Walaupun kondisi sang monster Mohu sudah terlihat sangat buruk, tapi dia masih terus berdiri. Salah satu lengan kirinya putus terpotong, sedangkan lengan kanannya hangus terbakar, tapi… monster sangat berbahaya, tidak salah lagi.
"Oi Ryu, mari beri pelajaran pada monster sialan ini," ucap Rangga bersemangat, mengeluarkan api dari kedua tangannya.
"Ya," Jawab Ryu singkat dengan posisi yang siap menyerang.
Memecah udara di sekitarnya, sebuah anak panah angin yang cukup besar melesat, mengarah ke sang monster Mohu.
Yang terlihat setelahnya adalah anak panah angin tersebut telah menembus tubuh sang monster, meninggalkan lubang yang cukup besar tepat di tengah-tengah perutnya.
Rangga yang melihat hal tersebut tak bisa berkata apa-apa, mulutnya menganga tak bisa tertutup. Untuk Ryu sendiri, dia hanya tersenyum pasrah lalu manyarungkan katananya kembali.
Tapi, sepertinya pertarungan belum berakhir, sang monster masih bergerak.
"Oh, kau masih hidup ternyata! Kali ini aku yang akan meng-"
Sebelum Rangga menyelesaikan kata-katanya, kepala sang monster Mohu sudah dibuat berlubang oleh anak panah angin milik Wendi.
"Oi Wendi, apa yang kau lakukan?!" kata Rangga kesal, menunjuk ke arah Wendi.
Mengabaikan eksistensi Rangga, Wendi hanya terdiam.
"Apa-apaan wajah tak besalahmu itu?!" tambah Rangga setelah Wendi mengabaikannya.
"Hentikan itu, Wendi hanya menjalankan tugasnya. Yang lebih penting sekarang, anak-anak dan para wanita yang di culik dari desa," kata Ryu memegang pundak Rangga.
Kedua warga desa yang menunjukkan jalan tadi pun akhirnya keluar dari tempatnya bersembunyi.
"Rangga, tolong terangi jalannya," pinta Ryu.
"Baik baik, kalian benar-benar tak bisa apa-apa tanpa aku ya?"
Rangga dan Ryu pun masuk memeriksa gua kembali, sedang untukku dan Wendi? Kami bertugas berjaga di luar gua, bersama dengan 2 warga desa yang bertugas sebagai penunjuk jalan tadi.
Tak lama kemuadian, Rangga dan Ryu akhirnya keluar dari dalam gua dengan wajah murung.
"Bagaimana keadaan anak-anak dan para wanita yang di culik?" tanya salah satu warga desa.
Rangga hanya menggelengkan kepalanya, "Mereka…."
"Jadi mereka sudah di makan," ucap kecewa salah satu warga desa.
"Tidak, mereka ada dibelakangku. hahaha! ha… ha.. ha." suara tawa Rangga perlahan mengecil dan akhirnya terhenti, "Apa-apaan ekspresi kalian berdua? Sama sekali terlihat tak khawatir, kalian benar-benar tidak berperasaan!" kata Rangga padaku dan Wendi.
Tanpa berkata apa-apa Wendi mengarahkan busurnya kepada Rangga.
"Wendi! Rangga cuman bercanda, jangan di anggap serius," tegur Ryu.
"Aku juga cuman bercanda," balas Wendi dengan nada datar, menurunkan kembali busurnya.
"Itu namanya bukan bercanda!" teriak Rangga terlihat kaget.
"Rangga tolong hangatkan anak-anak ini dalam perjalanan menuruni gunung nanti," sela Ryu memotong pembicaraan mereka.
Rangga hanya tersenyum, mengangkat kedua jempolnya.
Akhirnya, setelah ini dan itu, kami semua pun memutuskan untuk menuruni gunung, dengan Rangga yang bertugas sebagai penghangat tentunya.
…
"Mereka sudah datang!" teriak salah satu warga di desa tersebut melihat kedatangan kami.
"Akhirnya sampai juga."
Menghela, Rangga terlihat sudah sangat kelelahan, mungkin itu karena dia harus menghangatkan anak-anak dalam perjalanan menuruni gunung.
Di sambuat oleh senyum gembira para warga desa, di sertai dengan orang tua yang berlarian memeluk anak dan istri mereka, Ryu dan Rangga tersenyum bahagia.
Rangga langsung saja duduk bersandar di sebuah rumah dengan nafas yang tak beraturan setelahnya, sedangkan Ryu, Wendi, dan aku pergi bersama kepala desa - katanya - untuk membicarakan tenntang hal-hal merepotkan.
"Terima kasih telah mengalahkan monster itu dan mengembalikan anak-anak dan para wanita kembali dengan selamat," ucap sang kepala desa.
