Pendekatan?

"Lagi ngomongin apaan? Serius amat keknya." kemunculan Demian pun mengalihkan perhatian keduanya.

"Lagi gosipin gue ya?" tanyanya lagi menuduh- dengan nada becanda. Yang direspon delikan mata oleh Cakra, sedangkan Hanum menggeleng cepat.

Demian terkekeh saja melihat respon dua orang tersebut. Lalu kembali duduk, meraih kacang yang sudah terkupas, lantas melemparnya ke atas dan menangkapnya langsung oleh mulut.

Hanum sendiri pikirannya langsung teringat mengenai obrolan barusan, bahwasanya Demian sudah tahu tentang ia yang menyukai pria itu- dulu.

Hanum malu, ia melarikan tatapannya kesana-kemari karena bingung harus melakukan apa. Hanum benar-benar merasa tidak punya muka saat ini.

"Sini gue kupasin." Cakra merebut begitu saja bungkusan kacang ditangan Hanum. Dia paham Hanum sedang kebingungan atau mungkin sedang merasa malu?

Makanya, Cakra mencoba mengalihkan perhatian gadis itu.

"Gak usah repot-repot, kak." Hanum mencoba mengambilnya kembali tapi Cakra menjauhkannya.

"Gapapa, nih, lu tinggal makan aja. Jarang-jarang loh, gue baik sama orang." ujarnya seraya menyerahkan biji kacang yang sudah dipisahkan dari kulitnya. Hanum pun menerimanya dengan sungkan.

Sedangkan satu manusia yang sedang memperhatikan- siapa lagi kalau bukan Demian- dibuat bingung melihat interaksi dua orang ini. Dilihat-lihat kok seperti orang yang sedang pdkt, pikirnya.

"Iya juga, tumben-tumbenan lu baik sama orang? Sama gue aja gak pernah tuh ngupasin kacang kek gitu. Ada niat terselubung ya, lu?" tuduhnya sambil menunjuk Cakra dengan mata memicing.

"Pala lu, niat terselubung. Najisin juga gue ngupasin kacang buat lu," ketus Cakra- mendelik sesaat pada Demian, tanpa menghentikan aktivitasnya mengupas kulit-kulit kacang itu lalu mengulurkan nya pada Hanum yang senantiasa menerima.

Hanum tanpa sadar, terus saja menerima kacang itu dan memakannya dengan begitu khidmat, seraya menonton kedua pria ini.

Cakra tersenyum tipis, melirik bagaimana Hanum begitu anteng memakan kacang-kacang yang ia kupas itu. Walaupun hanya hal sepele, tapi Cakra merasakan senang.

Dan ketika tatapannya beradu dengan Hanum, seketika senyumnya hilang, berganti dengan ekspresi datar.

Hanum sendiri spontan menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan malu serta senyuman tipis yang tidak bisa ia tahan.

Demian dibuat makin terheran-heran melihat tingkah dua manusia ini. "Idih, ada apaan nih? Kalian gak lagi nyembunyiin sesuatu, kan, dari gue?" matanya bolak-balik melirik dua orang itu.

Reflek keduanya saling tatap, sebelum menatap pada Demian dengan serentak. "Enggak ada, kok!" jawab mereka serempak.

"Jangan bohong kalian! Jujur sama gue, kalian ada sesuatu kan!?" paksa Demian.

"Gak ada, beneran! Kita gak ada hubungan apa-apa kok!" kilah Hanum, karena di antara dia dan Cakra memang tidak ada hubungannya apapun.

Sedangkan Cakra manggut-manggut mengiyakan. Tapi hatinya malah mengatakan 'iya nanti'

Demian memicing, menatap penuh selidik keduanya, sebelum akhirnya ia menyemburkan tawa.

Lucu sekali melihat ekspresi dua orang ini yang terlihat salah tingkah? Ah rona-rona nya, sepertinya akan ada kapal yang berlabuh. Kalaupun benar, Demian akan setuju-setuju saja, lagian menurutnya dua orang ini terlihat cocok kalau di perhatikan.

Tapi sebelum itu, sepertinya Demian harus memastikan sesuatu. Ia tidak yakin dengan sahabatnya ini. Awas saja kalau sampai Cakra mempermainkan anak gadis orang. Tiba-tiba saja jiwa seorang kakaknya muncul.

"Pa'an sih lu, gak jelas banget." ketus Cakra sebal. Ia paling tidak suka di ledek seperti itu.

Demian tak menanggapi, tiba-tiba saja ia mengulurkan jus miliknya pada Hanum. "Minum dulu, biar gak seret makan kacang mulu." sudut matanya melirik Cakra dengan senyum meledek.

Hanum sendiri keheranan. Tiba-tiba saja? Tapi tak urung Hanum menerima sodoran jus tersebut. "Tapi ini punya ka-mu,"

"Gapapa, minum aja." Demian tersenyum manis membuat Hanum menatapnya horor. Sedangkan Cakra dibuat memicing, apa-apaan Demian ini, pikirnya.

"Mmm ma-makasih."

Demian mengangguk masih dengan senyum manisnya. Pipi kanannya ia topang dengan satu tangan yang di tumpu ke lengan sofa, memperhatikan Hanum yang mulai meneguk jus itu. Membuat Hanum salah tingkah.

Cakra berdecih melihatnya. Tak lagi berselera mengupas kacang-kacang itu.

"Gue ngantuk, mau tidur." ucap Cakra. Kemudian beranjak begitu saja dengan ekspresi kecut.

Hanum menatap kepergian Cakra dengan perasaan kosong? Perasaannya jadi hampa setelah pria itu pergi. Sedangkan Demian malah tersenyum penuh arti, tentunya tanpa Hanum sadari.

