Kita tidak perlu sedarah untuk bersaudara, juga tak harus sama.
Cukup mau untuk mampu.
Mau menerima, memahami, dan mengerti lalu... berganti.
^^^-alivia sasa^^^
...----------------...
"Baik Nyonya," jawab Pak Ali menerima amplop berisi uang.
"Nyonya, jangan bawa Non Gisel ke panti.. Kasihan Non Gisel, Nyonya..." ucap Bi Sum kaget mendengar perintah Amira.
"Cepat Pak! Seret dia dan bawa barang-barang ini!" perintah Amira dengan nada keras.
"Ma.. Jangan usir Gisel.. Maafin Gisel" pinta Gisel sesenggukan.
Gisel sudah sangat lemas karena menangis seharian. Berbagai perasaan berkecamuk dalam hatinya. Ia sudah tak bisa berpikir lagi. Yang ia bisa lakukan saat ini hanyalah memohon ampunan dari sang Mama.
"Ini tas ranselnya bawa sekalian Pak" teriak Amira sambil melempar tas ransel yang ada di kursi panjang.
Pak Ali segera menarik tangan Gisel, tapi Gisel berusaha berontak.
"Ayo Non, nanti Nyonya tambah marah.." ucap Pak Ali memaksa Gisel keluar.
Setelah Pak Ali berhasil menarik Gisel dan memasukkan ke dalam mobil, Bi Sum membawakan tas ransel dan koper milik Gisel.
"Non, jaga diri baik-baik ya..." pesan Bi Sum sedih. Ingin rasanya ia ikut merawat Gisel. Tapi apa daya, dia hanyalah seorang pembantu. Tak kuasa melawan majikannya.
"Bi.. Tolong Gisel, Gisel nggak mau pergi..." jerit Gisel menangis kencang.
Mobil dikemudikan dengan cepat oleh Pak Ali menuju ke luar kota.
"Pak, Gisel mau dibawa ke mana? Tolong antarkan pulang, Pak" pinta Sella yang masih menangis tersedu-sedu.
"Sudahlah.. diamlah.. saya juga pusing mau cari ke mana panti yang jauh sesuai pesan Nyonya!" jawab Pak Ali kesal.
Malam ini harusnya aku bisa tidur enak karena Tuan lagi di rumah sakit. Eh malah disuruh pergi ke luar kota buang anak, batin Pak Ali kesal.
Gisel yang kelelahan menangis akhirnya tertidur di kursi belakang.
Ke mana ya aku bawa anak ini, batin Pak Ali.
Ditatapnya amplop coklat yang diberikan Amira, dilihatnya Gisel tertidur di belakang. Perlahan ia menepikan mobil di pinggir jalan. Dibukanya amplop tersebut dan diintip isi di dalamnya.
"Wah, banyak sekali uangnya. dari pada dikasih ke panti asuhan, mending buatku," pikir Ali.
Terbesit pikiran picik dalam benaknya. Ia kembali menyalakan mobil, melaju dengan cepat.
Saat memasuki wilayah Weleri, Pak Ali memperlambat kecepatan mobilnya.
"Daerah sini sepi sekali dan sangat jauh dari Jakarta," gumamnya.
Dibelokkannya mobil memasuki sebuah jalan yang tak terlalu lebar, hanya muat satu mobil. Setengah jam perjalanan dari jalan besar, Pak Ali mulai melihat lingkungan sekitar yang sepi sekali. Tak ada penerangan di sini. Jalannya juga masih tanah bebatuan. Perlahan, dipinggirkannya mobil yang dikendarainya lalu ia turun dari mobil. Ia membuka pintu belakang dan membangunkan Gisel.
"Non, bangun cepat," ucap Pak Ali.
"Kita di mana Pak?" tanya Gisel sambil mengusap matanya.
"Sudah Non jangan tanya-tanya, turun dulu, cepetan!" ucap Pak Ali tak sabaran sambil mengangkat koper dan tas ransel milik Gisel dan menaruhnya di pinggir jalan.
"Pak, tas Gisel kok dikeluarin?" tanya Gisel panik.
