********
“Maaf, aku nggak biasa nerima pemberian apapun dari orang asing.” Tolak Jingga kemudian, lalu beranjak dari sana dan disusul oleh teman-temannya.
Sementara Albi hanya menatap kepergian Jingga dengan wajah terbengong-bengong tak percaya, sementara Bian dan Bisma di belakang sana menahan tawa. Itu adalah kali pertama seorang gadis menolak pemberian dari cowok most wanted di sekolah ini.
“Well, bakalan aneh kalau peri sekolah nggak jual mahal.” Ujar Albi, lalu berjalan ke arah Biru. “Kayaknya selamanya lo cuma bisa ngelihatin dia dari jauh sama ngehalu bisa dapetin dia.” Dia lantas melempar yoghurt rasa jeruk yang langsung ditangkap oleh Biru.
“Gue bisa.” Sahut Biru tak terima, teman-temannya hanya menatapnya tak percaya. Pasalnya, sudah lebih dari satu tahun Biru hanya memperhatikan gadis bernama Jingga itu diam-diam tanpa bertindak.
“Hiliih, bisa apanya? Bisanya ngintip doang lo dari dulu.” Bisma lantas menoyor kepala Biru keras dan beranjak untuk kembali ke kelas.
“Sialan!” Umpat Biru kesal sambil mengusap-usap kepalanya.
“Lagian bentengnya tinggi, noh.” Bisma mengedik ke arah Langit yang terlihat merangkul Jingga di kejauhan sana. Biru melihat itu dengan tatapan tak suka.
“He’s just her friend.” Sanggah Biru.
“Who says?” Tanya Bian mencibir, membuat Biru langsung melemparkan delikkan sebal padanya.
“Kan gue yang bilang barusan, bego.” Biru dengan kesal lantas memukul kepala Bian dnegan botol yoghurt hingga membuat cowok itu meringis kesakitan.
“Sakit, kambing.” Teriak Bian kesal.
“Sebodo!” Biru mengedikkan bahunya tak peduli, lalu berjalan cepat meninggalkan teman-temannya.
********
Jingga berdiri di atap gedung sekolah di dekat tembok beton pembatas,menikmati semilir angin yang dia biarkan menerpa wajahnya.. Pandangannya mengarah ke barah, halaman sekolah yang luas terlihat jauh lebih indah dilihat dari atas sana.
Suasana hening di sana, hanya riuh angin yang meramaikan suasana. Jelas, karena hanya Jingga seorang yang berada di sana.
Nothing’s gonna change my love for you
You ought to know by now how much I love you
One thing you can be sure of
I’ll never ask for more than your love
Nothing’s gonna change my love for you
You ought to know by now how much I love you
The world may can change my whole life through
But nothing’s gonna change my love for you
Dengan suara merdunya, Jingga melantunkan sepenggal lagu lawas Nothing’s Gonna Change My Love For You yang dipopulerkan oleh George Benson. Tadi di kelas, dia mendengar lagu tersebut diputar oleh teman-temannya dan akibatnya kini terngiang-ngiang di kepalanya.
“Not bad.” Jingga sontak berbalik saat mendengar suara yang dirasa tidak asing di telinganya, gadis itu terperangah melihat Biru yang tiba-tiba sudah ada di hadapannya saja.
“Suara kamu oke, sebelas dua belas lah sama Demi Lovato.” Imbuh Biru seraya bergerak dan berdiri di sebelah Jingga.
Jingga berdecih tak percaya, lalu kembali membalikkan tubuhnya ke posisi semula. “Dihh, ngeledek.”
Biru tersenyum geli. “Kalau aku bilang suara kamu kayak kaleng rombeng, baru namanya ngeledek.” Namun Jingga tetap memasang wajah tak percaya mendengar itu. “Coba ulangi.” Pinta Biru kemudian.
Jingga mengernyit, gagal menangkap maksud ucapan Biru. “Apanya?”
Biru memutar bola matanya malas. “Ceramahnya.” Lalu mengusap penuh wajah Jingga dengan gemas. Selama beberapa saat, Jingga membeku, tidak siap dengan aksi spontan Biru.
