit menjadi lebih tenang.
Tanpa menunggu lama, aku langsung bangun dari tempat tidurku, berjalan menuju ke pintu keluar, dan pintunya sudah terbuka sebelum aku benar-benar sampai ke pintu tersebut.
Di depan pintu, Stela berdiri sambil membawa nampan yang berisi wadah air dan pakaian baru untukku.
"Di luar dugaan, kau bagun cukup pagi, cepat cuci muka dan pakai ini," kata Stela memberikan nampan yang di pegangnya.
Mengambil nampan dengan bisu, aku segera menutup pintu kamar dari dalam. Setelah beberapa menit, aku keluar dari kamar dengan memakai pakaian yang diberikan Stela.
Hitam huh? Tidak buruk.
Tak menunggu lama setelah itu, aku berjalan keluar dari bangunan tempatku sekarang berada. Di luar bangunan ini, sebuah kereta kuda sudah teparkir menungguku.
"Kereta kuda ini akan mengantarmu sampai ke perbatasan. Setelah itu, kau bisa memakai peta ini," jelas Stela memberikan sebuah tas kecil yang berisi peta, uang koin, kurasa, dan beberapa barang lainnya.
Tanpa mengucapkan kata perpisahan ataupun terima kasih, aku langsung masuk ke dalam kereta kuda.
Dalam perjalanan menuju perbatasan, aku sempat mendengar suara keramaian dari dalam kereta kuda. Kelihatannya aku sedang melewati sebuah perdesaan. Memutuskan untuk tak menoleh keluar karena tak tertarik, aku terus berdiam diri di dalam kereta. Seiring berjalannya waktu, suara keramaian tadi semakin mengecil dan akhirnya menghilang.
Tak lama setelah itu, kereta kuda pun berhenti, menandakan aku sudah sampai di perbatasan. Segera turun dari kereta kuda, di depanku terbentang hutan yang sangat rimbun, sinar matahari saja agak sulit untuk masuk.
"Hati-hati hutan itu di penuhi oleh monster yang sangat berbahaya," ujar pria bertanduk kecil yang mengantarku. Setelah mempringati, sang pria pergi dengan kereta kudanya.
Menatap ke dalam hutan gelap yang ada di depanku, tanpa keraguan sedikitpun aku memasuki hutan tersebut. Belum lama setelah aku memasuki hutan ini, udara tiba-tiba menjadi dingin, suara petir terdengar menggelegar di langit, tak butuh waktu lama, hujan pun turun.
Kelihatannya, aku harus mencari tempat berteduh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Xander Krow(Shadow_Monarch)
berubah 360°
2021-03-15
0
Yurei
dinginnya..... sedingin gunung Everest
2021-03-11
0
𝑳 𝑪
maaf ngebut like dulu kak 🙏
2021-02-05
0