"Tidak perlu nesikap formal, setelah mengembalikan ini kami akan langsung kembali."
Ryu memberikan pakaian yang di pinjam Wendi.
"Kalian akan langsung kembali? Kenapa tidak tinggal lebih lama lagi? Rencananya kami akan mengadakan perjamuan untuk kalian."
"Tidak usah repot-repot, kami masih punya urusan setelah kembali nanti," tolak Ryu.
"Ah, aku sampai lupa. Sebagai pahlawan dari dunia lain kalian pasti punya banyak urusan kan? Maaf sudah memaksa kalian untuk tinggal lebih lama."
"Tidak masalah." kata Ryu lalu menoleh ke belakang, "Rangga!"
Dengan bisu, Rangga berbalik dan segera berjalan ke arah kami. Setelahnya, kami pun berjalan kembali ke kota Geamor tanpa mengucapkan perpisahan ke warga desa yang lain.
Pahlawan dari dunia lain huh?
...----------------...
Masih di tengah perjalanan pulang ke kota Geamor, Ryu, aku, dan Wendi berjalan cukup jauh, meninggalkan Rangga di belakang kami, Rangga terlihat sangat lesu melihat kantong airnya yang sudah kosong.
"Woi kalian! berikan air kalian sedikit padaku," sahut Rangga lemas.
"Bukankah kau sudah menghabiskan semuanya?" keluh Ryu tak kalah lemasnya.
"Seharusnya kalian mengisi kantong air kalian sebelum pulang tadi."
Itu adalah satu hal yang dilupakan Ryu. Saat ini kami semua tengah berjalan dengan keadaan tenggorokan yang kering, sangat kering. Namun Rangga lah yang terlihat paling lemas di antara mereka.
"Apa maksud dari kalian bertiga adalah pahlawan dari dunia lain?" tanyaku.
"Hmm," Ryu sedikit terkejut, sebel menoleh ke arahku, "Itulah yang di katakan sang Raja. Aku dan Wendi terbagun di dalam istana, sedangkan Rangga ditemukan tertidur pulas di luar istana. Kami bertiga tak memiliki ingatan apa-apa tentang masa lalu kami, jadi mau tidak mau kami hanya bisa percaya pada perkataan sang Raja," kata Ryu menjelaskan semuanya.
Aku memutuskan untuk tak bertanya lagi setelahnya, hanya terus berjalan menuju kota tanpa berbicara sedikitpun.
...----------------...
"Air, air, air…"
Rangga berlari mencari air saat baru saja tiba di kota Geomor.
Ryu, aku, dan Wendi hanya berjalan mengikutinya dari belakang.
Meskipun haus, aku tidak ingin terlihat bodoh dengan berlarian mencari air di segala tempat.
Puas meminum air yang di temukan Rangga,kami pun segera menuju ke tempat kami mengambil quest perak kemarin untuk memdapatkan hadiahnya.
Ini dan itu terjadi dan…
"Ini hadiahnya, sudah kubagi rata dengan kalian berempat. Sesuai perjanjian Fu hanya mendapat bagian 5%," kata Mika menaruh 4 tumpukan koin perak dan perunggu di atas meja.
Kami berempat pun masing-masing mengambil bayaran kami, lalu pergi setelah mengucapkan salam perpisahan.
"Wendi?" kata Ryu yang melihat Wendi masih terdiam di depan meja pelayanan.
Mendengar itu, Wendi segera memberi sedikit koin yang didapatnya kepadaku lalu berjalan ke tempat Ryu dan Rangga.
Fuma tak mengucapkam apa-apa, bahkan terlihat sama sekali tak tertarik dengan uang koin di depannya.
Woi, bukankah sudah kukatakan untuk diam?!
"Kelihatannya itu ucapan terima kasih karena telah menolongnya," kata Ryu terseyum.
"Heh," mata dan wajah itu, tak salah lagi Mik sedang mengrjekku.
Aku sedang sibuk memikirkan hal lain, jadi kuabaikam saja.
"Tunggu," kataku
"Hm, ada apa?" tanya Ryu menoleh, melihatku dari balik bahumya.
"Aku ingin bertemu seseorang yang mengatakan 'kalian adalah manusia dari dunia lain'"
"Kenapa kau ingin bertemu dengan sang Raja?" tanya Ryu.
"Karena aku juga berasal dari dunia lain."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
lanjut baca😍
2021-01-25
1
Ria Diana Santi
like for u!
2021-01-20
1
Desi Efriyani
Hai kak aku mampir lagi ni bawa like, vote dan komen 👍
Semangat updatenya kak 💪
Jangan lupa juga feedback ke karya aku yang berjudul "Risalah Hati" maksih kak 😍
2021-01-20
0