Berjalan dengan cepat, waktu membuat malam hari tiba.
Setelah menyiapkan makanan, aku dan Aran duduk di kursi, bersiap untuk makan.
Dengan suara dekikan khas, pintu rumah tiba-tiba terbuka.
"Selamat datang ayah!" sahut Aran menyambut kedatangan ayahnya.
Hamamura hanya tersenyum, kemudian berjalan menuju kursi, duduk, lalu menyantap makan malam yang telah ada di meja makan. Melihat hal tersebut, aku dan Aran melakukan hal yang sama.
"Wuaahh! Entah kenapa bubur ini lebih enak dari bisanya!" sahut Hamamura sambil terus memakan semangkuk bubur yang ada di hadapannya.
"Benarkah? aku membuatnya bersama kak Fu," jawab Aran terdengar senang.
Padahal itu hanya bubur biasa, tanpa bumbu cinta atau hal-hal semacam itu. Tapi aku tak bisa mengelak, bubur ini memang lebih enak dari biasanya.
Dengan cepat bubur di depan kami habis. Aran membereskan mangkuk yang ada di atas meja, lalu berjalan menuju kamarnya.
"Kau yakin menyuruhnya tidur? Dia baru saja makan, bukankah itu tidak baik?" tanyaku pada Hamamura.
"Tak apa, lagipula dia juga tidak akan langsung tidur."
"Oh begitu?" berhenti sejenak, aku meneguk segelas air, "Jadi, tempat persembunyian sudah di tentukan?"
Haamamura menghela, "Pada akhirnya, kami hanya memutuskan untuk tetap menyimpannya di gudang. Kami memasang jebakan di dalam dan luar gudang tersebut, berharap jebakannya dapat menghentikan para perampok itu."
Rencana yang benar-benar biasa.
"Kalau begitu, sekarang adalah bagianku. Aku akan pergi menjaga gudang tempat hasil panen kalian," berdiri dari kursi, aku berjalan menuju pintu keluar rumah.
"Jika malam ini para perampok itu datang, cepat bunyikan lonceng besar yang ada di tengah desa, para penduduk akan segera datang membantumu," sahut Hamamura dengan suara yang sedikit keras.
Berhasil keluar dari rumah, aku berjalan menuju gudang tempat penyimpanan hasil panen yang berada di tengah desa.
Tak butuh waktu lama, akhirnya aku sampai.
Melihat sebuah sumur dengan lonceng besar tergantung di tengahnya, aku memutuskan untuk duduk di tepi sumur tersebut, menghabiskan waktu dengan memperhatikan beberapa jebakan terpasang di gudang dekatku ini.
Apa ini yang mereka sebut dengan jebakan? Kurasa hewan pun dapat menyadarinya.
…
Malam pun semakin larut dengan aku yang masih duduk di tepi sumur. Menatap ke arah gudang, tiba-tiba saja aku mendengar suara langkah kaki; berbalik ke arah suara tersebut, aku melihat seseorang berlari keluar desa melalui pintu gerbang.
Hmm, mata-mata? Apa aku harus mengikutinya? Kurasa tidak.
Jika benar sosok tadi adalah mata-mata, maka tak lama lagi aku dapat bertemu dengan para perampok rekan-rekannya itu. Lagipula mengikutinya adalah hal yang merepotkan.
Tak berselang lama, tebakanku pun terjadi, dari kejauhan, terlihat beberapa kereta kuda terhenti di depan desa - beberapa orang keluar dari dalam kereta kuda tersebut, berjalan mendekat ke arah gudang yang di jaga olehku.
Delapan belas orang, termasuk orang yang keluar desa tadi huh? Bagaimana ini?
"Hahahaha! Kurasa penduduk desa ini sudah semakin bodoh karena kelaparan, mereka tak menyembunyikan hasil panen mereka dan hanya menaruh sebuah perangkap yang tidak berguna," sahut salah satu perampok berkepala plontos.
Lalu.
"Minggir bocah! Aku sedang tak punya waktu mengurus anak kecil," perampok berkepala botak berjalan mendekat ke arahku.
Dengan bisu, aku langsung memukul tepat ke arah uluh hati sang paman botak, membuatnya seketika berlutut, jatuh tak sadarkan diri.
Ha? tunggu dulu. Apa cuman perasaanku saja atau memang pukulanku menjadi lebih kuat daripada sebelumnya.
"Woi bocah apa yang kau lakukan?!" salah satu perampok mengeluarkan sebuah pedang, kemudian diikuti oleh para perampok lainnya.
"…"
Menatap mereka dengan tatapan dingin, aku berlari setelahnya, dengan cepat menumbangkan para perampok dengan hanya menggunakan pukulan dan tendangan saja.
Dua, 3, 4.
Sembari menyerang para perampok, aku menghindari setiap serangan yang mengarah kepadaku.
…lima, 6, 7.
Tiba-tiba muncul, 2 orang perampok menggunakan sebuah pedang menyerangku dari belakang.
…sembilan.
Entah kenapa aku bisa merasakan sesuatu saat mereka berada di belakangku, gerakan mereka juga terlihat lambat.
…sepuluh, 11.
Saat masih di tengah pertarungan dua bola api yang cukup besar menuju kearahku. Melihat celah kecil yang berada tepat di tengah dua bola api itu, aku melompat ke sana. Segera menyerang 2 orang pelaku bola api setelahnya.
…dua belas, 13.
Tubuh ke-2 perampok yang kutendang terlempar ke arah perampok lainnya, membuat mereka saling bertabrakan dengan keras.
