Glenn Wijaya Liem
Johanes Hutomo
Setelah pulang dari kampus, Fatimah segera pulang ke Panti asuhan di mana ia sudah di besarkan disana. Ketika melewati lorong Panti, ia samar - samar mendengar isak tangis dari kamar Ibu asuhnya.
tokkkk
tokkkk
Fatimah memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Ibu asuhnya tersebut, tapi sudah beberapa kali di ketuk tapi tak ada sahutan dari dalam. Fatimah yang khawatir ia langsung memutar kenop pintu yang kebetulan tidak di kunci dan segera membukanya.
"Bun." panggil Fatimah ketika melihat wanita paruh baya itu sedang duduk di tepi ranjang.
"Kenapa Bunda menangis ?" tanya Fatimah lagi ia juga duduk di sebelah Ibu asuhnya yang bernama Ibu Sekar.
Ibu Sekar memandang Fatimah dengan sendu, biasanya selalu ada senyum yang mengembang di bibirnya tapi kali ini ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya.
"Bunda hanya khawatir pada adik - adik kamu, Bunda tidak rela jika mereka kembali ke jalanan lagi." ucap Ibu Sekar dengan raut wajah sedih.
"Itu tidak akan terjadi Bun, tuan Candra akan menolong Panti ini." sahut Fatimah mencoba memberikan harapan pada Ibu Pantinya itu.
"Benarkah Nak ?" tanya wanita paruh baya itu seakan tidak percaya.
"Iya Bun, tapi beliau minta satu syarat." ucap Fatimah lirih ia tidak yakin kalau Ibu asuhnya itu akan menyetujuinya.
"Apa itu Nak ?" Ibu Sekar menatap intens wajah gadis di sebelahnya itu.
"Beliau ingin meminang Fatimah." ucap Fatimah dengan ragu.
"Apa ?" Ibu Sekar nampak kaget dengan apa yang di katakan oleh anak asuhnya itu.
"Tidak Nak, Bunda tidak setuju." lanjut Bu Sekar, bagaimanapun ia sudah menganggap Fatimah seperti anak kandungnya sendiri. Ia tidak rela jika melihat Fatimah mengorbankan kebahagiaannya dengan menikahi laki - laki seumuran dengannya yang lebih pantas di panggil Ayah.
"Fatimah rela Bun, demi Panti juga demi adik - adik. Lagipula ini juga bentuk balas budi Fatimah karena tuan Candra sudah membiayai hidup Fatimah dari kecil hingga sekarang." Fatimah berusaha untuk tegar dengan tersenyum manis di hadapan Ibu asuhnya itu, meski ini adalah sebuah keputusan yang berat baginya ia akan ikhlas menjalankannya.
"Maafkan bunda ya Nak." Ibu Sekar memeluk Fatimah dengan erat.
"Tolong restui Fatimah Bun." di dalam dekapan Ibunya itu Fatimah nampak memohon restu.
"Ibu restui Nak." ucap Ibu Sekar dengan isak tangisnya.
Begitulah Fatimah sejak kecil ia tidak pernah menampakkan kesedihannya pada orang lain, ia selalu membingkai kesedihannya itu dengan sebuah senyuman. Ia hanya akan mengadu pada sang Robbnya tentang apa yang ia rasakan.
Beberapa hari kemudian
Pagi ini suasana Panti sedikit ramai, karena hari ini adalah hari pernikahan Fatimah dengan tuan Candra. Bukan sebuah pernikahan yang mewah tapi hanya prosesi ijab kabul dan syukuran kecil - kecilan.
"Kamu terlihat sangat cantik Nak." ucap Ibu Sekar ketika selesai merias Fatimah.
tokkk
tokkk
Terdengar ketukan pintu dari luar dan tak lama kemudian terlihat salah satu anak Panti tersebut masuk kedalam.
"Bunda, tuan Candra ingin bicara dengan bunda." ucap anak tersebut.
"Baiklah Nak, Bunda tinggal sebentar ya." ujar Ibu Sekar kemudian berlalu meninggalkan Fatimah seorang diri di kamarnya.
"Aku yakin ini sebuah keputusan yang tepat, Ya Robb ku pasrahkan hidup dan matiku hanya kepadamu." batin Fatimah nampak bulir air mata jatuh membasahi pipinya, tapi ia segera menghapusnya.
Tak lama kemudian Ibu Sekar masuk lagi kedalam kamar Fatimah dengan membawa nampan berisi sepotong kue dan segelas air putih
"Nak, sebentar lagi proses ijab kabul akan segera di mulai. Makanlah sedikit biar perut mu terisi !!" ujar Bu Sekar dengan menyuapkan kue di tangannya.
