bagian 19

Setelah cukup lama aku berpelukan dengan Rian, tiba tiba Rian meminta untuk makan.

" Unda Ian lapel anget, " ucap Rian dan aku langsung melepaskan pelukanku. Oh ya aku lupa tadi kan aku niatnya buatin makanan untuk Rian, kira kira tadi aku taruh kemana ya? aku lupa, coba aku ingat ingat sekali lagi. Setelah sekitar empat menit aku mencoba mengingat ingat, oh ya kan aku taruh di meja dapur, aku harus mengambilnya kasian Rian, tapi nanti kalau ketemu sama mereka aku kan malu udah nangis nangis sama teriak teriak gak jelas. Kira kira apa ya solusinya eem, gimana kalau ngendap ngendap aja ya ngambilnya, kan itu solusi yang terbaik. Oke mari lakukan.

" Unda Ian lapel, " rengek Rian

" iya Rian, bunda akan ambilkan, " ucapku dengan sok tegas

setelah itu aku membuka pintu kamar dengan hati hati agar tidak ada orang yang mendengarnya. Oke mari kita atur strateginya terlebih dahulu sebelum beraksi, sebelum sampai di dapur aku harus melewati ruang tamu dan ruang makan pertama tama menyelinap dan pastikan gak ada orang yang liat, jika nanti ada yang liat langsung bersembunyi di pilar pilar yang ada di lantai atas. Setelah itu turun dari tangga hati hati dan saat berada di ruang tamu merangkak lewat belakang sofa, sesampainya di ruang nanti aku merangkak lewat di bawah meja dan sampailah di dapur, finis. Jadi intinya dalam misi ini agar tidak ketahuan orang. Aku pun memulai misiku dengan berjalan perlahan lahan menuju ke tangga dan sialnya ada suara orang berjalan dan dengan sigap aku bersembunyi di balik salah satu pilar yang ada di lantai atas sambil membungkam sendiri mulutku agar tidak bersuara sedikit pun. Dan beruntungnya dia tidak menyadari keberadaanku, saat dia melewati sekilas sepertinya orang itu mbok Surti, tapi ada urusan apa mbok Surti ke lantai atas? tingkahnya mencurigakan banget! dan sepertinya dia sedang menuju ke kamarnya Andrian. Aku mulai memikirkan hal hal liar, gak mungkin gak mungkin, mungkin saja mbok Surti di suruh Andrian untuk membersihkan kamarnya, kan bisa aja. Aku pun melanjutkan perjalananku yang sempat tertunda tadi. Dan sekarang aku melangkah pelan pelan di tangga sambil menengok kanan kiri untuk berjaga jaga kalau gak ada orang. Saat di ruang tamu aku mulai merangkak dan mengambil rute di belakang sofa, untuk sejauh ini bersyukur tidak ada orang yang tau.

" Dina! " ucap orang yang tidak tau itu siapa yang membuatku kaget dan spontan berdiri sambil sok sokan membersihkan sofa.

" ngapain kamu di bawah tadi? " ucap orang itu yang ternyata adalah Adi

" e e anu e e eh itu cuma liat sofanya ada yang cacat atau enggak, " ucapku terbata bata mencari alasan

" tumben sekali, " ucap Adi menyatukan alisnya tidak percaya

" iya eh ta takutnya di makan tikus, ya takut di makan tikus, " ucap terbata bata lagi

" di sini gak pernah ada tikus, " ucap Adi sambil melihat di penjuru ruangan

" tadi ada kok, " ucapku meyakinkan dia

" dimana biar aku cari, " ucap Adi

" di situ, " ucapku menunjuk ke arah bawah sofa dan Adi mulai mencari keberadaan tikus yang aku ada ada, aku menelan ludahku karena merasa gugup.

" gak ada ini? " ucap Adi setelah mengeceknya dan hasilnya nihil

" aah mungkin gue tadi salah liat, " ucapku yang tidak berani menatap matanya dan secara tiba tiba dia tertawa dengan kerasnya, sementara aku hanya melongo melihat tingkahnya yang sama sekali tidak aku pahami. Dan tidak lama setelah itu dia berhenti tertawa karena melihat ekspresi wajahku.

