Kejutan

Satu bulan berlalu. Tentang hubunganku dengan Daniel, semuanya baik-baik saja. Daniel mulai berubah. Dia menjadi lebih baik sekarang, dan aku juga sadar. Aku telah jatuh hati padanya. Daniel terlihat sangat manis, dia selalu menuruti semua keinginanku jika aku meminta sesuatu. Bahkan bunda dan kak Wildan sampai kenal betul akan Daniel. Dia selalu mengantar-jemput diriku saat sekolah. Dia juga sering mengantarku ke studio dan menungguku yang sedang latihan.

Disini, kesannya Daniel seperti bodyguard pribadiku.

"Kemana kak?" tanyaku saat Daniel berdiri dari duduknya.

"Tempat paling nyaman di sekolah ini."

"Rooftop?"

"Iya, ayo."

Aku berdiri mengikuti Daniel yang sudah keluar kelas duluan. Meski begitu, Daniel tetaplah Daniel. Dia akan tetap ketus dan bertindak seenaknya.

"Wirda, Daniel!"

Aku menatap kearah samping, tepatnya di persimpangan jalan aku melihat seseorang yang berlari kecil mengejar kami. Dia Ayla.

"Mau kemana?" Ayla tersenyum ceria kearahku.

"Ke---"

"Lo mau ikut?" tanya Daniel mendahului.

Ayla menggeleng, "Gue mau ke taman nyusulin Redgar."

"Cowok kayak gitu masih aja di pertahanin."

"Emangnya kenapa?"

"Gue gak suka."

Ayla diam, dia menatap tajam Daniel. Untuk pertama kalinya aku ada diantara mereka yang sedang berdebat. Biasanya, jika Ayla datang menghampiri Daniel, maka aku akan pergi. Tapi kali ini mungkin tidak, lagipula tanganku digenggam oleh Daniel. Seakan dia menegaskan jika aku tak boleh pergi.

"Kalo gue bilang, gue gak suka kalo lo sama Wirda gimana?" Ayla tersenyum miring menatap Daniel.

"Itu beda."

"Apanya yang beda?"

"Lo---"

"Udahlah. Gue males debat sama lo. Mending gue samperin pacar gue di taman."

"Eh, Wir. Lo jangan mau di PHPin sama Daniel. Mending tinggalin." Ujar Ayla yang berbisik padaku.

Setelahnya dia pergi meninggalkan aku dan Daniel yang masih bergeming di tempat. Sedangkan pikiranku sudah berkelana kemana-mana.

Benarkah Daniel hanya mempermainkanku? Apa dia hanya menganggapku sebagai pelariannya? Ahh, aku bingung. Pertanyaan seperti itu kerapkali datang menghampiriku. Bahkan aku memikirkan itu sejak kejadian di rooftop bulan lalu.

"Gak usah di pikirin." ucap Daniel.

"Nggak kok." elakku yang kemudian berjalan mendahului Daniel. Meski begitu Danielpun ikut berjalan menyamai langkahku.

"Gue tahu lo mikirin itu."

"Aku bingung."

"Gak usah bingung. Nanti malem mau jalan bareng gue, gak?" Daniel menatapku dari samping.

"Kemana?"

"Rahasia."

"Kalo aku gak mau?" aku memberhentikan langkahku dan menatap Daniel yang tersenyum miring kearahku.

"Gue paksa."

Sudah kuduga, Daniel tak akan semudah itu menerima penolakkan. Dia keras kepala dan selalu ingin menang sendiri.

...***...

Seperti ucapan Daniel tadi siang saat di sekolah. Kini ia sedang bersiap untuk menjemput Wirda. Ia memakai kemeja navy dan celana hitam malam ini. Dia sengaja memakai kemeja, karena hari ini ia akan membawa Wirda ke tempat yang spesial.

"Ma, Daniel pergi dulu." pamit Daniel yang mencium tangan sang ibu, lalu mengecup kening serta kedua pipinya.

"Kapan mau di kenalin ke mama?"

"Hah?" Daniel terdiam, ia nampak terkejut. Setahunya selama ini ia tak pernah menceritakan apapun pada mamanya.

"Gadis yang mau kamu ajak jalan."

Dania-mama Daniel menatap putra semata wayangnya itu dengan senyuman manis. Tadi siang tepat pulang sekolah, Ayla datang padanya dan mencari Daniel. Bukan tak apa, Ayla hanya beralasan mencari Daniel, padahal ia tahu jika Daniel mengantar Wirda pulang terlebih dahulu. Tujuan utamanya kesini adalah bertemu dengan Dania. Sejak awal Ayla yakin jika Daniel belum menceritakan apapun tentang Wirda pada mamanya.

Sejak dulu Ayla tahu jika Daniel memang lebih tertutup pada siapapun. Apalagi tentang gadis.

"Mama tahu dari mana?" Daniel dibuat panik oleh sang ibu.

"Tadi siang Ayla kesini. Terus dia cerita semuanya. Dia bilang kamu suka sama gadis itu."

"Hah? Eh,, Daniel pergi dulu, ma." Daniel langsung mengambil kunci mobilnya yang ada diatas meja. Namun saat ia akan pergi, tangan Dania mencekal pergelangan tangannya.

"Kamu boleh suka sama perempuan kok. Mama gak akan larang kamu buat pacaran. Tapi inget, jangan kelewat batas." ucap Dania yang langsung mendapat senyuman simpul dari Daniel.

"Iya, ma."