Siang hari. Cakra terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya terasa kering, dia pun memilih beranjak dari kamarnya dan turun untuk mengambil minum.

Langkah Cakra terhenti saat akan menuju dapur. Di sana terdapat Hanum dan Bu Ningsih yang sepertinya tengah masak untuk makan siang.

Dengan senyum yang terukir, Cakra menghampiri mereka- tidak, lebih tepatnya menghampiri Hanum yang tengah memotong sayur di meja makan khusus pekerja. Sedangkan Bu Ningsih sibuk dengan masakannya di wajan.

"Siang," sapa Cakra seraya duduk di kursi yang masih kosong- di samping Hanum.

Sejenak Hanum tertegun, sebelum akhirnya membalas senyuman Cakra. "Siang juga, Cakra."

Bagaikan banyak kupu-kupu yang berterbangan di perutnya, itulah yang Cakra rasakan saat Hanum menyebut namanya, senang sekali.

"Lagi ngapain?" tanyanya basa-basi, padahal sudah terlihat jelas Hanum sedang memotong sayur.

"Lagi potong wortel, buat sayur sup." jawabnya.

"Wah, aku- ah, maksudnya gue suka banget makan sayur sup. Sayur favorit gue waktu masih kecil. Masak yang enak ya." Cakra menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya nyengir lebar.

Hanum melirik Cakra aneh, namun, tak urung ia mengangguk. "Tapi yang masak Bu Ningsih, aku cuman potong-potong doang."

Cakra melongo, "oh? Sama aja kan? Walaupun cuma motong, tetep aja kamu- ah lu maksudnya ikutan masak juga." Cakra merutuki mulutnya sendiri. Ada apa dengan mulutnya ini, pikirnya.

Memilih mengiyakan saja, Hanum pun melanjutkan kembali pekerjaannya.

"Ada yang bisa gue bantu?"

Karena bingung ingin melakukan apa, Cakra pun mencoba menawarkan diri, walaupun sejujurnya ia tidak pernah masak. Jangankan masak, pergi ke dapur saja ia jarang selama ini. Tapi demi Hanum, ia mau-mau saja.

Kenapa demi Hanum? Entahlah.

Hanum celingukan mencari- sekiranya apa yang bisa di kerjakan pria ini.

"Eh, nak Cakra? Dari kapan disana?" tanya Bu Ningsih yang baru menyadari keberadaan Cakra. Karena jika sudah berkutat dengan masakan, Bu Ningsih memang akan sangat fokus tanpa menyadari keadaan sekitar.

"Baru aja, Bi." jawab Cakra.

Bu Ningsih pun mengangguk mengiyakan. "Mau bibi buatin minum?"

"Gak usah, bi. Bibi lanjut masak aja. Kalo mau, nanti saya ambil sendiri." tolak Cakra.

"Oh, ya sudah. Anteng-anteng aja, ya. Hanum, ajakin ngobrol nak Cakra nya." ujarnya pada Hanum yang spontan diiyakan oleh gadis itu.

Bu Ningsih pun fokus kembali pada masakannya, menyisakan Hanum dan Cakra yang kini sama-sama terdiam.

"Barusan kata bi Ningsih, lu harus ajakin gue ngobrol." celetuk nya.

"Ya ... ngomong aja, nanti saya tanggepin kok." respon Hanum. Bingung juga harus ngobrolin apa, pikirnya.

Cakra pun sama bingungnya. Biasanya juga, dia selalu ada topik kalau bicara dengan orang lain. Tapi dengan Hanum, otaknya seperti blank begitu saja.

Karena tak ingin suasana jadi akward, Cakra pun bertanya random. "Lu lulusan apa kalo boleh tau?" gak penting amat pertanyaannya, pikirnya setelah itu.

"SMA," jawab Hanum singkat.

"Gak lanjut kuliah?"

"Awalnya ada rencana, tapi karena kecelakaan, gak jadi deh."

Cakra mengerti. Tapi sepertinya topiknya agak sensitif untuk Hanum. "Pertanyaan lain. Lu- punya pacar?" bisa-bisanya gue nanya hal itu, batin Cakra.

Hanum terkaget. "Hah? Pa-pacar?"

Cakra mengangguk dengan polosnya atau pura-pura sok polos?

"Saya- saya gak punya pacar dan gak kepikiran buat pacaran," emangnya siapa, yang mau pacaran sama perempuan cacat kayak aku? lanjutnya dalam hati.

Beda orang beda hati. Suara riuh kesenangan itu hanya Cakra yang bisa mendengarnya. Bibirnya sampai berkedut karena menahan senyumnya yang ingin berontak keluar.

"Tapi mantan, punya?" tanyanya lagi masih penasaran.

Hanum menggeleng, "saya gak pernah pacaran,"

Riuh itu semakin ramai terdengar di hati Cakra. Itu artinya ia akan jadi yang pertama kalau misal jadi pacarnya Hanum?

Cakra tak ingin menampik perasaannya lagi, ia akan jujur pada perasannya bahwa ia memang menyukai Hanum, dengan segala kekurangannya?

"Bagus, jangan pacaran ya, gak baik. Mending langsung nikah aja." pesan Cakra sok bijak.

"Memangnya ada, yang mau nikah sama saya?" Hanum skeptis.

"Ada lah! Pasti ada. Tungguin aja, nanti juga pasti datang orangnya." padahal gue udah di sini.

Hanum tak menjawab, hanya mengangguk saja dengan senyuman yang tak yakin. Lebih tak yakin lagi kalau seseorang di hadapannya ini mau dengannya.

Hanum sontak mengerjabkan matanya saat tersadar dari pikirannya. Lalu menggelengkan kepalanya cepat.

Sadar Hanum sadar...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!