" Ekhem ekhem, sorry, " ucapnya salah tingkah dan setelah itu ekspresi wajah berubah total menjadi serius.

" Dif aku mau minta maaf soal tadi! " ucapnya yang membuatku bingung apa maksud kata maaf yang dia ucapkan itu.

" soal apa? sepertinya lo gak ada salah ke gue! " ucap serius

" soal tadi, aku sudah tau tentang Andrian jauh sebelum kamu menikah dan tidak memberitahukan ke kamu soal itu, maaf, " ucapnya merasa bersalah dan aku masih tidak paham apa yang dia maksudkan.

" Gue gak paham! " ucapku jujur sambil menggaruk garuk kepalaku yang tidak gatal.

" Sebenarnya Andrian pernikahan pernikahan kalian terjadi terjadi… " ucapnya sedikit gugup

" terjadi apa? " tanyaku penasaran

" terjadi terjadi, lupain aja, anggap saja aku gak bilang apa apa tadi, " ucap Adi dengan gelagat aneh yang patut di curigai.

" ya udah kalau gitu gue mau ke dapur ngambil makanannya Rian, " ucapku setelah mengingat tujuanku ke sini

" oh iya, " ucapnya dengan ekspresi wajah aneh, ada apa sih dengan dia dari tadi aneh banget? apa jangan jangan dia salah minum obat? coba aku pasti dulu! sebelum pergi ke dapur aku memegang dahi Adi untuk mengecek apakah panas atau tidak, setelah mengecek eh ternyata gak panas, tapi kok bicaranya ngelantur kayak gitu eh bukan ngelantur sih tepatnya! apa ya kata yang tepat untuk gambarin dia eem 'gak jelas banget' mungkin lebih tepatnya, apa mungkin otak kanan dan kirinya tidak seimbang jadi seperti ini? apa perlu di bawah ke dokter saraf? Sementara dia hanya menatapku.

" Kenapa? " ucapnya yang terheran heran melihat tingkah lakuku

" ayo ikut aku! " ucapku menggandeng tangannya dan dia hanya diam saja

" kemana? "

" ke dokter saraf, jangan kawatir aku kok yang bayar! " ucapku meyakinkan dia agar mau ikut bersamaku

" nggak, apa apaan sih kamu! " ucapnya marah dan bersamaan dengan melepaskan gandeng tanganku. Kenapa dia marah? padahal aku sebagai teman menginginkan yang terbaik untuk dia, lihat kan tambah aneh!

" Maaf, aku gak papa Difa, " ucapnya dengan suara lembut. Oh ternyata dia gak papa! aku kirain ada masalah pada otaknya? ya wajarlah aku curiga, Adi yang aku kenal bukan seperti ini, dia selalu tampil keren dan berwibawa trus tiba tiba sikapnya kayak gitu, orang mana yang gak curiga?

" Syukurlah kalau lo baik baik saja! " ucapku yang kemudian pergi ke dapur dan saat aku kembali, aku melihat Adi masih setia berada di tempatnya dengan ekspresi bengong, yang membuatku terheran heran, aku pun mendekat ke dia dan menepuk pundaknya dan membuatnya kaget.

" Lo gak papa kan Adi? apa Lo sedang banyak pikiran? " tanyaku kawatir

" gak kok Difa, " ucapnya yang kemudian pergi meninggalkan aku begitu aja seperti orang bingung, alah ya udah mungkin dia gak mau cerita, aku pun bergegas naik ke lantai atas, karena Rian sudah menungguku lama. Dan saat aku membuka pintu kamar Rian, aku melihat Rian tertidur sambil memegang mainannya. Apa mungkin dia laper banget dan nunggu bundanya yang gak kunjung datang, sampai ketiduran kayak gini! maafin bunda Rian! aku menggendong tubuh Rian yang berat ke tempat tidurnya dengan perlahan lahan agar Rian tidak terbangun dari tidurnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!