Apa kamu benar-benar serius dengan pernikahan ini? Om tidak ingin, kamu buru-buru mengambil keputusan. Apalagi ini keputusan besar, yang akan membuatmu terikat selamanya dengan perempuan yang akan kamu nikahi. Jangan main-main dengan pernikahan.
Kalimat tegas itu terucap dari seseorang dibalik handphone milik Demian yang tengah terhubung.
Saat ini Cakra tengah melakukan panggilan dengan Hadi, pria yang paling ia hormati melebihi pada papanya sendiri.
"Cakra serius, om. Cakra yakin dengan keputusan Cakra. Cakra akan menikahi Hanum dan akan menjaganya dengan baik." jawab pria itu sungguh-sungguh.
Apa kata-katamu bisa Om pegang?
"Silahkan Om, kalo misal suatu saat Cakra ngelakuin kesalahan atau menyakiti Hanum, Om boleh hukum Cakra ataupun pukulin Cakra biar Cakra sadar."
Itu akan menjadi tugas Demian. jawaban itu membuat Cakra menoleh pada Demian yang sedang menatapnya datar.
"Oke, Om. Demian boleh kasih Cakra pelajaran kalo Cakra berbuat kesalahan."
Baik, om akan pegang kata-kata kamu. Om berharap, kamu menjadi suami yang baik. Tolong jaga gadis itu dan terima keadaannya dengan setulus hati.
Hadi sudah mengetahui tentang siapa Hanum- tentu saja dari putranya yang selalu memberikan informasi mengenai kegiatan Cakra selama di vila padanya.
Dan Hadi sudah mengetahui tentang kondisi fisik gadis itu serta cerita kehidupannya yang membuat perasaan Hadi tersentuh. Sebagai seorang ayah yang mempunyai anak perempuan juga, Hadi merasa kasihan. Gadis itu terlalu malang hidup sendirian ditengah berbahayanya dunia ini.
"Siap, Om. Cakra janji."
Jangan berjanji sama Om, tapi berjanjilah pada diri kamu sendiri.
"I-iya, Om." jujur, Cakra sangat merasa segan jika ayah sahabatnya itu sudah berkata tegas.
Kalau begitu, Om akan segera urus berkas-berkasnya. Nanti suruhan Om yang akan mengambil berkas milikmu ke apartemen mu dan mengantarnya padamu. ujarnya.
Sebelumnya Cakra sudah memberitahu bahwa surat-surat penting miliknya berada di apartemen, seperti fotokopi kartu keluarga, akta kelahiran, ijazah terakhir dan yang lainnya.
"Iya, Om. Sekali makasih ya karena udah bantuin Cakra." ucap Cakra tulus.
Tidak usah berterimakasih, kamu sudah Om anggap seperti anak Om sendiri. Jadi sudah seharusnya Om memastikan kebahagiaan kamu walaupun Om harus melawan papa kamu sendiri.
Jujur Cakra terharu, kenapa pria lain yang bukan ayahnya saja sangat memikirkan kebahagiaannya, sedangkan papanya sendiri malah dengan egoisnya ingin menikahkan dirinya tanpa mau mendengar penolakannya.
Mengenai pernikahan mu, sepertinya Om tidak akan bisa hadir. Tapi, Om akan berusaha melihat prosesinya secara langsung lewat video call.
"Gapapa, Om. Om udah bantu aja itu udah lebih dari cukup, kok. Minta doanya aja, ya, Om, supaya lancar."
Tentu saja, Om sama Tante pasti akan mendoakan yang terbaik untuk kamu. Kalo begitu Om tutup dulu, ya. Masih ada pekerjaan yang harus Om selesaikan.
Sambungan pun terputus setelah Cakra mengiyakan. Cakra mengembalikan handphone milik Demian yang langsung di kantongi pria itu.
"Gue sebenernya masih enggak yakin sama elu. Tapi karena lu sahabat gue, gue akan dukung keputusan lu." ujar Demian.
"Thanks..." ucap Cakra tersenyum tipis.
