bagian 2

tiga tahun kemudian

" Rian, Rian," ucapku memagil anakku

" iya unda ian kecana," ucap Rian dengan nada khas anak kecil

" sini sayang, tempat tidurnya udah dibersihkan," ucapku dengan menggendong putra kecilku itu

" uda unda," ucap Rian dengan menunjukan gigi kecilnya

" anak bunda pinter," ucapku dengan mencubit pipi chubby nya

" epas unda akit," ucap Rian dengan memegangi pipinya setelah aku liepas dari cubitan ku

hehe " maaf"

" sekarang kamu bunda mandiin, setelah itu kita berangkat sekolah deh"

" dak mau unda Ian udah besar, Ian mau andi sendili," ucap Rian turun dari gendon ku

" jangan lari lari Rian nanti kepleset," ucapku yang memilihat Rian berlari masuk ke kamar mandi.

Tiga tahun lalu setelah pertengkaran ku dengan Reta didepan kantor polisi akhirnya kami memutuskan untuk berbelanja pelengkapan bayi. Sebulanan kemudian orang tuaku datang berkunjung ke kost. ya walaupun mereka sempat syok karena, ada seorang bayi di kost ku dan mengira bahwa itu anakku. Aku menjelaskan secara perlahan kepada orang tua bahwa aku menemukannya di tempat pembuangan sampah dan berniat untuk membesarkannya. Walaupun sih awalnya orang tuaku menentukan keras keputusan yang katanya bahwa membesarkan anak merupakan bukan hal yang mudah, itu membutuhkan banyak biaya, bagaimana dengan omongan orang, bagaimana dengan masa depanmu nanti siapa yang mau menikah dengan kamu Difa. Aku mengerti jika mereka mencemaskan ku tapi aku juga kasian pada anak ini. Jadi aku membujuk orang tua, ya walaupun sulit sih dan memakan banyak waktu tapi, labat laung orang tua menerima bayi itu sebagai cucunya.

" Rian sudah selesai mandinya nak, bunda sudah menyiapkan seragam buat Rian"

" iya unda Ian udah celecai," ucap Rian keluar dari kamar mandi yang ku sambut dengan handuk ditangaku

Dia Rian bayi yang aku dan Reta temukan di tempat pembuangan sampah yang sekarang tumbuh menjadi anak yang berusia tiga tahun. Rian tumbuh menjadi anak yang manis dan lucu dengan pipi chubby nya. Membesarkan Rian bukan hal yang mudah. Dengan perekonomian ku yang buruk dan statusku sebagai mahasiswa yang membuatku harus meninggalkan Rian untuk ke kampus dan bekerja untunglah pada saat itu ada ibu kost yang mau mengurus Rian tanpa diberi imbalan. Aku sangat berterima kasih kepadanya. walaupun sih Rian anak yang jarang menangis untuk anak seusianya, aku juga merasa bingung dengan keadaan itu. Aku takut Rian tunawicara tapi, kata ibu kost itu adalah hal yang wajar.

" Ayo Rian kita berangkat," ucapku dengan menggandeng tangan Rian

" ayo unda," ucap Rian dengan semangat.

Aku membuka kenop pintu apartemenku dan menuju lift ke lobby apartemen.

Inilah tempat aku dan Rian tinggal di apartemen kecil, hasil dari tabunganku selama dua tahun. Kami tinggal disini sudah selama satu tahun setelah aku wisuda. Terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi dan satu ruangan tamu plus dapur. Di kamar Rian ada banyak sekali mainan anak anak karena, setiap gajian aku selalu membawakan mainan baru untuk Rian. Aku dan Rian tidak tinggal sekamar karena, aku ingin mengajarkan Rian untuk hidup mandiri. Menjadikan Rian menjadi anak yang biasa hidup sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain.

Setelah sampai lobby kami menuju tempat parkiran apartemen.

" unda, unda itu montol kita unda," ucap Rian menunjuk sepeda motor metik kami.

" iya Rian, ayo kita kesana!"

" Rian ini pakai helmnya," ucapku memakaikan helm Rian.

" ayo berangkat," ucapku dengan semangat dengan menyalakan mesin sepeda motor

" belangkat," ucap Rian dengan mengangkat kedua tangannya

Kami mengendarai motor menyusuri jalan kota menuju sekolahnya Rian.

" Rian kita sudah sampai," ucapku menurunkan Rian dari sepeda motor dan melepaskan helm Rian

" Rian bunda antarakan Rian sampai kedepan kelas ya," ucapku turun dari sepeda motor dan berjongkok menyamakan tinggi badan Rian

" dak uca unda Ian bica cendili," ucap Rian dengan mencium tanganku dan kedua pipiku

" campai jumpa unda," ucap Rian berlari dan melambaikan tangan kepadaku.Setelah melihat Rian masuk ke kelasnya aku menancapkan gas dan pergi dari sekolah Rian menuju tempat kerjaku.

Rian sekolah di paud Harapan Bunda yang sedikit tidak jauh dari tempat aku bekerja hanya memerlukan waktu dua puluh menit untuk sampai ke tempat kerjaku. Aku bekerja di salah satu restoran terbesar di kota ini. Aku berkerja disini sudah sekitar empat bulan. Aku disini bekerja sebagai pelayan. Walaupun hanya menjadi pelayan sih, waktu itu hanya tempat ini yang menyediakan lowongan pekerjaan. Sementara pada saat itu aku sangat membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhanku dan Rian setelah di-PHK dari kantor tempatku bekerja.

