Sore itu, Hanum sedang bersiap untuk pulang saat Cakra tiba-tiba datang menghampirinya.
Tak ada senyum di wajahnya, yang ada malah ekspresi runyam yang Hanum tidak tahu apa penyebabnya.
Cakra menyapanya dengan sedikit kaku. "mau pulang?" tanyanya saat melihat tas selempang mini sudah tersampir di bahu gadis itu.
Hanum mengangguk, "iya,"
Dengan ragu-ragu Cakra pun berkata, "bisa ngobrol sebentar? Ada yang mau aku bicarain." pinta Cakra terdengar memohon.
Gadis yang sudah berdiri dengan kedua kruk itu mengerutkan kening. Sepertinya ada hal penting yang ingin dikatakan Cakra padanya, pikirnya.
Hanum pun mengangguk saja, "di luar aja." karena saat ini posisinya masih di kamar dan Cakra berdiri di ambang pintu yang memang tidak tertutup.
Mereka pun beranjak menuju sofa ruang keluarga, dan duduk saling berhadapan.
"Mau ngomong apa?" tanya Hanum langsung.
Cakra terlihat sekali ragu-ragu. Hal itu membuat Hanum semakin penasaran apa yang ingin disampaikan pria itu.
"Ada apa? Ngomong aja Cakra," Hanum terus memperhatikan gelagat Cakra.
Menarik nafas dalam satu tarikan, lalu Cakra menghembuskan nya kasar. Bagai mengeluarkan beban yang sedang bercokol di dadanya.
"Aku- aku mau-" susah sekali rasanya Cakra mengatakan apa yang sedari tadi berontak di pikirannya. Membuat Hanum geregetan melihatnya.
"Kalo gak ngomong-ngomong, aku pulang aja deh, udah sore." bukannya kesal, hanya saja Hanum gemas melihat keraguan Cakra.
"Iya iya, aku bilang sekarang." Cakra buru-buru merespon. Berdeham sejenak, Cakra pun mulai berujar, "aku- aku mau kamu nikah sama aku." ucapnya cepat.
Hanum terkejut, tentu saja. Apa dia tidak salah dengar? Cakra, pria ini barusan mengajaknya untuk menikah!?
Mimpi apa dia semalam?
Sedangkan Cakra termangu melihat keterkejutan Hanum. "Gimana? Aku serius," katanya lagi dengan ekspresi khawatir. Khawatir Hanum akan menolaknya.
Menghembuskan nafas kasar, Hanum pun bertanya, "alasannya?"
"Alasan?" tanya balik Cakra.
"Iya. Pasti ada alasannya, kan? Gak mungkin kamu tiba-tiba ngajakin aku nikah kalo gak ada alasan."
Cakra kira Hanum akan langsung menolak, tapi yang ada Hanum malah menanyakan sebuah alasan.
Tidak mungkin kan, Cakra mengatakan alasan yang sebenarnya bahwa ia mengajak Hanum menikah karena demi menghindari perjodohan?
"Emangnya harus ada alasan?" tanya Cakra.
"Iya lah. Setiap keputusan yang di ambil pasti selalu ada alasannya. Termasuk kamu yang ngajakin aku nikah."
Cakra tak menyangka, pikiran Hanum akan sampai kesana. Dia kira Hanum hanya gadis biasa yang akan mau-mau saja jika di ajak menikah oleh pria sepertinya- yang notabenenya adalah anak dari orang berpunya.
"Kalo aku bilang, karena aku suka kamu, apa kamu mau terima?" tanya Cakra skeptis.
"Cuman suka? Suka seperti apa?"
Pria itu dibuat tak berkutik.
"Jujur ... sebenernya aku udah suka sama kamu saat pertama kita ketemu. Tapi aku berusaha menampik perasaan itu-"
"Karena aku cacat?" potong Hanum, menebak, yang sayangnya sangat tepat sasaran.
Cakra meneguk ludah. Ia menatap jari tangan-tangannya yang saling bertaut, berat rasanya menatap Hanum lagi.
Hanum tersenyum, sepertinya tebakannya benar. Tapi Hanum tidak merasa marah, karena sedari dulu pun ia selalu menguatkan diri bahwasanya memang tidak akan ada pria yang menginginkannya dengan tulus.
"Maaf," bisik Cakra yang masih terdengar jelas oleh Hanum.
"Kenapa harus minta maaf? Kamu berhak kok buat milih pasangan sesuai kriteria kamu. Dan aku jelas enggak termasuk kriteria kamu itu-"
"Bukan itu maksud aku," sela Cakra kembali menatap Hanum penuh rasa bersalah.
Hanum terlihat baik-baik saja, tapi Cakra tahu, pasti hatinya terluka karenanya.
"Kamu bisa pegang janji aku, Hanum. Walaupun sekarang rasa ini baru perasaan suka, tapi aku janji, aku akan berusaha mencintai kamu." ucapnya sungguh-sungguh.
Jelas Hanum tak langsung percaya. Meskipun dirinya juga punya rasa ketertarikan terhadap Cakra, tapi ia tidak mungkin mengambil keputusan tanpa berpikir panjang dulu.
"Please, Hanum." Cakra tiba-tiba saja berlutut di hadapannya lalu meraih kedua tangan gadis itu, dengan sorot mata yang penuh permohonan.
