bagian 17

Sesampainya di kafe, Reta menceritakan kisah hidupnya yang miris yang harus tinggal satu atap dengan salah satu mantan kekasih yang membuatnya sulit muv on, ets tunggu dulu dalam arti tinggal bersama disini itu bukan tinggal sebagai pasangan, tapi tinggal sebagai saudara ipar, sungguh ironis sekali. Katanya dia sih baru tau kemaren malam sepulang dari pernikahanku saat mantannya itu mengantarkan adiknya dan ketemu sama dia saat berada di depan rumahnya, yang membuat mereka berdua seketika kaget. Dan pastinya yang paling kaget itu si Reta karena melihat orang yang masih dia cintai bergandengan tangan bersama adiknya. Sesaat membuatnya tidak percaya dengan yang dikatakan adiknya saat mengenalkan calon suaminya, tapi adiknya bersikeras meyakinkannya dan akhirnya bisa membuatnya percaya. Kemudian dia pergi begitu aja tanpa mengucapkan sepatah kata meninggalkan mereka dengan kesedihannya yang mendalam.

" Gimana nasib gue Difa! " ucapnya frustrasi

" ya gak gimana gimana, " ucapku dengan entengnya dan kemudian meminum minumanku

" jangan becanda dong Dif! gue serius ini, "ucapnya semakin frustrasi setelah mendengar ucapanku

" terus mau gimana lagi Reta? toh lo juga gak akan tinggal selamanya sama mereka, setelah nikah mereka pasti tinggal di rumahnya sendiri, paling paling lo ketemunya waktu mereka berkunjung, " ucapku sok menasehati padahal kalau aku jadi dia pasti juga gak bisa liat orang yang kita sama orang lain apalagi sama adik sendiri, kemudian dia manggilnya kakak ipar ngebayangin aja udah geli sendiri.

" Tetap aja Difa hiks hiks hiks gue gak bisa! " ucapnya sambil terisak

" terus kamu maunya gimana? " ucapku serius, sejujurnya sih aku kasih ngeliat dia seperti ini, segitu frustasinya sampai menangis seperti itu.

" Gue hiks hiks hiks gue mau menjauh dulu dari mereka hiks hiks hiks sampai aku bisa menenangkan hatiku, " ucapnya semakin terisak, aku pun menenangkan dia dengan mengusap bahunya.

" Rencananya lo mau tinggal dimana? " ucapku yang membuatnya menangis semakin kencang, aku bingung apa yang harus aku lakukan, apalagi malu dilihat orang orang disekitar. Nanti kirain aku ngapa ngapain dia, apa aku tawarin aja ya? tinggal di apartemenku, lagi pula gak ada yang nempatin.

" Ya udah lo bisa tinggal di apartemen gue, " ucapku sambil menggenggam kedua tangannya memberikan semangat.

" beneran? " ucapnya antusias setelah berhenti dari tangisannya. Aku jadi ragu kalau tadi tangisannya itu palsu supaya aku iba sama dia dan memberikan izin untuk apartemen, dia kan tau kalau apartemenku nganggur.

" Tapi ya harus bayar sewa, " ucapku yang membuatnya kembali menangis dengan kencangnya, sudah aku duga semuanya ini modus dia, ya dengan terpaksa aku meniadakan bayar sewa.

" ya udah gak jadi, " ucapku malas dan seketika membuatnya berhenti dari tangisannya, yang bikin aku kesal setelah itu dia malah cengengesan.

" Lo memang temanku yang terbaik! " pekiknya senang sampai sampai reflek ingin memelukku dan langsung aku hentikan, karena telponku berdering. Di layar telponku terpampang nomer tanpa nama. Aku angkat apa enggak ya? angkat aja deh, kalau ternyata itu penipuan gimana? Dan akhirnya aku memutuskan untuk membiarkannya saja.

" Kenapa gak lo angkat tuh telpon? " tanya Reta

" gak papa, gue penasaran lo tadi itu beneran nangisnya? " ucapku penasaran

" ya ya lah beneran cuma yang terakhir itu drama, " ucapnya jujur dengan cengengesan

" heh! " sorakku

dan telponku kembali berdering daripada berisik.

" Halo, " ucapku ragu ragu

" kenapa saya telpon gak anda angkat! aku mau menjemput anda, sekarang anda dimana? " ucap orang yang ada di telpon, siapa sih orang ini? gak kenal marah marah terus nanya lokasi lagi.

