Note : Tanda BAB yang sudah di Revisi berjudul bahasa Inggris mengurut dari EP. 1
********
Jingga setengah berlari memasuki gerbang sekolahnya. Bagaimana tidak? Hari ini Jingga bangun kesiangan setelah tadi malam dia mendapat hukuman dari orang tuanya karena kabur dari pesta ulang tahunnya sendiri.
Hampir tiga jam Jingga berdiri angkat satu kaki dengan buku tebal di kepalanya sebagai hukuman, hal itulah yang membuatnya terlambat bangun. Gadis itu bahkan tidak sempat menyisir rambutnya pagi ini hingga penampilannya tampak sedikit awut-awutan.
Koridor kelas sudah tampak sepi, hampir seluruh siswa di sekolah bertaraf internasional itu sudah masuk kelas. Jingga dengan langkah besar tergesa-gesa menuju kelasnya. Dalam pikirannya saat ini adalah datang ke kelas sebelum guru yang akan memulai mata pelajaran pada jam pelajaran pertama datang, atau dia tidak akan diizinkan mengikuti kegiatan belajar mengajar kalau sampai terlambat.
Saking terburu-burunya, Jingga sampai tidak sengaja menabrak seorang siswa laki-laki yang datang dari arah berlawanan dengannya. Tabrakan yang terjadi di antara keduanya mengakibatkan setumpuk buku yang dibawa siswa laki-laki itu jatuh berserakkan.
“Ahh, maaf.” Jingga spontan meminta maaf atas kecerobohannya dan langsung berjongkok untuk membantu membereskan buku yang berserakkan tersebut.
Jingga merasa sangat bersalah karena dia benar-benar tidak memperhatikan sekitar dan hanya memikirkan agar bisa segera sampai ke kelasnya. Sementara siswa laki-laki yang Jingga tabrak hanya menampakkan ekspresi sedikit terkejut, dia tampak lebih tenang menanggapinya. Lantas tanpa mengatakan apapun, dia ikut berjongkok untuk ikut memunguti dan membereskan buku yang dibawanya.
Setelah selesai, sekali lagi Jingga meminta maaf, menunjukkan rasa penyesalannya dengan wajah yang teramat bersalah.
Siswa laki-laki itu hanya tersenyum simpul melihat Jingga yang sungguh-sungguh meminta maaf padanya. Melihat ketulusan Jingga, siswa laki-laki itu kemudian mengangguk pelan sebagai tanda jika dia menerima permintaan maaf Jingga.
“Makasih.” Ucap Jingga tidak enak hati, lalu segera beranjak setelah siswa laki-laki itu mempersilahkan Jingga untuk pergi.
Siswa laki-laki itu terdiam menatap kepergian Jingga yang keberadaannya mulai menjauh. Dia tersenyum simpul dan kembali melangkah untuk melanjutkan perjalanannya ke ruang guru.
Tapi baru saja satu langkah berjalan, siswa laki-laki itu malah tak sengaja menendang benda biru berbulu. Benda itu terlempar sedikit jauh dari tempat dia berdiri.
Siswa laki-laki itu lantas berjalan dan setengah berjongkok untuk mengambil benda berbulu itu yang ternyata adalah gantungan tas dengan karakter babi lucu berwarna biru tua. Dia kemudian teringat dengan tas gadis yang menabraknya tadi.
“It’s so cute.” Gumam siswa laki-laki itu tersenyum geli seraya memperhatikan gantunngan tas tersebut. “And her.” Lanjutnya, lalu berbalik menatap jauh ke arah Jingga yang sudah menghilang.
“Bi. . . .” Suara baritone tegas mengalihkan perhatian dan menuntutnya untuk menoleh ke arah sumber suara. Dia kemudian memutuskan untuk menyimpan gantungan tas tersebut di balik saku kemeja seragam dan menghampiri orang yang memanggilnya.
********
Jingga akhirnya sampai di kelasnya, dia bernapas lega saat mendapati suasana riuh di kelas, yang artinya guru jam pelajaran pertama belum masuk.
