Mereka yang berdiri setelah dihantam badai, tidak akan terusik oleh gerimis.
^^^-anonim^^^
...----------------...
"Buatku Lex? Tapi aku nggak bisa kasih apa apa ke kamu, aku nggak punya uang" jawab Gisel menundukkan kepalanya.
"Nggak papa, simpan ini baik baik-baik ya, kalung ini yang akan mengingatkan hubungan persahabatan kita," ucap Alex.
"Makasih ya Lex. Kamu disana hati-hati, belajar yang rajin ya" pesan Gisel.
Sepulang sekolah, Gisel termenung dikamar sambil mengamati kalung pemberian Alex.
Aku nggak punya apa-apa yang bisa diberikan ke Alex, batinnya sedih.
###
Pagi hari, Gisel sudah berpakaian rapi dan bercermin dalam kamarnya. Wajahnya sumringah mengingat janji papanya.
Dengan riang, Gisel memasuki ruang makan kemudian bergabung untuk sarapan seperti biasanya.
Setelah selesai makan Gisel mengingatkan janji papanya "Pa, nanti jadi ke sekolahan Gisel?"
Toni tersenyum menatap Gisel. "Pasti jadi dong Sayang, tunggu Papa ya."
"Makasih ya Pa!" Gisel memeluk papanya bahagia.
Sesampai di sekolah, Gisel menuju ke aula dengan hati riang. Di depan aula, Gisel melihat Alex diapit papa dan mamanya. Gisel berjalan perlahan ke arah mereka.
"Gisel," panggil Alex begitu melihat Gisel sudah berdiri di dekatnya.
"Pagi Om, pagi Tante" sapa Gisel sopan.
Papa dan mama Alex membalas sapaan Gisel
"Gisel datang sendirian? " tanya mama Alex.
"Nanti Papa nyusul, Tante. Ini ke kantor dulu katanya" jawab Gisel
"Permisi dulu ya Om, Tante, Gisel mau cari tempat duduk dulu," pamitnya, dijawab anggukan kedua orang tua Alex.
"Lex, gue kesana dulu ya" pamit Gisel, dijawab Alex dengan anggukan juga karena acara sudah dimulai.
Tak terasa, acara sudah hampir selesai, penghargaan untuk Gisel juga sudah diserahkan, tapi Toni, papanya, belum tampak juga.
"Papa kemana ya.. Nggak biasa papa ingkar janji," batinnya.
Gisel melangkah lesu keluar dari gedung sekolah, dan dilihatnya Bi Sum berlari tergopoh-gopoh berlari ke arahnya.
"Bi.. Bibi kok kemari? Ada apa?" tanya Gisel mulai cemas.
"Ayo Non, kita ke rumah sakit sekarang, Tu-tuan.. Tuan.. Non.." ucap Bi Sum terbata-bata.
"Papa kenapa, Bi?" tanya Gisel cemas.
"Anu.. Ayo cepat Non," Bik Sum menarik tangan Gisel menuju ke mobil.
Mobil segera meluncur dengan sangat cepat. Di dalam mobil, Gisel terus bertanya tanya.
"Bi, papa kenapa Bi?" tanya Gisel mulai menangis.
Bi Sum tak bisa menjawab dan hanya memeluk Gael dengan erat dan membelai rambutnya.
###
Tak lama, mereka sampai di rumah sakit. Bi Sum membawa Gisel ke ruang tunggu operasi.
Gisel melihat mamanya duduk lesu dengan mata sembab. Perlahan, Gisel mendekati mamanya.
"Ma, ini kenapa Ma?" tanya Gisel pelan dan takut seperti berbisik.
Amira mengangkat wajahnya dan begitu melihat Gisel, wajah lesunya berubah menjadi wajah penuh amarah. Ia langsung mendorong Gisel dengan keras hingga Gisel jatuh tersungkur di lantai yang dingin.
"Pergi! Pergi Kamu! Pergi kamu anak pembawa sial! Pergi dari sini" jerit Amira sambil memukuli tubuh Gisel.
"Ma... Apa salah Gisel.. Ampun Ma..." tangis Gisel yang terkejut mendapat perlakuan kasar dari mamanya.
"Pergi kamu! Pergi kamu dasar anak pembawa sial! Pergi! Aku tak mau melihat mukamu lagi! Pergi! Pergi!" Amira menjerit-jerit memukuli Gisel dengan membabi buta.
"Mama... Ampun Ma... Ampun...." tangis Gisel sambil meringkuk melindungi tubuh sintalnya.
Beberapa orang suster segera berlari menenangkan Amira dan meminta Bi Sum untuk membawa Gisel pergi dari ruang operasi karena takut mengganggu.
Bi Sum memapah Gisel menuju mobil, untuk kembali ke rumah.
###
"Bi, kenapa Bi..." tanya Gisel di dalam mobil. Ia masih menangis tak hentinya. Kebingungan, sakit, dan sedih.
"Sabar ya Non, Papa Non tadi lagi dioperasi... Tuan Toni tadi mengalami kecelakaan," jawab Bi Sum lembut
"Papa kecelakaan? Di mana Bik?" tanya Gisel takut, air matanya kembali membanjiri pipinya.
"Katanya Tuan habis beli boneka untuk hadiah Non Gisel. Pas nyebrang jalan ketabrak mobil. Itu yang disampaikan supirnya," jawab Bi Sum sedih.
"Papa... Papa... Maafin Gisel Pa..." teriak Gisel menangis meraung-raung. Jadi Papanya kecelakaan karena dirinya. Pantas saja Mama marah sekali dengan Gisel..
"Maafin Gisel, Pa… Maafin Gisel, Pa..." jerit nya lagi. Bi Sum hanya bisa menatap Gisel dengan iba.
"Sudah Non, ini bukan salah Non Gisel, ini musibah, cobaan dari Tuhan," hibur Bi Sum.
"Bi.. Gisel mau ke rumah sakit.. Gisel mau nemani papa di sana.. Gisel mau minta maaf, Bi.." ucap Gisel dengan linangan air mata.
"Jangan Non, nanti Nyonya marah lagi. Di rumah saja ya.." bujuk Bi Sum.
"Nggak, Bi. Nggak papa Mama marah. Gisel dipukul nggak papa asal Gisel bisa dekat sama Papa, Bi," ucap Gisel sesenggukan.
"Jangan Non, kita tunggu di rumah saja ya..." peluk Bi Sum erat.
"Gisel mau ke Papa, Bi," teriak Gisel berusaha membuka pintu mobil, tentu saja Bi Sum kaget dan berusaha keras mencegah Gisel.
"Non, sadar Non.. kita tunggu di rumah ya.." bujuk Bi Sum.
Gisel yang tak kuat mengalami kejadian ini, akhirnya pingsan di dalam mobil.
"Ya Allah! Pak kita ke klinik terdekat!" perintah Bi Sum begitu melihat Gisel terkulai tak bergerak.
###
Setengah jam kemudian Gisel membuka kelopak matanya, kepalanya masih terasa berat, mata memutar mencari Bi Sum.
"Bi.. Bi..." rintih Gisel berusaha untuk bangun dari ranjang kamar mandi.
"Non.. Non Gisel jangan bangun dulu, berbaring saja ya," pinta Bi Sum dengan raut cemas.
"Ini di mana Bi? Gisel mau ke tempat Papa," rengeknya kembali.
"Ini di klinik. Tadi Non tiba-tiba pingsan, jadi Bibi bawa Non kemari .." ucap Bi Sum sambil mengelus rambut Gisel dengan sayang.
"Bi.. bawa Gisel ke papa, Gisel mohon Bi" rengek Gisel dengan air mata berlinang.
"Non, kalau kita ke rumah sakit lagi, nanti Mama Non bisa ngamuk lagi. Papa Non jadi nggak bisa istirahat" ucap Bi Sum mencoba mencegah niat Gisel.
"Kenapa Mama benci sekali sama Gisel, Bi... apa salah Gisel, Bi? "
"Sudah, jangan dipikirkan lagi, besok pagi Bibi antar Non ke rumah sakit. Nanti kalau Non sudah kuat jalan, kita pulang ke rumah, ya."