Daniel langsung melenggang melewati papanya yang baru saja memasuki rumah.

"Mau kemana kamu?" tanya sang papa.

"Jalan, pa. Kenapa? Mau ikut?" tanya Daniel yang membuat sang papa menggelengkan kepalanya.

Daniel kerapkali bersikap tak sopan pada sang papa. Ini bukanlah hal pertama bagi Daniel bersikap demikian pada orangtuanya. Tapi sudah terlalu sering. Bahkan papanya sudah angkat tangan dengan sikap anaknya yang tak bisa di kontrol. Bersikap sesukanya, dan tak pernah mau di kekang. Itulah Daniel.

Dia dengan mobilnya berangkat kerumah Wirda yang lumayan dekat dengan rumahnya. Rumah mereka searah jika ingin kesekolah. Hanya saja Wirda lebih dekat. Lagipula rumah mereka hanya di sekat oleh gedung-gedung yang menjulang tinggi di samping jalanan kota, juga rumah-rumah yang menjelaskan kalau mereka berbeda kompleks.

Daniel yang sedang menyetir itu mengalihkan pandangannya kearah handphonenya yang berdering. Sesekali ia melihat jalan agar tak menabrak sesuatu didepannya.

"Apa?" tanya Daniel langsung pada intinya.

"Lo dimana? Bisa ketemu sekarang? Penting."

"Gue udah ada janji sama cewek gue."

"Cewek? siapa?"

"Gak penting, nanti gue telpon balik kalo ada waktu."

Daniel langsung mematikan handphonenya dan menaruhnya di saku celananya. Tak lama dari itu, ia langsung memarkirkan mobilnya di depan rumah Wirda.

Dari dalam mobil, ia bisa melihat seorang gadis yang baru saja keluar bersama bunda serta kakaknya. Gadis itu menyalami tangan bunda dan kakaknya. Daniel tersenyum melihat itu, apalagi gadis itu berjalan kearahnya dan mengetuk kaca mobilnya.

Dengan cepat Daniel langsung menurunkan kaca mobilnya dan tersenyum simpul pada Wirda.

"Jangan malem-malem, ya pulangnya. Takut dimarahin bunda." ucap Wirda yang menaiki mobil Daniel dan memasang sabuk pengamannya.

"Lo udah bilang kalo jalan sama gue?"

"Udah."

Daniel langsung melajukan mobilnya menuju tempat tujuannya.

...***...

Daniel membawa Wirda menaiki lift, ia sengaja menutup mata Wirda dengan kain. Entah apa yang sedang Daniel siapkan, Wirdapun tak tahu.

"Kak, kok dingin ya?" tanya Wirda yang mulai mengusap tangannya agar sedikit hangat.

"Gue gak bawa jaket. Jadi gak bisa drama." celetuk Daniel yang langsung mendapat helaan dari Wirda.

"Kak Daniel bisa gak sih, serius dikit. Ini udah belum?"

"Udah,"

"Boleh di buka?"

"Apanya?"

"Ihh, kak Daniel!"

"Iya-iya," Daniel yang berdiri tepat di belakang Wirda, membuka ikatan kain yang menutupi mata gadis itu.

Dari jaraknya sekarang, Daniel bisa mencium wangi rambut Wirda yang membuatnya gemas sendiri. Dengan memakai dress selutut itu, Wirda nampak lebih cantik. Bahkan di poles oleh makeup sedikit saja Wirda cantiknya luar biasa bagi Daniel.

"Merem dulu," tutur Daniel yang mendapat helaan nafas pasrah dari Wirda.

Ia mengajak gadis itu ke tepi gedung. Lalu menyuruh Wirda membuka matanya perlahan. Pertama yang Wirda lihat saat membuka matanya adalah suasana kota di malam hari, lampu-lampu mobil, rumah serta gedung-gedung yang menjulang tinggi itu menghiasi suasana indah malam kota Jakarta.

Dia, Daniel. Mengajak Wirda ke sebuah rooftop gedung yang berketinggian hampir 40 lantai. Tak tanggung-tanggung lelaki itupun menyiapkan segalanya. Dimulai dari meja dan kursi yang sudah tertata rapi dengan makanan yang berada diatasnya, serta yang lebih menonjol bagi Wirda adalah viano. Entah apa yang akan Daniel lakukan, mungkin saja ia akan mengundang seorang pianis untuk memainkan viano disaat mereka makan nanti. Bisakah dikatakan bahwa ini kencan? Ahh, mustahil untuk Daniel melakukan semua ini. Tapi Wirdapun tak bisa mengelak, inilah kenyataannya. Daniel berubah 90%.

"Kita makan dulu," ajak Daniel yang menggenggam tangan Wirda dan memundurkan kursi untuk gadis itu duduk.

"Kakak Daniel yang nyiapin semua ini?" tanya Wirda masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Iya. Kebetulan ini kantor papa. Jadi gak usah khawatir kalo nanti kita di grebek."

"Kak Daniel..."

"Becanda,"

Wirda mendengus kesal atas kelakuan Daniel. Dalam sekejap lelaki itu berubah. Tak ada angin, tak ada hujan. Tapi dia berubah secara tiba-tiba. Dia yang dulunya selalu ketus, sekarang menjelma menjadi lembut. Ada apa dengan Daniel?

"Cepetan makannya, takut kemaleman."

"Iya, bawel." aku mengambil garpu dan sendok milikku, dan memakan makanan yang telah di siapkan.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!