" Difa kamu sudah sampai?" ucap mbak Tami yang merupakan senior tempatku bekerja

" iya mbak, baru saja sampai"

" setelah ganti baju, kamu lap meja dan kaca ya"

" iya mbak"

Dia mbak Tami orang yang bertanggung jawab atas restoran ini. Menurutku orangnya baik tapi, menurut karyawan yang lain dia orang ketus dan menjengkelkan. Tapi menurutku mbak Tami ketus dan menjengkelkan karena, mereka tidak memahami dia. Kalau dipahami orangnya baik kok.

Jam setengah delapan restoran kami buka. Pada hari Senin seperti sekarang restoran ini ramai karena, banyak pekerjaan kantor yang datang ketempat ini untuk sarapan. Bukan hari kerja saja, bahkan dihari Sabtu dan Minggu juga. Tempat yang strategis membuat restoran ini selalu ramai.

Setelah pengunjung mulai berkurang aku dan karyawan lain mengepel lantai dan membersihkan meja sisa sisa dari pengunjung. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang, ini adalah waktunya aku menjemput Rian dari sekolahnya.

" maaf mbak saya mau izin jemput Rian sekolah," ucapku ke mbak Tami

" iya, iya Difa pergi aja, ngapain pake izin segala sih, terlalu formal deh kamu," ucap mbak Tami

" mau jemput Rian ya mbak ?" ucap Tina salah satu karyawan restoran. Dia Tina usia sembilan belas tahun dan baru saja lulus SMA. Dia pernah aku tanya kenapa kok gak lanjut kuliah? katanya sih gak punya modal dan harus membiayai orang tua dan adiknya sekolah dikampung.

" Iya Tin"

" Rian nya dibawah kesini ya mbak," ucap karyawan lain yang ku jawab dengan acungan jempol.

Setiap pulang sekolah aku selalu membawa Rian ke restoran karena, di apartemen gak ada orang dan takutnya ada apa lagi jadi ya ku ajak ke restoran dan kalau dibawa ketempat penitipan kan gak punya uang. Tapi aku sudah izin ke bos ku katanya gak papa asal gak karyawan lain yang lagi bertugas. Rian disini selalu bermain dengan karyawan lain jika restoran lagi sepi dan kalau ramai ya dia duduk di salah satu bangku restoran yang kosong mengeluarkan buku yang tadi dipelajari disekolah nya. Rian anak yang suka belajar dan kritis dalam menjawab pertanyaan. Walaupun sih usianya baru tiga tahun tapi dia sudah bisa membaca bahkan bisa mengerjakan PR anak anak tetangga yang berumur delapan tahun. Jika ada hal aneh atau tidak ia mengerti disekitarnya ia selalu menanyakan kepadaku

Aku berjalan menuju tempat parkir karyawan.

" Difa"

kayak ada yang manggil aku ya tapi, siapa? perasaan gak ada orang. Apa jangan-jangan dedemit lagi eh tapi mana ada dedemit siang siang bolong kek gini.

" Difa"

" eh bapak kirain siapa pak," kirain dedemit tapi kalau dedemit wajahnya tampan kayak bapak ya gak ada yang lari pak malah nempel

" kamu mau jemput Rian?"

" iya pak"

" biar saya antar ya?"

" gak usah pak, terimakasih nanti ngerepotin bapak"

" gak papa kok, saya gak merasa direpotkan"

" iya udah kalau begitu pak"

" kalau begitu ayo mobil saya di sana," ucap pak Rehan menunjuk mobil mewahnya

Dia pak Rehan pemilik restoran tempat aku bekerja. Dia juga pengacara hebat katanya sih restoran ini warisan dari kakeknya. Pak Rehan orangnya baik, ramah dan juga tampan paket plus untuk calon suami idaman. Jika aku memerlukan uang dia yang selalu meminjamkan uangnya kepadaku dan juga selalu ada jika aku membutuhkan bantuan. Selain itu Rian juga sangat akrab dengannya.

" Kita sudah sampai"

" eh iya pak," ucapku turun dari mobilnya pak Rehan

" unda," ucap Rian berlari menghampiriku

" gimana tadi sekolahnya?"ucapku jongkok menyamakan tinggi badan Rian

" celu unda, eh ada om Lehan," ucap Rian saat melihat pak Rehan keluar dari mobilnya

" halo jagoan, tadi jagoannya om gak nakal kan disekolah," ucap pak Rehan menggendong Rian

" dak la om Ian kan anaknya baik"

" anak pintar"

" suaminya ya mbak?" ucap salah satu ibu ibu yang jemput anaknya

" eh"

" pantesan ya Rian pintar dan Tampan kayaknya nurun bapaknya ya"

emang saya sejelek itu ya bu sampai gak pantes punya anak kayak Rian tapi, kalau dipikir-pikir emang betul sih wajahku emang pas pasan tapi masih enak kok dipandang.

" Difa"

" eh iya"

" itulah mbak udah dipanggil sama suaminya"

" eh iya buk," ucapku menuju ke mobilnya pak Rehan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!