“Ya nyanyinya, lah.” Suara Biru terasa berdengung di telinga Jingga, namun gadis itu segera tersadar dan kembali menguasai dirinya.
Jingga berdehem, lalu terdiam sejenak, mencoba berpikir lagu apa yang akan dia nyanyikan sebelum kemudian senyum jahil terbit dari kedua sudut bibir kemerahannya. “Balonku ada lima, merah muda dan biru. . . .”
“Rupa-rupa warnanya, ngaco kamu. . . .” Potong Biru dan spontan mendorong bahu Jingga hingga membuat gadis itu sedikit terhuyung ke samping, beruntung dia sigap menarik lengannya hingga Jingga kembali dalam posisi tegap.
“Ehh, sorry. Kamu nggak apa-apa, kan?” Tanya Biru terlihat khawatir.
“I’m okay.” Jawab Jingga sambil melepas pegangan tangan Biru di lengannya. “Lain kali jangan main dorong-dorong, doong.” Protesnya kemudian, mengelus dadanya karena memang sedikit terkejut.
Biru nyengir lebar. “Kamu yang salah nyanyinya ngaco.”
Jingga mendengus geli, lalu berusaha menghela dan membuang napas secara teratur untuk menenangkan degup jantungnya yang berdetak kencang, bukan karena makhluk tampan di sampingnya. Bukan! Itu karena keterkejutannya yang hampir terjatuh akibat ulah Biru.
Biru memperhatikan Jingga yang sedang mengatur napasnya, sangat cantik jika dilihat dari dekat. Dia mengulum senyum, mengingat selama ini hanya memperhatikan Jingga dari kejauhan. Dan Biru juga baru tahu, ternyata Jingga tidak terlalu sulit untuk didekati. Dia bisa melihat, Jingga bukan cewek sombong dan sok jual mahal seperti gadis cantik kebanyakan. Jingga hanya perlu didekati dengan baik.
“Ngomong-ngomong, kenapa kamu malah ke sini? Tadi pas ketemu di kantin kayaknya buru-buru banget mau masuk kelas.” Tegur Biru seraya melihat jam yang melingkar posesif di pergelangan tangannya.
“Bolos.” Jawab Jingga sekenanya.
Biru mengernyit, ekspresi wajahnya menunjukkan antara percaya dan tidak percaya.
Jingga tersenyum geli. “Becanda. Cuma gurunya nggak masuk, jadinya aku ke sini, deh.”
“Terus, kamu sendiri ngapain di sini?” Jingga balik bertanya.
“Tadinya mau masuk, terus tiba-tiba aku lihat orang cantik ke sini, nggak jadi masuk, deh.” Jawab Biru dengan tatapan penuh arti. Jingga memutar bola matanya malas karena Biru malah menggodanya.
“Hiish, apaan, sih.” Ucap Jingga salah tingkah seraya menyampirkan rambutnya ke belakang telinga.
Biru terkekeh geli melihat ekspresi Jingga yang menggemaskan di matanya. “Sebenarnya aku udah ada di sini sebelum kamu, guru aku juga nggak masuk. Aku tadi duduk di sana.” Dia lalu mengarahkan satu jari telunjuknya ke sebuah kursi panjang yang berada di sudut rooftop.
Jingga lalu berucap ragu. “Berarti kamu. . . .”
“Iya, aku lihat semuanya. Aku lihat kamu bawa banyak makanan, terus makan di sini kayak orang kelaperan.” Biru menahan tawa mengingat itu. Sementara Jingga langsung merengut dan menutupi wajahnya malu. Tadi dia memang sangat kelaparan karena tenaganya terkuras habis di pelajaran olahraga, ditambah dia melewatkan waktu istirahat.
“Ternyata orang cantik bisa rakus juga, ya. Aku kira makannya cuma secuil-secuil karena takut gendut.” Ledek Biru kemudian.
Jingga melepaskan kedua tangannya, tampak wajah cantiknya merona karena malu.
“Harusnya kamu negur aku. Kan aku bisa makan dengan anggun kalau tahu ada yang merhatiin.” Protes Jingga, bibirnya mengerucut lucu.