Apakah aku benar-benar akan dititipkan di panti asuhan... Ia melihat ke sekelilingnya. Gelap. Ia tak bisa melihat apa-apa. Satu yang ia tahu pasti, ini bukan rumahnya.
"Makanya cepat keluar," ucap Pak Ali sambil menarik tangan Gisel hingga Gisel keluar dari mobil.
"Non tunggu di sini dulu ya," ucap Ali berlari ke arah pintu kemudi tanpa menunggu jawaban Gisel.
Setelah menutup pintu mobil, Pak Ali menyalakan mobilnya, dan langung tancap gas meninggalkan Gisel sendirian di tepi jalan yang sepi.
"Pak! Pak.. Pak.. Pak Ali!" jerit Gissl memanggil Ali yang tentu saja tak akan terdengar.
Gisel sangat kebingungan dengan apa yang terjadi dengan dirinya. Ia sudah tak sanggup lagi mencerna apa yang terjadi. Air mata kembali membanjiri pipinya.
"Papa.. Gisel takut pa.. " rintih Gisel yang ketakutan, sambil bola matanya memutar melihat sekitarnya yang gelap dan sepi. Di sekitarnya hanya ada pepohonan. Ia menangis ditemani suara nyamuk-nyamuk yang mulai menghinggapinya.
Lama Gisel menangis meringkuk di tepi jalan, akhirnya diangkatnya tas ransel dan digeretnya tas koper miliknya masuk ke daam sebuah jalan kecil. Gisel berjalan sendiri dengan rasa dingin dan takut menyelimuti dirinya.
Entah berapa lama dia berjalan, ia tak tahu harus pergi ke mana. Haruskah ia mencari panti asuhan seperti yang diinginkan mamanya? Kenapa Pak Ali malah menurunkannya di jalanan sepi? Karena lelah, Sella mencari tempat untuk duduk beristirahat.
Kesedihan dan ketakutan kembali menggerogoti anak perempuan berusia 13 tahun itu. "Papa.. Tolong Gisella Pa" rintihnya berharap papanya dapat mendengar permohonannya.
"Gisel takut Pa ... tolong Gisel ..."
Gisel terus menangis ketakutan. Saat ini dia tak tahu dia ada di mana, harus berbuat apa, dan ke mana ia harus menuju.
"Nduk, kowe sopo? Kok subuh ngene ono ning kene?" tiba tiba Gisel mendengar suara seseorang menyapanya.
*Nak, kamu siapa? kok subuh-subuh gini ada di sini?
Gisel menatapnya, tetapi kembali menangis meringkuk ketakutan.
"Papa ... Gisella takut Pa ... Gisella takut ..." jeritnya.
"Nak.. Jangan takut, Emak ndak jahat, coba angkat wajahmu dan lihat Emak, Nak." Wanita itu kembali memanggil Gisel dengan suara yang lembut.
Gisel perlahan mengangkat wajahnya dan melihat seorang wanita seusia Bi Sum sedamg berjongkok di dekatnya.
"Di mana rumahmu? Kenapa kamu menangis di sini?"
Gisel cuma diam dan kembali menangis sesenggukan.
"Ikut Emak mau? Di sini dingin," ajak wanita tua itu menggapai tangan Gisel.
Sella hanya diam menatap wajah wanita itu tersenyum dengan hangat. Sebenarnya Gisel juga kedinginan, maka ia meraih tangan Emak dan mengikutinya.
Mereka berjalan kaki, sampai ke sebuah rumah papan.
"Ayo masuk, ini rumah Emak. Kamu bisa istirahat di dalam" ajaknya tersenyum.
Gisel mengamati rumah itu, semua dindingnya terbuat dari kayu, hanya ada sebuah meja kayu dan dua buah kursi di ruang tengah, dan ada dua kamar tidur di sana.
"Duduklah," ucap wanita itu yang berlalu masuk kedalam.
Di mana aku, batinnya sedih.
Tak lama, wanita tua itu keluar membawa nampan kecil.
"Minum teh ini dulu, biar badanmu hangat. Ini juga ada singkong rebus, kamu pasti laparkan?" tanya Emak sembari duduk di kursi kosong di depan Gisel.