…empat belas, 15.
Dua orang perampok berlari menuju arahku - enam belas, 17 - aku saling membertukan kedua kepala perampok yang berlari mendeatiku.
Segera menatap ke arah depan, "Kau yang terakhir," kataku menunjuk ke arah perampok terakhir dengan dingin.
Apa yang baru saja kukatakan?
Tahu bahwa tanpa sadar baru saja berusaha terlihat keren, aku menghela.
Omong-omong, perampok terakhir ini memiliki badan yang lebih besar di banding perampok lainnya. Kurasa dia ketuanya.
"Kau hebat juga bocah, tapi jangan kau pikir setelah mengalahkan mereka semua kau bisa menga-"
Sebelum sang perampok menyelesaikan kata-katanya, 2 bayangan berujung runcing keluar di sekitar tempatku berdiri, dengan cepat memanjang ke arah sang perampok.
Dengan wajah terkejut, sang permpom berhasil menghindari serangan kejutan ku.
"Jangan kira serangan kejutan yang lemah seperti itu bisa menge-"
Sayang sekali, karena aku orang yang sangat baik, aku menyiapkan dua kejutan untukmu.
Sebelum selesai berbicara, kedua kaki sang perampok sudah tertusuk banyangan runcing yang berhasil di hindarinya tadi, seketika perampok tersebut tumbuang dan berlutut di hadapanku.
"A-"
"Jangan berteriak, penduduk desa bisa terbangun," kataku menutup mulut sang prampok dengan sebuah kain, mengikat kedua tangannya dengan sebuah bayangan setelahnya.
Aku bukannya tak ingin menggangu tidur para warga desa atau apa, tapi menjadi pusat perhatian itu adalah hal yang merepotkan.
Ketika sang pria sudah mulai tenang, akupun mulai berbicara, "Jadi, siapa yang menyuruhmu untuk mencuri hasil panen penduduk desa ini?"
Aku membuka kembali kain yang menutupi mulut sang perampok.
"Apa yang kau katakan, kami melakuan ini karena kami adalah perampok, dan jika memang ada yang menyuruh kami untuk melakukan ini, meskipun harus mati, aku tak akan memberi tahumu!" begitula katanya.
Tatapan sang perampok penuh tekad seolah tak takut dengan yang namanya kematian.
"Mana ada perampok yang hanya mencuri hasil panen dari sebuah desa yang sama selama 3 tahun berturut-turut. Pasti ada seseorang yang menyuruh kalian untuk melakukan semua ini, cepat katakan siapa yang menyuruh kalian, aku ingin segera tidur," kataku.
"Jika aku tak mau memberitaumu, kau mau apa? bocah sialan!"
Aku mendecakkan lidahku, "Jadi kau tak mau bicara ya?" berhenti sejenak hanya untuk menghela, aku melanjutkan, "Kalau begitu apa boleh buat."
Mengikatkan kain ke mulut sang prampok, aku langsung menusuk jantungnya menggunakan banyangan yang menyerupai sebuah jarum kecil.
"Emmmm!" teriak sang prampok kesakitan dengan mulut tertutup kain.
"Tenang saja, aku menusuk jantungmu dengan sebuah jarum kecil, dengan kata lain, kau tak akan mati dengan cepat. Langsung ke intinya saja, kristal ini berisi ramuan penyembuh, jika kau memberitahuku siapa yang menyuruhmu, mungkin lukamu itu akan kusembuhkan," aku berhenti sejenak, "Sebenarnya jika kau tak menjawab pertanyaanku itu juga bukan masalah besar, aku bisa menanyai ke-17 bawahanmu saat mereka tersadar nanti. Pilihanmu ada 2, kau ingin mati disini atau memberitahuku siapa yang menyuruhmu."
Aku membuka kain di mulut sang perampok.
Tak butuh waktu lama, sang pria mengatakan siapa yang menyuruhnya dengan wajah yang ketakutan. "O-oke baiklah, akan kukatakan!O-orang yang menyuhku adalah…"
"Oh, jadi begitu," aku mencabut jarum bayangan yang menancap pada dada kiri sang prampok.
"Cepat berikan ramuan penyembuhnya padaku, aku tidak ingin mati!"
"Kemana perginya semua keberanianmu tadi? Lagipula itu hanyalah luka tusuk jarum kecil yang tak mengenai jantungmu, kenapa kau bisa berfikir luka seperti itu bisa membunuhmu? Palingan lukanya akan sembuh dalam beberapa hari, jadi tenang saja."
"Apa?!" sang prampok melihat ke dada kirinya yang tertusuk tadi, "Kau membohongiku, dasar bocah sialaan! Cepat mendekat kemari aku akan membunuhmu!"
"Berisik."dengan tatapan dingin aku berbalik menatap sang prampok, "Jika kau sangat ingin jantungmu ditusuk, aku akan melakukannya sekarang juga."
Wajah sang prampok membeku, seketika terdiam untuk beberapa saat.
"Ma-maaf, tolong jangan lakukan itu."
Aku berjalan ke arah sang prampok yang ketakutan.
"Tolong ampuni aku."
Kemudian menutup kembali mulutnya yang sangat berisik. Padahal aku hanya ingin tidur, tidak bisakah perampok ini duduk dengan tenang?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
VaLe~
like
tetap semangat
2021-01-24
0
Cahaya mata
Jempol jempol untuk author👍👍👍
Salam sayang dari ❤️ Istri Simpanan Sang CEO ❣️
2021-01-23
1
Adel
mari saling dukung ea...😍
2021-01-23
0