" maaf ini siapa ya? dari perusahaan mana? "ucapku formal

" saya Andrian, " ucapnya.

Apa Andrian, jadi ini Andrian! oh ya aku baru ingat, aku kan belum menyimpan nomernya si Andrian. Kenapa aku gak ngenalin suaranya sih, gimana nih tanggapan dia? tapi kan gak semuanya salahku, ini juga salahnya dia! ngapain dia bicaranya se formal itu, ya aku kira tadi telpon dari perusahaan dan aku di terima berkerja disana. Tapi aku kan gak pernah ngelamar kerja,jadi apa alasanku nanti, ya udah lah dia gak mungkin menanyakannya.

" Halo, halo, Difa, Difa, anda masih disana kan? " tanyanya

" eh iya, " ucapku tersadar dari lamunanku

" anda sekarang dimana? " tanyanya sekali lagi

" salah satu kafe yang berada di dekat pusat kota, " ucapku tidak menjelaskan lokasinya secara ditail

" oke, " ucapnya kemudian menutup telponnya

aku gak tau dia ngerti gak tempat yang aku maksut, sudah lah toh nanti kalau dia gak tau bisa telpon. Oh ya aku harus harus banget nyimpen nomernya, supaya kejadian tadi gak terjadi lagi.

" Siapa tadi? si do'i, " tanya Reta penasaran

" iya, " ucapku

" kenapa? " ucapnya penasaran dengan mendekatkan kursinya

" kepo ya? " ucapku yang mengurangi kekepoanya dan langsung menjauhkan kursinya, aku hanya tertawa melihat tingkahnya. Tidak lama setelah itu Andrian datang menjemputku.

" Halo kakak ipar, " sapa Reta dengan melambaikan tangan dan dengan sifat dinginnya Andrian menggubrisnya, sampai sampai aku harus menahan tawa melihat interaksi mereka, kasian banget.

" Ayo! " ajaknya seolah olah cuma ada aku dan dia, sementara Reta dianggap angin lalu

" sebentar gue mau bayar makanannya dulu, " ucapku basa basi supaya di bayarkan oleh dia, karena temen yang traktir gue lagi bokek, gitu aja sok sokan ditelpon mau traktir. Tapi aku juga sadar diri sih aku dari yang maksa dia buat ngebosin.

" Sudah saya bayar, " ucapnya kemudian meninggalkan aku

yah sudah saya duga, eh kok saya nih nih gara gara dia aku jadi ketularan formalnya.

" Ya udah gue pamit dulu ya? " ucapku beranjak dari tempat duduk dan menepuk pundaknya, setelah itu berlari mengejar Andrian.

" Gue nanti pindah ke apartemen lo! " teriak Reta yang menghentikan lariku saat berada di depan pintu kafe, aku menanggapinya dengan anggukan kepala dan tersenyum. Aku kembali mengejar langkah Andrian dan masuk ke mobil Andrian yang terparkir di depan kafe. Mobil Andrian pun melaju kencang melewati jalan yang sedikit ramai.

" Kenapa sih kita harus balik? bukanya masih ada waktu dua hari lagi? " tanyaku memulai pembicaraan.

" Ada hal yang sangat penting untuk saya selesaikan dan pesawat saya berangkat satu jam lagi, " ucapnya dingin.

What! udah mau berangkat, dadakan banget mungkin ada hubungannya sama tadi yang berangkatnya pagi pagi sekali. Dan nada bicaranya dingin lagi padaku, positif thinking aja Difa, mungkin dia banyak masalah.

" terus gimana dengan Rian? apa gue susul dia di rumah orang tua lo? "

" tidak usah biarkan mereka yang mengantarkannya sendiri, " ucapnya dingin

" oke, emangnya lo mau pergi kemana sih? " ucapku dengan niatan untuk mencairkan suasana

" luar negeri, " ucapnya singkat dan dingin

eh ternyata gagal total dan keheningan terjadi diantara kita sampai di depan rumah.

" Lo gak turun dulu? minum dulu kek, "ucapku sebelum turun

" tidak saya langsung pergi, " ucapnya kemudian membuka bagasi

" oh ya udah, " ucapku yang kemudiaan turun dari mobilnya Andrian dan semua barang barangku dan Andrian diturunkan Bobi kepala keamanan. Setelah semua barang barang sudah diturunkan, mobil Andrian langsung melaju kencang.

" Terima kasih kak Bobi, " ucapku setelah semua barang barang didalam kami masing masing, karena kita belum memutuskan untuk tempat tinggal kita.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!