Ragu-ragu, Gisel mengambil gelas itu dan meminum isinya.
"Terima kasih Mak," ucap Gisel lirih.
"Kenapa kamu ada di tepi ladang sendirian subuh-subuh begini, Nak?"
Gisel menunduk, diam. Ia juga tak tahu kenapa ia bisa ada di sana. Hal apa yang menimpa dirinya hingga jadi seperti ini?
"Jangan takut, Emak bukan orang jahat. Coba kamu ceritakan," pinta Emak dengan suara lembut.
"Gisel ditinggal oleh Pak Ali di pinggir jalan tadi ..." ucap Gisel kembali menangis sesenggukan.
"Siapa Pak Ali? Kenapa dia tega ninggalin anak kecil tengah pagi buta di tengah ladang ..." tanya Emak kaget.
"Mama ngusir Gisel, nyuruh Pak Ali bawa ke Panti Asuhan" jawab Gisel menangis lebih kencang, berusaha mengingat-ingat apa yang sebenarnya terjadi kepada dirinya.
"Ya Tuhan ... Ibu macam apa yang tega berbuat begitu..." gumam Emak bingung.
Didekatinya Gisel, dirangkulnya dalam pelukan.
"Sudah, sudah ... Cup cup, anak ayu* jangan menangis lagi, matamu sudah bengkak." Emak masih memeluk Gisel dan menepuk-nepuk punggungnya. Kasian men bocah iki...
*cantik
*kasihan sekali anak ini
"Kamu mau tinggal di sini sama Emak? jadi anak Emak?"
"Mama bilang Gisel anak pembawa sial ... makanya Gisel diusir dari rumah ..." jawab Gisel terus menangis pilu.
"Sudah.. Jangan menangis lagi, Emak disini tinggal sendirian, kamu bisa menemani Emak mulai sekarang."
"Siapa namamu? Kalau Emak namanya Karmila,panggil saja Mak Mila."
"Nama saya Gisella, Mak."
"Ya sudah, emak panggil kamu sekarang Ella saja ya, Ella kelas berapa?"
"Ella baru lulus SD, Mak."
Kemudian Ella meraih tas ranselnya dan mengeluarkan ijazah dan raport yang baru didapatkannya dari sekolah.
"Ini ... " ucap Ella menyodorkan ijazahnya ke Mak Mila.
Mila menerima dan melihat nilai-nilai ijazah dan rapor Ella dengan tersenyum.
"Wah Ella pintar sekali ya ... nilai Ella bagus bagus," puji Emak tersenyum. Tapi dalam hatinya, ia masih prihatin, ibu macam apa yang tega membuang anak pintar seperti ini..
"Makasih Mak" jawab Ella ikut tersenyum.
"Ayo bawa tasmu kekamar itu. Kita rapikan dalam lemari," ajak Mak Mila.
Sesampainya di kamar, Mak Mila mengeluarkan isi tas koper Ella dan merapikannya ke dalam lemari kayu yang sudah tua.
"Ini apa?" tanya Mak Mila melihat sebuah map. Ela hanya diam, tanda ia juga tak tahu.
Mak Mila membuka map tersebut, dilihatnya akte kelahiran Ella di sana beserta surat-surat lainnya. Kemudian Mak Mila memasukkan akte dan surat-surat Ella ke dalam lemari.
"Ella sekarang istirahat dulu ya, Emak mau ke ladang dulu memetik sayuran untuk dijual di pasar."
Ella cuma menganggukkan kepalanya, Mak Mila berjalan keluar meninggalkan Ella sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Wins Winarno
sprt aq dulu, anak kandung serasa anak tiri. tp Alhamdulillah skrng mending habis dah pny klrg semua
2023-06-13
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
pak Ali br3ngs3k ....
mudah2an kelakuannya nnti ketauan, dan dpt karma dari othor ...
#karenaothorpunyakuasa 🤭
2023-01-15
0
Nina Novita
nyesek bgt, ini hidung sampe mampet gra2 nangis baca ini novel
2022-12-24
0