Suasana kelas Jingga terlalu ramai bahkan bisa mengalahkan riuhnya kelas anak PAUD. Ada saja hal kekanak-kanakkan yang dilakukan teman-teman Jingga di sana. Mulai dari yang sibuk berdandan, bergosip, kejar-kejaran, bernyanyi tidak jelas, bahkan bermain pesawat kertas. Benar-benar kekanak-kanakkan untuk ukuran anak kelas sebelas SMA.
Di sana Jingga langsung diserbu pertanyaan yang sama oleh teman-teman sekelasnya terkait dia dan Langit yang minggat dari pesta ulang tahun. Namun, Jingga tak menanggapinya dan malah berjalan santai ke arah kursi meja Laura, seoranng siswi yang selalu membawa peralatan make up untuk meminjam sisir.
“Kabur ke mana tadi malem, lo, Ji? Gak asyik banget, mau party-party lo sama si kunyuk malah ilang.” Tanya Laura seraya menyerahkan sisir berwarna merah mudanya pada Jingga.
“Ini nggak ada kutunya, kan?” Jingga malah menyelisik benda pipih bergigi itu, sedikit ragu untuk menggunakan di rambut cantiknya.
Laura memutar bola matanya malas. “Minjem aja banyak komentar. Sini kalau nggak mau pake.” Sewotnya sambil berusaha merebut sisirnya dari tangan Jingga, tapi tidak berhasil karena Jingga malah menjauhkan sisir tersebut dari jangkauan Laura, lalu membawanya ke kursi mejanya sendiri untuk menyisir di sana.
“Awas lecet, Ji. Gue jauh belinya dari Swiss.” Laura memperingatkan. Sementara Jingga hanya mengedik tak peduli dan mulai menyisir rambutnya.
“PR tuh ya dikerjain di rumah, bukan di sekolah.” Tegur Jingga pada Langit yang sejak kedatangannya terlihat begitu fokus pada buku catatannya. Cowok itu bahkan tidak menegur Jingga seperti biasanya.
“Gimana mau ngerjain di rumah, semaleman habis kena omel Pak Presiden gegara kabur.” Sahut Langit tanpa mengalihkan perhatian dari PR yang tengah berusaha diselesaikannya.
Jingga hanya membulatkan mulutnya membentuk huruf O mendengar itu sambil manggut-manggut. Sama seperti dirinya, Langit juga mendapat hukuman akibat ulah mereka tadi malam.
“Dan tahu, nggak?” Langit menyentak buku paket Fisikanya yang tebal itu ke meja kursi sehingga membuat Jingga sedikit berjengit kaget. “Papa ngambil black card aku.” Lanjutnya dengan raut wajah penuh keluhan.
Sementara Jingga kembali memasang ekspresi biasa, menganggap itu bukanlah hal yang tidak terlalu berat. “Yang penting bukan nyawa kamu aja yang diambil.” Sahutnya kemudian.
Langit yang mendengar itu otomatis mendengus kesal, karena tanpa kartu tersebut dia tidak bisa membeli apapun sepuasnya.
“Dan tanpa black card, aku susah hidup, Ji. That's my soul.” Sanggah Langit menggebu-gebu.
“And I don’t care.” Balas Jingga santai, membuat Langit kembali mendengus sebal.
“Ehem. . . .” Suara deheman keras keras seorang lelaki paruh baya dengan kumis tebal dan rambut klimis mengurungkan niat Langit yang hendak membalas ucapan Jingga. Tidak hanya itu, suara dehemannya juga seketika membungkam riuhnya kelas pagi itu.
********
“It’s time to have break.”
Mendengar bel tanda istirahat, semua siswa berhamburan dengan semangat keluar dari kelas. Waktu yang selalu mereka tunggu setelah beberapa jam melaksanakan *** yang cukup melelahkan otak.
“Kantin.” Ajak Langit seraya mengedikkan dagunya ke arah luar kelas.
“Enggak, ahh. Aku lagi bosan sama makanan kantin.” Sahut Jingga seraya merapihan buku dan memasukannya ke dalam tas.
“Terus, kita nggak makan?” Tanya Langit.
“Ya kita tetap makan. Tapi di taman belakang, aku udah bawa bekal buat kita.” Jawab Jingga sambil mengeluarkan dua buah kotak makan siang beserta susu kotak full cream. Mata bening Langit langsung berbinar senang dan langsung mengambil bagiannya.
“Sayang, kantin, yuk.” Seorang siswa laki-laki dengan gaya rambut The Dandy ala idola Korea tiba-tiba menghampiri Jingga seraya mengedipkan matanya menggoda. Ken, cowok ganteng, si Ketua OSIS yang sangat populer, namun petakilan. Heran saja warga sekolah memilihnya menjadi Ketua OSIS.
Ken sudah menyukai Jingga sejak awal masuk sekolah, hanya saja Jingga tidak pernah meladeninya, karena menurut Jingga Ken hanya becanda, terlebih sikap Ken yang terlalu centil dan ramah pada hampir semua siswa perempuan di sekolah ini. Ken juga selalu memanggil mereka dengan sebutan sayang.
Tapi meski demikian, Ken pantang menyerah dan selalu mengganggu Jingga setiap hari untuk mendapat perhatian gadis itu. Ken juga terkadang mengintil pada Jingga, meski selalu habis dimaki-maki Langit sahabatnya.
“Tuh mata kenapa? Cacingan?” Ken mendelik sebal mendengar ledekkan Langit.
“Yee, nih setan ganggu aja. Ayo, Ji.” Protes Ken, lalu tangannya terulur untuk meraih lengan Jingga. Namun, Langit yang selalu menjadi tameng untuk gadis itu dengan segera menepisnya.
“Haram, jangan sentuh.” Ucap Langit menyentak tangan Ken.
“Si setan, lo kira gue babi?” Protes Ken lagi.
“Emang nggak nyadar? Ngaca aja sana..” Sahut Langit dengan wajah penuh meledek, kemudian meraih pergelangan tangan Jingga untuk mengajaknya keluar dari kelas.
“Next time, Ken.” Ucap Jingga ikut memasang wajah meledek. Ken yang melihat Jingga dan Langit berlalu dari hadapannya hanya bisa mendengus kesal.
********
Jingga dan Langit duduk lesehan di bawah pohon Tabebuya di taman belakang sekolah yang tepat berhadapan dengan danau buatan sehingga membuat suasana di sana semakin sejuk dan asri.
Lantas tanpa banyak bicara karena waktu istirahat hanya sebentar, keduanya mulai membuka kotak makan siang yang Jingga bekal dari rumah.
“Enjoy your meal.” Ucap Jingga riang dan mulai bersiap untuk menyendok makanannya. Tapi tiba-tiba Langit menahan tangannya hingga membuat Jingga memasang wajah protes.
“Berdoa dulu.” Langit mengingatkan.
Jingga yang mendengar itu langsung nyengir kuda dan meletakkan sendoknya kembali ke dalam kotak makan siang. Mereka kemudian mengatupkan kedua tangan dan menutup mata masing-masing.
“Makanan ini punya aku, nggak boleh ada yang minta apalagi nyomot. Dan aku nggak akan minta atau nyomot makanan orang lain” Jingga mulai merapalkan doanya yang lebih terdengar seperti sebuah mantra.
“Kalau ada yang minta atau nyomot, dia nggak akan bisa berhenti makan sampai mirip induk babi.” Tambah Langit.
“Kami orang terpelajar.” Jingga dan Langit mengakhiri doanya bersamaan seraya mengusap wajah masing-masing. Keduanya lantas membuka mata dan mulai memakan makanannya.
Dan tak jauh dari tempat mereka, sepasang mata indah dengan bulu mata lentiknya memperhatikan sambil tersenyum, merasa gemas akan tingkah laku Jingga dan Langit.
“Bi, ngapain lo ngumpet di balik pohon? Ngintip?” Pemilik mata indah itu terkejut mendapati seseorang datang dan menepuk pundaknya.
********
To be continued. . . .
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
🍓🍓🍓🍓🍓
Mata indah bola pimpong 😜
2021-05-18
0
❤ yüñdâ ❤
seru thor 👍👍👍
2021-04-25
0
🌹Dina Yomaliana🌹
Bi kamu ngumpet terus sih?🤭🤭🤭
2021-02-17
0