•
•
Disisi lain, Hanum sedang memikirkan akan keputusan yang sudah ia ambil.
Apa yang ia lakukan sudah tepat? Apakah Cakra bisa menerimanya dengan tulus? Hanum takut, jika suatu hari Cakra akan meninggalkannya karena menemukan perempuan yang lebih sempurna.
Apalagi Cakra adalah sosok yang pastinya sangat dikagumi banyak perempuan. Pria itu mempunyai segalanya dan sangat pantas mendapatkan perempuan yang sempurna, tidak seperti dirinya yang cacat.
Terkadang Hanum marah akan keadaannya, tapi ia tidak tahu harus marah pada siapa. Hanum marah- kenapa keadaannya harus jadi seperti ini? Kenapa harus dirinya? Kenapa bukan orang lain saja?
Namun, Hanum cepat-cepat menyadarkan dirinya. Ia tidak boleh mengeluh apalagi menyalahkan takdir. Hanum yakin semuanya sudah di atur oleh yang maha kuasa dengan sebaik mungkin. Dan mungkin keadaan saat ini adalah yang terbaik untuknya.
"Hanum," panggilan lembut itu menarik perhatian Hanum.
Bu Ningsih tersenyum seraya duduk di hadapannya yang sedang selonjoran di kepala ranjang. Reflek Hanum menurunkan kaki menjadi duduk bersebelahan.
"Bu-" Hanum rasanya ingin mengeluh tapi ia merasa sungkan.
"Jadi kamu beneran mau nikah?" tanya Bu Ningsih.
Sesaat gadis itu terdiam. "Hanum ragu lagi."
"Ragu kenapa?" Bu Ningsih mengusap kepala Hanum dengan sayang seraya menatap Hanum begitu lembut khas seorang ibu.
"Hanum takut- Cakra bakalan ninggalin Hanum,"
"Hus, jangan berpikir yang jelek-jelek. Isi pkiran itu terkadang suka jadi kenyataan, jadi kamu pikirin nya yang baik-baik aja, ya."
"Tapi Bu..."
"Ibu bukannya mau ikut campur. Tapi menurut ibu, nak Cakra adalah pria yang baik. Dia pasti bisa jadi suami yang baik buat kamu."ujarnya.
Walaupun Bu Ningsih belum mengenal lama seorang Cakra, tapi ia yakin Cakra adalah anak yang baik. Anak itu tidak pernah banyak tingkah, tidak banyak meminta, sangat sopan, dan selalu berusaha berbicara ramah, baik padanya maupun pada pak Ujang yang notabene nya hanya seorang pekerja di vila ini- walaupun Cakra terlahir sebagai anak orang kaya.
Bu Ningsih selama ini memang selalu memperhatikan Cakra. Walaupun anak itu kurang terbuka, tapi Bu Ningsih yakin, Cakra bisa menjadi sosok suami yang baik untuk Hanum. Hatinya berkata seperti itu.
"Kamu bisa pikirin lagi. Kalo kamu emang gak siap, kamu bilang aja. Pasti nak Cakra juga bakalan ngerti."
Hanum setia mendengarkan ucapan Bu Ningsih. Semuanya pun Hanum pikirkan lagi dengan kepala dingin.
•
•
"Ananda Cakrawala Haristanto bin Arya Wiguna Haristanto saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Hanum Nurhaliza binti Hendi Setiawan Djodi dengan maskawinnya berupa perhiasan emas seberat sepuluh gram dan uang tunai sebesar lima ratus ribu rupiah dibayar tunai!" ucap wali hakim dengan begitu tegas.
"Saya terima nikah dan kawinnya Hanum Nurhaliza binti Hendi Setiawan Djodi dengan maskawinnya tersebut, tunai!" dalam satu tarikan nafas, Cakra berhasil melafalkan kalimat sakral itu yang mungkin hanya satu kali dia ucapkan dalam hidupnya.
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah! Sah! Sah!" para saksi serempak menjawab pertanyaan wali hakim tersebut.