Gisel terdiam mendengar ucapan Bi Sum kemudian menguatkan dirinya bangun dan memeluk Bi Sum sambil menangis.
Bi Sum menepuk nepuk punggung Gisel dengan lembut.
Kasihan sekali nasibmu Non... Walau Bibi tidak melahirkanmu, tapi Bibi yang merawatmu dari bayi merah. Sakit hati Bibi melihat semua penderitaanmu...
Setelah Bi Sum membayar biaya klinik, mereka segera meluncur pulang ke rumah.
"Non istirahat sana di kamar, Bibi siapkan makan dulu ya," ucap Bi Sum.
"Gisel rebahan di sofa saja ya Bi" ucap Gisel berjalan ke arah sofa panjang di depan TV..
Gisel merebahkan tubuhnya. "Pa.. Papa harus sembuh, Papa nggak boleh ninggalin Gisel karena yang Gisel punya cuma Papa..." Gisel bergumam dalam tidurnya.
Bi Sum datang membawakan susu hangat dan roti bakar.
"Non, bangun dulu.. Ini dihabiskan dulu, Non belum makan loh Non. Kalau Non sakit, besok kita nggak bisa besuk Papa ke rumah sakit," rayu Bi Sum.
Gisel menatap sendu ke arah Bi Sum, matanya sembab dengan linangan air mata. Ia langsung menghabiskan susu yang disiapkan Bi Sum. Meski ia tak nafsu makan, tetapi ia juga kelaparan.
"Kamu…! Ngapain kamu masih di sini?! Saya bilang pergi!" teriak Amira begitu melihat Gisel.
Gisel dan Bi Sum kaget melihat kedatangan Amira yang baru pulang.
"Ma.. Maafin Gisel.. Jangan usir Gisel" rengek Gisel kembali menangis.
"Pergi kamu! Memang kamu anak pembawa sial! Menyesal aku melahirkanmu!" bentak Amira marah.
"Nyonya sadar nyonya.. Gisel putri kandung Nyonya..." ucap Bi Sum berusaha menenangkan Amira. Sakit hatinya mendengar perkataan sang Nyonya.
"Aku nggak mau punya anak pembawa sial! Pergi sekarang juga! Aku nggak sudi melihat mukamu lagi!" bentak Amira.
Gisel mendekati Amira dan bersimpuh di kakinya.
"Ma, jangan usir Gisel.. Gisel nggak punya siapa siapa selain keluarga ini... Ma... maafkan Gisel Ma..." ratap Gisel meraung-raung memeluk kaki Amira.
Dengan kasar Amira melepaskan tangan Gisel dari kakinya. Dua kali Gisel dibuat jatuh tersungkur oleh mama kandungnya.
Amira pergi meninggalkan Gisel menaiki tangga menuju ke kamar Gisel. Dimasukkannya semua pakaian dan barang-barang milik Gisel ke dalam sebuah koper. Diseretnya turun koper tersebut ke bawah.
"Bi..! Panggil Pak Ali kemari cepat!" perintah Amira.
Dengan tergopoh-gopoh Bi Sum memanggil Pak Ali untuk masuk ke dalam rumah.
"Nyonya memanggil saya?" tanya Pak Ali begitu sudah di ruang keluarga.
"Ini amplop isinya uang! Bawa anak itu ke panti asuhan yang jauh dari sini! Serahkan uang ini ke pihak panti suruh mereka yang merawat anak pembawa sial itu! Bawa anak sialan itu pergi dari sini sekarang!" perintah Amira dipenuhi dengan amarah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
gustiiiiiiii .... ada yak mama kandung tapi kelakuan kek nenek lampir?
2023-01-15
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
hoalaaaa ... Gisel anak kandung toh? 😰
ini mah mama kandung rasa mama tiri ... lebih jahat pulak ... 😡😡
2023-01-15
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
mngkn Gisel bukan anak kandung Amira kalik yaaa ?? 🤔😏
2023-01-15
0