"Mungkin ini terakhir kalinya Bunda bisa menyuapimu, karena setelah ini kamu akan ikut dengan suamimu."ujar wanita setengah baya itu dengan berkaca - kaca ia merasa seakan - akan tidak akan pernah bertemu lagi dengan gadis di depannya itu.
"Fatimah akan sering - sering datang untuk menemui Bunda dan adik - adik di tempat yang baru nanti." ujar Fatimah dengan tersenyum manis hingga menampakkan kedua lesung pipitnya yang membuatnya semakin cantik.
"Minumlah Nak !!" Ibu Sekar mengulurkan segelas air putih setelah Fatimah menelan suapan kue terakhirnya.
Fatimah segera menghabiskan segelas air putih tersebut dan ia mulai bersiap untuk keluar dari kamarnya karena proses ijab kabulnya segera di mulai.
Ketika keluar dari kamar, Fatimah merasa kepalanya sedikit pusing. Mungkin ini pengaruh karena semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Fatimah yang di tuntun oleh Ibu Sekar berjalan menuju ruangan dimana tuan Candra, Penghulu dan para saksi sudah berada disana.
"Apa semua sudah siap ?" tanya Penghulu tersebut ketika akan memulai prosesinya.
Fatimah yang sudah duduk di sebelah tuan Candra, tiba - tiba ia merasa sangat pusing. Tetapi ia berusaha untuk menahannya agar tidak mengacaukan pernikahannya tersebut, semakin lama kepalanya terasa berputar - putar. Dalam keadaan setengah sadar ia mendengar samar - samar. Ketika calon suaminya itu mengucapkan kalimat ijab kabulnya, tapi belum selesai kalimat itu ia dengar dirinya sudah tak sadarkan diri.
🌷🌷🌷
Beberapa jam setelah itu Fatimah sudah sadar dari pingsannya, ia tampak mengerjapkan matanya. Ketika ia membuka matanya, orang yang pertama kali ia lihat adalah tuan Candra yang sudah duduk di kursi di samping ranjangnya.
"Nak, kamu sudah bangun ?" tanya Ibu Sekar yang berada disisih kanannya, sehingga membuat Fatimah mengalihkan pandangannya ke arahnya.
"Bunda, ada apa dengan Fatimah ?" tanya Fatimah balik.
"Tadi setelah proses ijab kabul, kamu langsung tak sadarkan diri Nak." sahut Ibu Sekar dengan raut wajah yang sulit di baca.
"Apa berarti aku sudah sah menjadi istrinya, tapi tadi aku belum selesai mendengar kalimat ijab kabul itu di ucapkan. Lalu aku merasa sangat pusing dan setelah itu aku sudah tak ingat apa - apa lagi." batin Fatimah dalam hati ia berusaha mengingat kejadian sebelum dirinya pingsan, ia masih belum yakin kalau sudah menikah.
"Bicaralah dengan suamimu Nak, Ibu tinggal dulu." ujar Ibu Sekar kemudian ia berlalu keluar dari kamar Fatimah.
"Maaf tuan, saya tidak sengaja pingsan saat acara tadi." ucap Fatimah dengan menyesal ia nampak menunduk.
"Tidak apa - apa yang penting semua sudah beres. Apa kamu baik - baik saja, apa perlu kita ke dokter ?" tanya tuan Candra dengan lembut.
"Sa - saya baik - baik saja, hanya sedikit pusing saja." ucap Fatimah.
"Bersiap - siaplah mulai hari ini kamu akan tinggal di rumah saya." ujar Tuan Candra dengan tegas tapi masih terdengar lembut, kemudian ia berlalu pergi meninggalkan Fatimah.
Fatimah duduk membeku diatas ranjang, ia masih tidak menyangka kini dirinya sudah menjadi seorang istri. Ia memikirkan bagaimana kehidupannya setelah tinggal bersama tuan Candra, apa keluarga suaminya itu akan menerima kehadirannya. Karena selama ini ia tidak tahu menahu bagaimana kehidupan suaminya itu.
"Ya Robb, selalu lindungi hambamu, dimanapun berada." do'a Fatimah dalam hati, kemudian ia beranjak dari ranjangnya dan segera mengemasi bajunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Okta Liska
yee suka sama visual Glenn kak..
Great warinton idolakuhhh😍
2024-10-13
0
Hani Ekawati
Jangan2 yg nikahin Fatimah anaknya pak Candra.😁
2024-10-09
0
Abie Mas
ada2 saja pingsan pas nikahan
2024-06-25
0