Hanum menitikkan air matanya. Rasanya campur aduk, ada rasa senang, sedih dan juga setitik rasa takut yang masih ada.
Sedangkan Cakra merasakan lega yang luar biasa. Cakra tidak menyangka bahwa menikah ternyata semenegagangkan ini, melebihi saat sedang balapan mobil.
Penghulu yang juga menjadi wali hakim tersebut meminta keduanya untuk tanda tangan di buku pernikahan, juga berkas lainnya. Kemudian menyuruh Hanum untuk mencium tangan Cakra, kemudian giliran Cakra yang mencium kening Hanum.
"Selamat ya, akhirnya status lu jadi suami orang, sekarang. Ingat, jaga Hanum baik-baik, kalo enggak, bakalan gue bawa kabur." Cakra meninju pelan bahu Demian seraya terkekeh, kemudian keduanya berpelukan singkat dengan Cakra yang mengucapkan terimakasih.
Disisi lain Bu Ningsih dan Pak Ujang tak kuasa menahan haru. Mereka sedih karena Hanum tidak akan berada dekat dengan mereka lagi. Tentu saja Cakra akan membawanya ke Jakarta.
"Selamat ya, akhirnya kamu nikah juga. Ibu ikut senang, tapi ibu juga sedih-" Bu Ningsih tak bisa menahan air matanya. Ia teringat kembali dengan pertemuan pertama mereka, yang dimana saat itu Hanum terlihat begitu rapuh di matanya. Tapi sekarang, akhirnya Hanum sudah menemukan seseorang yang akan menjaganya.
Hanum segera memeluk Bu Ningsih.Tangisnya pecah. Hanum mengucapkan banyak terimakasih karena Bu Ningsih sudah menerimanya dengan tulus selama ini. Bu Ningsih adalah sosok paling berharga yang akan selalu Hanum ingat.
"Udah, jangan nangis lagi. Make up kamu nanti makin luntur." ucap Bu Ningsih berusaha tersenyum seraya menyeka air mata di pipi Hanum dengan tissue.
"Selamat ya, nak. Bapak ikut bahagia juga. Bapak akan selalu berdoa untuk kebahagiaan nak Hanum." ucap Pak Ujang kemudian.
Hanum mengalihkan perhatiannya pada Pak Ujang, lantas memeluk pria itu. Bagi Hanum pak Ujang sudah seperti ayah dan kakaknya sendiri. Pria ini juga sudah sangat banyak membantunya selama ini.
"Makasih ya, Pak. Bapak udah baik sama Hanum selama ini. Doain Hanum, ya, biar Hanum bisa jadi istri yang baik."
"Pasti, pasti bakalan bapak doain." ucap pak Ujang mengangguk tegas.
Selanjutnya Bu Ningsih dan pak Ujang memberikan selamat pada Cakra. Keduanya memberi petuah singkat, meminta supaya Cakra menjaga Hanum dengan baik dan jangan pernah membuatnya menangis.
Pak Hadi pun yang turut menyaksikan lewat Video call, ikut merasakan bahagia. Ia mengucapkan selamat dan memberikan sedikit wejangan pada keduanya, yang dibalas Cakra dengan ucapan banyak terimakasih, sedangkan Hanum hanya tersenyum sungkan karena baru kali ini ia melihat wajah tuannya secara langsung dari handphone.
Beberapa saat kemudian, Demian menghampiri Hanum untuk memberikan selamat. Saat akan memberikan pelukan, tiba-tiba seseorang sudah lebih dulu menarik kerah baju batik bagian belakangnya, sehingga membuatnya mundur.
Siapa lagi orangnya kalau bukan Cakra. "Mau ngapain, lu? Sembarangan mau peluk-peluk istri orang."
"Elaaah, cuma peluk doang, pelit amat, dah." sebal Demian. Tapi tak urung hatinya merasa lega, sepertinya Cakra sudah ada rasa lebih pada Hanum.
"Gak boleh! Peluk aja tuh, Bi Ningsih." ketusnya, membuat orang-orang yang berada di sana tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments