Bagi sebagian siswa maupun siswi mungkin hari paling menyebalkan itu hari senin. Di pagi harinya semua siswa-siswi harus berjemur karena upacara bendera, apa lagi yang kelas pertamanya di isi oleh pelajaran matematika atau fisika. Itu yang paling menyebalkan, bukan?
"Wir, lo kemana aja sih? Lama banget, kita nungguin lo dari tadi." gerutu Agatha yang menatap kesal diriku.
"Maaf, tadikan aku abis pinjem buku di perpus."
"Dasar kutu buku."
"Gak papa, daripada kutu cinta."
"Emang ada, ya?" tanya Renata.
"Ada-adain ajalah."
Aku mengambil semangkuk mie ayam yang sudah Renata pesankan untukku tadi, beruntung aku punya teman seperti Renata dan Agatha, mereka baik juga perhatian.
"Wir, lo tadi di cariin sama kak Ayla." ujar Renata.
Aku menghentikan gerakkan makanku, aku kembali menaruh sendok dan garpu itu ke asalnya. Dan kini fokusku pada Renata yang terlihat serius.
"Siapa?"
"Kak Ayla."
"Iya aku juga udah dengar namanya Ayla. Tapi maksudnya kenapa nyariin? Emang kita udah pernah kenalan? Aku kan baru aja seminggu sekolah disini."
Aku kembali melanjutkan aktivitas makanku yang terhenti tadi, aku kira sepertinya ini tidak begitu serius.
"Dia kenal sama lo."
"Lah terus?"
"Lo gak punya masalahkan sama dia, Wir?" selidik Agatha yang menatap intens diriku. Itu membuatku risih.
"Apaan sih, nggaklah. Orang aku aja gak kenal."
"Yaudahlah, lupain aja." ucap Renata yang menyudahi.
Dan sekarang aku benar-benar makan dengan nikmat. Pelajaran fisika tadi membuat tenagaku terkuras habis, di tambah lagi dengan pak Ilan yang menyuruhku untuk mempelajari materi-materi penting di perpus tadi. Benar-benar sangat memusingkan hingga membuatku sangat lapar.
"Eh, Wir. Nanti sore jadikan?" tanya Renata yang langsung di angguki oleh Agatha.
Aku mengernyitkan dahiku tak tahu. Pasalnya mereka seringkali membuatku pusing dengan pertanyaan dan pernyataan anehnya itu.
"Kemana?"
"Lo gak baca pesan dari gue, ya?"
Aku hanya menggeleng lalu tanganku mengambil handphoneku di saku rokku, namun kenapa tidak ada? Aku kembali meronggah saku bajuku, dan lagi-lagi tak ada. Kemana perginya? Ah, ralat. Kemana hilangnya?
"Eh, kalian liat handphone aku gak?"
"Lah, bukannya tadi pas mau ke perpus lo bawa, ya?"
Perpus. Dengan gerakan cepat aku berdiri dari tempat dudukku, namun saat akan melangkah, langkahku justru tertahan oleh orang yang menghalangi jalanku.
"Handphone lo?" tanya laki-laki di depanku dengan mengacungkan handphoneku.
Senyumku merekah, cepat-cepat aku merenggutnya dengan kasar dari tangan laki-laki itu.
"Maka---" ucapanku terpotong, aku menatap intens laki-laki itu. Wajahnya sama. Mungkin laki-laki ini orang yang sama yang telah merusak biolaku malam itu.
"Apa lo liat-liat, suka? Gue tahu gue ganteng, tapi cewek kayak lo bukan tipe gue." ketus lelaki itu.
Wajahnya mungkin tampan, namun cara bicaranya sungguh menampar. Pedas dan ketus.
"Kamu yang malam itu nabrak aku, kan? Yang bikin biola aku patah." tuduhku dengan mengacungkan telunjukku kearahnya.
"Gak usah tunjuk-tunjuk, dasar pendek."
"Dasar cowok gak berperasaan."
"Lo cewek yang gak tahu sopan-santun, dasar pendek."
"Orang ketika salah itu minta maaf, bukannya nyolot."
"Gue gak salah, jadi buat apa gue minta maaf."
"Cowok songong, belagu kayak kamu itu gak pantes di hormatin ternyata."
"Lo---"
"Niel, udah ayo." ucap laki-laki di samping laki-laki ketus itu.
Tak lama kemudian merekapun pergi, pergi menghilang dari hadapanku. Aku kembali duduk dan menghela nafas kasar.
"Lo punya masalah sama dia, Wir?" tanya Agatha penasaran.
"Iya, dia rusakkin biola aku!" ucapku dengan nada tinggi.
"Wir, jangan ngegas. Tenang ya?" tenang Renata.
"Lo hebat, baru kali ini ada cewek yang seberani itu sama dia. Selain Ayla, gak ada lagi cewek yang deket sama dia."
"Aku gak deket sama dia."
"Tapi lo harus tahu. Daniel gak pernah baik sama cewek, apalagi nganterin handphone lo kayak tadi."
"Bodoamat."
"Tha, udah dong. Wirda lagi emosi." relai Renata yang membuat Agatha hanya memutar bola matanya malas.
Aku sendiri tak habis pikir, masih ada spesies laki-laki semacam itu ternyata, yang tak mau minta maaf meski dia yang salah. Sombong dan ketus, mungkin saja kebiasaannya adalah merendahkan orang lain dengan kata-katanya itu. Baru kali ini aku bertemu dengan lelaki macam itu, bahkan kak Wildan sendiripun tak pernah bersikap demikian pada wanita meski dia playboy. Dan siapa namanya tadi, Daniel?
"Wir, handphone lo bunyi." ucap Renata yang membuyarkan lamunanku.
Cepat-cepat aku melihat nama yang tertera di layar handphoneku, dan ternyata nama kak Wildanlah di sana. Baru saja aku memikirkannya, dia sudah menelpon duluan.
"Hallo, kak." sapaku.
"Pulang sekolah nanti, kita kerumah sakit."
"Tapi aku ada janji sama temen." aku melirik Agatha dan Renata silih bergantian.
"Tunda dulu aja, ini lebih penting Dah."
"Yaudah deh." putusku, dan dengan sepihak aku langsung mematikan sambungannya.
"Ren, Tha. Kayaknya nanti sore kita tunda dulu deh acaranya." pintaku dengan rasa tak enak.
Kak Wildan memang paling menyebalkan.
"Yah, Wir. Masa di tunda sih? Kita kan udah janji." kesal Agatha.
"Iya, tapi tadi kakak aku bilang kalo aku harus ke rumah sakit."
"Siapa yang sakit, Wir?" tanya Renata dengan penasaran.
"Manusia."
"Iya, manusianya siapa?"
"Kepo banget sih."
"Biarin."
"Iyain aja, biar cepet kan."
"Tapi besok jadi, kan?" tanya Agatha, kali ini nada suaranya tidak seperti tadi yang terdengar kesal.
"Iya."
"Yaudah, ke kelas yuk! Udah mau bel." ajak Renata dan langsung di angguki olehku dan Agatha.
Senang rasanya memiliki teman seperti mereka. Renata yang paling sabar dan dewasa, hingga Agatha yang paling emosional namun penyayang.
Jadi tak tega rasanya jika aku jujur sekarang tentang apa yang aku sembunyikan selama ini pada banyak orang.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Emma The@
mampir membawa like kak.mampir juga di Cinta CEO untuk Gadis Butik
2021-05-22
0
re
Siapa yang sakit
2021-05-20
2