“Haha, dan aku udah terlanjur lihat semuanya.” Biru kembali meledek sembari terkekeh. “Tapi kamu tetap cantik, kok, di mata aku.”
Jingga mendengus geli sekaligus sebal mendengar Biru kembali menggodanya, dia lantas memalingkan wajahnya dari Biru, kembali menatap pemandangan halaman sekolah di bawah sana.
Sejenak suasana hening mengambil alih. Suara detik jarum jam di pergelangan tangan mereka bahkan sampai terdengar saking tidak adanya percakapan. Baik Biru maupun Jingga, keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing.
“Eung, Bi. . ru.” Jingga mendongak, dia berucap ragu. “Kak Biru?” Kini matanya bertemu dengan tatapan hangat Biru dalam satu garis lurus, tampak sebelah alis tebal cowok itu terangkat.
“Gitu, kan, manggilnya?” Lanjut Jingga, mengingat Biru adalah kakak kelasnya, rasanya kurang sopan jika dia harus memanggilnya dengan sebutan nama secara langsung.
Biru mengangguk-angguk. “Kayaknya kalau manggil sayang lebih enak didenger.”
Jingga memutar bola matanya jengah. Lagi, Biru menggodanya lagi. Semua cowok sama saja, bermulut manis. Ckckck.
“Apaan, sih?” Ucap Jingga malas, lalu mengedarkan pandangannya sejenak ke sembarang arah, merasa aneh dengan situasi ini.
“Dan ternyata kamu emang si the most wanted dan anggota F4.” Gumam Jingga pelan, namun indra pendengaran Biru masih tanggap mengangkapnya.
“Kenapa? Terkejut? Baru sadar kalau orang yang nemenin kamu kemarin tuh orang paling ganteng seantero sekolah?” Ujar Biru dengan percaya diri mengklaim dirinya paling tampan di sekolah.
“Percaya diri banget.” Cebik Jingga. Lalu tersenyum geli. Dia jadi teringat sahabatnya, Langit. Kalau dipikir-pikir, Biru dan Langit memiliki tingkat kepercayaan diri yang sama.
“Tapi kamu nggak ngelak, kan, kalau aku tuh emang ganteng?” Biru menaik turunkan alisnya, membuat Jingga segera meringis akan kepercayaan diri Biru yang dirasa terlalu tinggi.
“Dan pacar kamu juga nggak lebih ganteng dari aku.” Ucap Biru kemudian, Jingga langsung mengernyitkan kening tak mengerti.
“Pacar?” Tanya Jingga bingung. Pacar dari mana? Bahkan crush saja dia tidak punya. Tidak hanya itu, Jingga juga tidak pernah dekat dengan cowok kecuali Langit dan Ken yang terkadang mengintilnya. Itu pun mereka benar-benar dalam hubungan sebagai teman.
“Yes! Aku nggak jarang lihat kamu barengan terus sama dia. Tiap hari malah, yang selalu rangkul kamu itu lho.” Terang Biru. Terdengar sedikit ketidakrelaan dalam kalimatnya.
Jingga mengangguk-angguk mengerti, mulutnya membulat. “Ooh, dia.”
“Pacar kamu, kan? Yang di kantin tadi? Kelihatannya kalian dekat banget kayak jarum sama benang.” Tanya Biru terdengar mendesak, seolah ingin memastikan.
“Emang kalau cewek sama cowok deketan dan barengan terus, itu berarti mereka pacaran, ya?” Tanya Jingga. Biru bergeming, mencoba menyusun jawaban.
********
To be continued. . . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
❤ yüñdâ ❤
modus ingin tau tuh jingga udh punya pacar pa blm 🤔🤔🤔
2021-05-22
0
🌹Dina Yomaliana🌹
Biru mulai mengali informasi tentang Jingga nih🤭🤭🤭 hati2 kena rayuan maut pria tampan di sekolah Ji😂
2021-02-22
0
🌹Dina Yomaliana🌹
duh ketauan Biru kan🤭🤭🤭
2021-02-22
0