Terkadang aku menangis ketika ada teman yang menceritakan kebahagiaan suasana keluarganya. Mungkin aku iri.
^^^-anonim^^^
...----------------...
Gisel melangkah memasuki rumah mewah dan besar, tapi entah kenapa hatinya terasa hampa
"Siang, Ma," sapa Gisel begitu melihat mamanya sedang menonton TV.
Amira acuh tak menjawab sapaan putri bungsunya tersebut.
Gisel sudah terbiasa akan sikap mamanya yang tak pernah menganggap ada keberadaannya. Ia hanya bisa menghela nafas, kemudian melanjutkan langkah kakinya menuju ke kamarnya.
Di sana, Gisel menghempaskan tubuh gempalnya, setiap hari ia merenung.
Kenapa Mama begitu tak menyukaiku.. Apa salahku.. Apa karena aku jelek, makanya mama nggak menganggapku sebagai anaknya.. Apa aku memang bukan putri kandungnya...
Sambil bangun dan berdiri di depan cermin, ia menatap lurus kepada seorang anak perempuan dengan tubuh gemuk penuh lemak, dan pipi yang gembul.
Mungkin aku memang bukan putri kandung mama... aku berbeda sekali dengan kak Rendy yang tampan dan atletis, dan kak Sherly yang cantik dan imut, batin Gisel tambah sedih.
Tuhan, aku putri siapa... isak Gisel perlahan.
Tok tok tok
Terdengar suara pintu kamarnya diketuk dari luar.
Dengan langkah lesu Gisel membuka pintu kamarnya.
"Non, sudah ditunggu Nyonya sama Den Rendy makan siang," terdengar suara Bi Sumi dari depan kamar
"Iya, Bi. Bentar lagi Gisel turun, makasih ya," jawab Gisel yang segera mengganti seragam sekolahnya.
Di ruang makan, terlihat Mama yang tampak cantik dan anggun sedang menuangkan nasi dan lauk pauk ke piring Kak Rendy.
"Ayo Sel, makan," ajak Rendy begitu melihat Gisel sudah masuk ke ruangan tersebut.
Gisel langsung menarik kursi dan duduk di seberang mama dan kakaknya.
Perlahan, Gisel menyendokkan makanan ke dalam mulutnya. Sedangkan matanya masih melirik Mama yang terlihat sangat perhatian kepada Rendy.
"Sel, kata Mama, kamu pulang nggak bareng Sherly ya?" Rendy membuka pembicaraan.
"Iya Kak, Kak Sherly bilangnya mau mampir ke rumah Kak Vina dulu tadi."
"Kalau lagi makan jangan bicara, Gisel," tegur Amira.
"Maaf, Ma" Gisel menjawab sambil menunduk.
"Mama, kan cuma kita bertiga disini, santai aja kenapa sih," ucap Rendy sambil tersenyum menatap mamanya.
"Nanti jadi kebiasaan Ren, nggak baik buat Gisel," tangkis Amira.
Seusai makan, Mama bertanya kepada Rendy, "Ren kamu yakin mau kuliah di luar negeri?"
"Yakin dong Ma. Cuma belum tau di Universitas mana, karena hasil pengumumannya belum keluar."
"Mama nggak bisa ketemu kamu tiap hari lagi dong," ucap Amira sedih.
"Yah, Mama. Kan cuma 4 tahun. Kalau liburan, Rendy pasti balik kok," hibur Rendy.
"Kamu kalau di sana hati-hati jaga diri ya, Ren," pesan Amira dengan wajah khawatir
"Beres, Ma," jawab Rendy sambil memeluk mamanya.
Gisel menitikkan air mata melihat pertunjukan tersebut. Mamanya belum pernah sekalipun memeluknya seperti itu.
"Ayo ikut ke kamar Mama." Amira menggandeng tangan Rendy menuju kamarnya.
Tinggal Gisel sendiri di ruang makan yang sangat luas tersebut.
"Non, kok ngelamun sih?" tiba-tiba Bi Sum mengagetkannya.
"Eh Bibi, bikin Gisel kaget saja" jawab Gisel tertawa.
"Sudah makannya Non? Biar Bibi beresin ya," ucap Bi Sum.
"Sudah Bi, Gisel bantuin ya."
Gisel pun membawa piring kotor ke dalam, ditaruhnya piring piring tersebut di tempat cucian.
"Ngelamun lagi!" seru Bi Sum.
"Bi, kenapa Mama nggak pernah sayang sama Gisel, ya, kayak kalau Mama sayang ke Kak Rendy atau Kak Sherly.. Apa Gisel anak pungut ya?" tanya Gisel menatap sang bibik sedih.
"Hush jangan bicara sembarangan! Non itu anak kandung Nyonya Amira dan Tuan Toni. Bibi yang lihat sendiri kok waktu Non lahir di rumah sakit!" Bi Sum kaget dengan pertanyaan Gisel.
"Bibi nggak bohong kan?"
"Ya Gusti, tentu benar Non. Dari Non Gisel masih bayi merah bibi yang merawat, mandiin, ganti popok,pokoknya semuanya deh."