Hanum terkejut, meminta Cakra untuk duduk kembali. Tidak sepatutnya pria itu sampai berlutut padanya.
Namun, pria itu kekeh di posisinya dan terus mengiba padanya.
Hanum menatap kedua mata pria itu dengan perasaan gamang. Ia tidak tega melihat bagaimana pria itu terus memohon dengan wajah yang sudah pias. Tapi Hanum tidak bisa mengambil keputusan yang mungkin akan membuatnya terikat selamanya dengan pria ini. Hanum hanya takut, takut dengan segala angan-angannya selama ini yang selalu berkelebatan di pikirannya.
Apakah akan ada pria yang benar-benar mau menerima keadaannya yang seperti ini? Bahkan Cakra pun di awal melihatnya langsung menilai pada fisiknya.
"Hanum," lirih Cakra menarik lamunan gadis ini.
"Kasih aku waktu." pintanya.
Lantas Cakra langsung mengangguk mengiyakan, "oke, kamu bisa berpikir dulu. Tapi tolong, segera kasih aku jawaban, ya?" Cakra sedikit lega, setidaknya Hanum tidak menolaknya- saat ini. Masih ada harapan, pikirnya.
Hanum pun pamit pulang. Meninggalkan Cakra yang masih terdiam di tempatnya dengan segala pikiran yang berkecamuk.
•
•
Sesampainya di rumah, Hanum langsung menuju ke kamarnya yang terletak di lantai bawah. Lantai atas di biarkan kosong karena Hanum tidak bisa turun-naik.
Duduk di atas ranjang, Hanum termenung mengingat kembali ajakan Cakra.
Jika boleh jujur, sebenarnya Hanum pun menginginkan sekali seseorang yang bisa ia jadikan tempat pulang, yang bisa Hanum jadikan untuk tempat bersandar, berkeluh kesah, serta menemaninya seumur hidup.
Tapi pikiran Hanum sudah terbelenggu oleh rasa takut yang membuatnya sulit untuk melangkah.
Ketakutan itu seakan sudah mengikatnya, dan membuat Hanum kesusahan untuk meraih keinginannya.
Lantas Hanum segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia harus sholat, karena hanya dengan sholat lah pikirannya bisa tenang.
Malam harinya, Hanum mengerjakan sholat tahajud yang jarang sekali ia lakukan. Ia mencurahkan semua keresahannya dan meminta jawaban terbaik untuk pertanyaan-pertanyaan nya.
Dan malam itu, Hanum pun mendapatkan jawabannya. Hanum sudah yakin, keputusannya sudah tepat.
•
•
Pagi harinya, Cakra sudah berada di kursi teras, seakan sedang menunggu kedatangan Hanum- yang memang benar adanya.
Hanum yang baru saja tiba, di antar oleh pak Ujang seperti biasanya, merasakan gugup saat mendapati keberadaan Cakra.
"Hai, selamat pagi." sapa Cakra tersenyum manis.
Jantung Hanum perlahan berdetak cepat. Entah kenapa pagi ini Cakra terlihat semakin tampan di matanya. Walaupun rambutnya terkesan acak-acakan, tapi karena itulah yang membuat Cakra semakin terlihat menarik.
"Pagi," jawab Hanum gugup.
Pak Ujang memilih undur diri. Ia sudah mengetahui permasalahan dua orang ini, jadi pak Ujang biarkan saja dua orang ini untuk berbicara berdua.
"Ayo, masuk. Biar aku bantu." Cakra baru saja akan memapahnya, tapi Hanum langsung menolak.
"Gapapa, kamu duluan aja."
Tak urung, Cakra pun mengiyakan dan jalan lebih dulu, disusul Hanum yang kelihatannya tengah menahan grogi.
Keduanya pun duduk di sofa ruang tamu. Bu Ningsih sesaat menyapa Hanum, sebelum akhirnya memilih pergi karena sepertinya ada yang ingin dibicarakan dua anak muda itu.
Sesaat tak ada yang bicara, hanya hening yang mengambil alih. Sebelum akhirnya Cakra yang lebih dulu mengambil inisiatif untuk bicara, "kamu baik-baik aja?"
"Hah?" Hanum nge-lag.
"Aku takut kamu kepikiran soal obrolan kemarin."
Tentu aja, batin Hanum.
"Aku gapapa, kok."
"Syukurlah." leganya dan tidak tahu harus bicara apa lagi.
Hanum terlihat ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu. Cakra yang menyadari pun mempersilahkan Hanum untuk berbicara.
"Sebenernya ... aku udah ada jawaban," ucapan Hanum sontak membuat Cakra terhenyak. "Secepat itu?" tanyanya yang di angguki Hanum.
"Jadi ...?"
Gadis itu berdeham sebentar karena tenggorokannya tiba-tiba terasa seret. "Aku- aku- aku mau nikah sama kamu." akhirnya kalimat itu keluar juga membuat dada Hanum terasa lega.
Cakra mematung sesaat, hingga ia tersadar sendiri, lalu tersenyum sumringah. "Serius!?"
Yang di iyakan Hanum dengan wajah tertunduk.
Cakra tidak tahu harus berkata apa. Yang jelas sekarang ia merasa lega.
Makasih Hanum, dan maafin aku...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments