Sakit

Hari demi hari berlalu, sudah empat hari aku tak masuk sekolah. Semua ini di sebabkan karena aku sakit. Dokter bilang jika penyakitku kambuh lagi, dan aku harus di rawat dirumah sakit ini. Jika boleh berprasangka, mungkin bukan hanya karena penyakitku, tapi juga oleh pertengkaranku dengan Daniel waktu itu. Andai aku tak emosi, mungkin aku tak akan menguras tenagaku.

Entah bagaimana aku bisa di sini, yang pasti bunda bilang jika aku pingsan di sekolah. Dan pak Ilanlah yang menemukan serta membawaku kesini. Pak Ilan adalah omku sebenarnya, dan itu sebabnya bunda menyuruhku untuk sekolah di SMA Cahaya Pelita.

"Ndah, ada temen kamu." ucap bunda di ambang pintu.

"Siapa, bun?"

"Renata sama Agatha."

"Yaudah suruh masuk aja."

Tak lama kemudian, aku melihat Renata dan Agatha memasuki ruang inapku. Tapi tunggu, siapa dua laki-laki yang berjalan di belakang mereka berdua?

Bukankah kedua lelaki itu yang selalu bersama Daniel?

"Hai Wir, gimana keadaan lo? Sorry ya, kemarin-kemarin kita gak sempet jenguk lo." ucap Renata yang kemudian duduk di kursi samping brankarku.

"Udah baikkan kok."

"Besok-besok kalo mau pingsan cari tempat yang sepi. Jangan di depan koridor kelas, malu-maluin aja, lo." ujar Agatha yang sedetik kemudian mendapat pukulan dari Renata.

Tapi tunggu, aku pingsan di depan koridor? Benarkah? Sungguh, aku tak tahu. Yang aku tahu hanya aku merasa pusing, setelah itu aku tak tahu apa-apa lagi. Dan saat aku bangun, aku sudah ada di sini.

"Emang aku pingsan di depan koridor?" tanyaku keheranan.

"Iya, pas udah berantem sama Daniel, lo malah pingsan."

"Ah, cowok ketus itu?" kataku lalu tatapanku beralih pada dua laki-laki yang berdiri di sampingku, "Kalian temennya dia, kan?"

"Hah? Eh, kita?" tanya salah satu dari mereka.

"Iya, temennya kak Daniel."

"Sorry, Albi emang kayak gitu orangnya. Maklum aja, kan kemarin-kemarin dia abis nyebarin gosip tentang lo sama Daniel. Jadi gugup kalo ketemu lo." jujur laki-laki yang aku sendiri belum tahu namanya.

"Lo apaan sih Ga, malu-maluin gue aja. Aib itu."

"Lah, gue kira lo udah lupa sama aib sendiri, sampe-sampe lo ngebeberin aib orang."

"Kampret."

"Heh, ini rumah sakit." relai Renata yang membuat kedua laki-laki itu terdiam seketika. Renata memang ajaib, dia mampu membuat orang terdiam dalam sewaktu-waktu.

"Oh iya, Wir. Gue Angga." sapa laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya yang langsung kusambut.

"Gak usah modus, langsung aja ke intinya." tegur laki-laki bernama Albi yang membuat Angga berdecak.

"Santai kali. Ini ada titipan buat lo." ucap Angga yang kemudian menyodorkan sebuket bunga lily putih kearahku.

Dengan sigap aku langsung mengambilnya, "Makasih kak."

"Lo gak mau tahu siapa yang ngasih?"

"Hah?"

"Ck, jangan di biasain lupa, baca note nya."

Aku mencari note di bagian sela-sela bunga itu, dan akhirnya aku menemukannya.

...📃📃📃...

Dear pendek.

...Gimana keadaan lo? Baikkan? Gue harap lo gak mati mendadak....

...Gara-gara lo, gue dimarahin sama sahabat gue karena udah bikin anak orang sakit. Padahalkan bukan gue yang bikin lo sakit, bener gak?...

...Lo tahukan arti bunga lily putih? Gue minta maaf. Kalo lo gak mau maafin juga gak apa-apa, gak rugi di gue juga....

...Cepet sembuh, nanti kalo lo sakit terus siapa yang berani berantem sama gue?...

^^^Daniel Carlent SP yang paling ganteng seSMA Cahaya Pelita.^^^

...📃📃📃...

Selebihnya, itulah isi note tadi.

Aku tersenyum simpul saat membacanya, dan kemudian aku menaruh bunga itu diatas nakas.

"Ciee, yang dapet titipan dari doi." ucap Renata yang berusaha menggodaku.

"Apaan sih, orang cuman ucapan biasa aja kok." elakku.

"Iya deh, percaya aja sama yang lagi PDKTan mah."

"Siapa juga yang PDKTan."

"Lo lah, masa gue."

"Sweety, kamu PDKTan lagi sama cowok lain?" tanya Albi dengan wajah yang terkejut.

Ehh, tunggu. Apa katanya? Sweety? Mereka pacaran?

"Nggaklah."

"Kalian pacaran?" tanyaku dengan wajah sedikit terkejut.

"Iya, sejak gue kelas 10." jawab Renata.

Oh, sekarang aku benar-benar tertinggal terlalu jauh. Apa karena empat hari lalu aku tak sekolah, itu sebabnya aku tertinggal informasi penting seperti ini.

"Agatha juga pacaran sama kak Angga." ujar Renata yang langsung di senggol oleh Agatha.

"Bener, Tha?"

"Eh, iya." ucapnya dengan nada yang seperti malu-malu.

"Selain itu, info apa lagi yang belum aku tahu?" tanyaku polos.

"Info tentang Daniel." jawab Angga yang mulai ikut menimbrung.

"Iya, kalo lo mau dapetin info tentang Daniel, mending datangnya ke gue deh." tungkas Albi.

"Aku rasa, aku gak butuh info tentang kak Daniel." jawabku ragu.

"Oh iya, ngomong-ngomong tentang Daniel. Gimana kalo nanti pas masuk sekolah, lo dianterin sama dia?" usul Renata yang langsung di angguki oleh yang lainnya.

"Nggak!"

"Lah, kenapa? Itung-itung dia tanggungjawab dong. Dia kan udah bikin lo ada di rumah sakit."

"Aku sakit bukan karena dia, Ren."

Bicara dengan Renata sebenarnya sama seperti bicara dengan Agatha, sama-sama susah. Tapi bedanya, Renata jauh lebih penyabar dari Agatha.

"Yaudahlah, gue gak maksa juga."

"Wir, kita pulang ya. Udah sore." ucap Angga yang di angguki oleh semuanya.

"Yaudahlah, hati-hati."

"Oh iya, senin lo sekolah, kan?" tanya Agatha memastikan.

"Iya."

"Bye Wirda." ujar Agatha yang kemudian berjalan menuju pintu, dan di sana bundapun sama akan masuk. Hingga akhirnya mereka berujung dengan mencium tangan bunda sambil berpamitan.

"Wir, kapan-kapan gue bikin gosip tentang lo, ya? Gak papa, kan?" tanya Albi yang masih ada disini. Nada suaranya seperti orang berbisik. Sangat pelan, mungkin takut di dengar orang lain.

"Hah? Maksudnya?"

"Lo tahu gak? Kemarinkan gue bikin gosip yang tentang lo berantem sama Daniel itu. Nah, ternyata lo jauh lebih menarik jadi trending topik di banding yang lainnya. Karena Daniel sama lo, gue jadi bikin orang pada penasaran sama hubungan kalian." jelasnya yang membuatku termangut-mangut.

"Tapi kan kak, gosip itu sama aja kayak gibah. Gak boleh dosa."

"Jadi sebenernya lo mau atau nggak?"

"Nggak, emangnya kalo aku ikutan, aku dapet apa coba? Yang ada cuman bikin aku kesel doang."

"Pahala, lo bisa dapet pahala."

"Nggak." tolakku lagi.

"Yaudahlah gue pamit."

Dan setelahnya dia pergi. Lagi-lagi tempat ini kembali sunyi. Hanya aku dan bunda yang kini duduk di sofa. Aku mengambil buket bunga lily yang diberikan oleh Daniel itu, dan mencium keharumannya. Seketika aku tersenyum simpul karena memikirkan isi note tadi.

Jika di pikir, Daniel itu lumayan lucu juga. Dia baik, namun tertutup oleh sikapnya yang arogan, ketus dan dingin itu.

Ah, mengapa aku menjadi memikirkannya? Aneh.

"Ciee, yang dapet bunga kok senyum-senyum sendiri. Dari siapa tuh." goda kak Wildan yang menaik turunkan alisnya.

"Apaan sih kak."

"Bunga dari siapa? Pacar kamu, yaaa?"

"Ih,,, bunda, kak Ndan nya usil tuh." aduku pada bunda. Dan bunda yang tadinya fokus mengupas buah-buahan langsung melirik pada kami.

"Kakaknya kok usilin adeknya terus sih." tegur bunda dengan lembutnya.

"Bukan Ndan, bun."

"Apaan? Orang kakak yang ngeselin." kesalku yang kemudian melemparkan pukulan kecil di lengannya.

"Sakit Dah. Makin hari, makin galak aja kayak bunda."

"Bunda, kak Ndan bilang bunda galak katanya."

"Eh, apaan sih dek."

Bunda yang melihat pertengkaran kecil kami hanya menggelengkan kepalanya. Sejak dulu aku dan kak Wildan lebih suka jika bertengkar, daripada damai, itu membuat kami kurang pas saat mengobrol. Menurutku, kebersamaan tanpa pertengkaran itu tidak mengasikkan.

"Kak Ndan nyebelin."

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!