"Jadi waktu Gisel bayi, yang mengurus dan merawat Bibi?" tanya Gisel jadi sedih lagi. Kenapa bukan Mama yang merawat Gisel?
"Benar Non."
"Berarti Mama nggak suka dengan kelahiran Gisel ya, Bi?"
"Itu... itu.. Ah sudahlah Non, pokoknya Non itu anak kandung Tuan dan Nyonya. Jangan mikir yang aneh-aneh lagi ya, Non."
###
Di ruang makan yang mewah, perabotan-perabotan perak di pajang menyilaukan ruangan tersebut. Tampak satu orang anak dengan wajah murung sedang menyendokkan makanannya sambil mencuri-curi pandang ke arah mamanya yang sedang menyuapi kakak-kakaknya.
Ma, apa salah Gisel sebenarnya, batin Gisel.
"Ma, papa kapan pulang?" tanya Rendy
"Lusa Papa sudah pulang kok Ren" jawab Amira.
Begitu setiap saat keadaan di ruang makan bila Toni, Papa Gisel tidak di rumah.
"Ma, besok Gisel di kasih uang jajan ya" pinta Gisel
"Memang kemana uang jajanmu, bukannya Mama sudah berikan setiap minggu?" ucap Amira.
"Em, itu Ma," sahut Gisel sambil menatap Sherly dibalas dengan pelototan mengancam.
"Uang jajan sudah diberikan setiap Senin. Jadi tunggu hari Senin lagi baru dapat uang jajan," ucap Amira sambil berlalu meninggalkan meja makan diikuti Sherly.
Gisel cuma bisa menghela nafas mendengar jawaban Amira.
"Sel, tumben kamu kehabisan uang jajan?" tanya Rendy heran.
"Nggak habis kok uang jajan Gisel, cuma.. " Gisel tidak melanjutkan ucapannya cuma kembali menghela nafas kesal.
"Nih, pake uang Kakak ya, sudah jangan cemberut lagi, uangmu dirampas Sherly kan?" ujar Rendy yang sepertinya paham situasi Gisel.
Gisel cuma mengangguk kepalanya.
"Makasih Kak" ucap Gisel akhirnya bisa tersenyum.
Rendy menatap kasihan kepada adik bungsunya. Dia tahu sikap mama berbeda, tapi Rendy juga bingung harus bagaimana, kecuali ada Papa di rumah ini, maka suasana lebih baik karena Papa akan membela Gisel.
###
Gisel melangkahkan kakinya menuju ruang kelas dengan hati riang.
"Ndut.. Ndut.."
Gisel tahu ada yang memanggilnya, tapi cuek saja karena bukan namanya yang disebut.
"Gisel bomber, budek ya!" bentak Windy teman sekelas Gisel.
Windy menepuk pundak Gisel dengan keras.
"Aw!"pekik Gisel
"Apaan sih lo!" bentak Gisel menatap Windy.
"Lo budek ya Ndut, dipanggil dari tadi nggak jawab jawab," ucap Windy yang sudah berdiri didepan Gisel.
"Nama gue Gisel, bukan Bomber juga Ndut!" sahut Gisel kesal.
"Hahahaha… Lo,kan lo emang gendut wajar dong dipanggil Ndut atau Bomber. Kok marah!" ucap Windy masih tertawa.
"Dasar mulut soak!" gerutu Gisel meninggalkan Windy dengan kesal.
"Eh tunggu Ndut! Gue pinjem buku PR matematika lo!" ucap Windy.
"Enak aja, emang lo siapa minjem minjem, kerjain sana sendiri," sungut Gisel berlalu.
"Dasar gendut, jelek, belagu! Gajah bengkak lo!" teriak Windy kesal.
Alex melihat Gisel masuk dengan wajah ditekuk.
"Sel, pagi-pagi gini kenapa udah ketekuk aja itu muka?" tanya Alex.
"Auh Ah Gelap."
Gisel menyeret kakinya ke bangkunya diikuti Alex.
"Hmm.. Kalau ditekuk gitu cantiknya hilang lo Sel," goda Alex tersenyum.
"Ihh.. Apaan sih Lex, pagi-pagi sudah ngegombal aja," ucap Gisel akhirnya bisa tersenyum.
"Nah gitu dong, baru Gisel namanya" celoteh Alex senang melihat sahabatnya bisa tertawa lagi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...HAI!! Terima kasih buat para pembaca yang sudah mendukung saya agar tetap semangat melanjutkan cerita ini setiap harinya!!...
...Agar saya tetap semangat update, dukung saya terus dengan memberikan LIKE, dan VOTE sebanyak-banyaknya ya!!...
...Jangan lupa tinggalkan bintang lima...
...(⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️)...
...dan klik FAVORIT agar tak ketinggalan episode selanjutnya ya!!...
...Terima kasih.❤...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
good Giseelllll ... 👏👏👏👍👍👍
2023-01-15
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
harus nya Rendy cerita donk ke papa ....
gimana sikap mama kalo papa lagi gak ada ...
jangan cuma diem aja ..
2023-01-15
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
kek nya bi Sum tau sesuatu niiiy .... 🤔
2023-01-15
0