"Haii..." Ardiansyah menyambut Zahira di pintu gerbang sekolah dengan senyum menyebalkan khasnya.
"Astaghfirullah..." ujar Zahira terkejut, langkahnya sempat terhenti.
"Kok terkejut sih cantik? Oh ya, bunga yang aku kasih pasti udah kamu pajang kan di rumah kamu, ngaku deh..." goda Ardi, mengikuti langkah Zahira yang buru-buru ingin menjauh.
Zahira hanya menggeleng pelan, tidak menggubris, lalu mempercepat langkah menuju kelasnya.
"Eh, Ra, lo sombong banget sih jadi cewek," kata Ardiansyah sambil berjalan sejajar di sebelahnya.
"Maaf ya, bukannya aku sombong tapi ..." ucap Zahira, namun kalimatnya tertahan. Ia merasa kalimat selanjutnya sudah sangat sering ia ucapkan, dan ia males kalau nanti orang akan mengatakan ia sok suci.
"Tapi apa, Ra? Lo malu sama gue? Lo malu ngakuin kegantengan gue? Atau lo sengaja tarik ulur biar bisa lihat seberapa suka gue sama lo? Udah lah Ra, Lo enggak lihat effort gue sehari-hari buat deketin Lo, enggak main main Ra," celetuk Ardiansyah tanpa jeda, ekspresi wajahnya penuh percaya diri.
Zahira menghela napas, lalu menatapnya dengan tenang, "bukan gitu, cuman aku enggak enak aja. Kita kan bukan mahram. Jadi memang sebaiknya jaga jarak, sesuai yang diperintahkan agama. Maaf ya. Permisi," Zahira berlalu tanpa menoleh lagi.
Ardiansyah memajukan bibirnya, kecewa dan merasa tertantang.
"Ohhh, begitu rupanya... kita lihat aja sampai kapan Lo bakalan sok suci begitu," gumam Ardi sambil melipat tangan di dada.
"Sebelumnya enggak ada cewek yang bisa nolak pesona gue di sekolah ini. Tapi lo... lo berani nolak gue cuma karena alasan agama? Munafik banget loh jadi cewek..." cibirnya.
"Bro, ngapain sih lo gangguin anak baru itu terus? Hobi lo memang aneh-aneh ya, Bro," ujar Fajar, menepuk pundak Ardiansyah sambil geleng-geleng kepala.
Ardiansyah hanya tersenyum.
Sementara itu, Zahira masuk kelas dengan wajah gelisah. Ia berusaha menahan rasa tidak nyaman, tapi kegelisahan itu terlalu nyata untuk disembunyikan.
"Ardiansyah lagi?" tanya Nadia yang duduk di sebelahnya, mengenali raut wajah Zahira.
Zahira mengangguk lemah. Ia menarik napas panjang, lalu menghela berat.
"Kata gue sih, mending lo aduin aja si Ardi itu ke guru BK, ketimbang lo terganggu gini terus setiap hari," ujar Nadia.
Zahira menatap Nadia, ragu.
"Benar tuh Ra," sambung Fitri yang duduk di barisan depan, ikut mendengarkan, "Lo harus kasih pelajaran sama si Ardi itu. Jangan sampai dia pikir semua cewek bisa dia mainin, termasuk elo."
"Tenang, kita bakalan nemenin lo ke ruang BK," ujar Fitri meyakinkan, memberi semangat.
"Yap, bener banget tuh," ujar Sarah, "Lo enggak sendirian Ra. Kita bakal dukung lo."
Zahira tersenyum tipis, tapi kegelisahan masih membayang.
"Tapi gimana kalau dia malah semakin menjadi-jadi setelah itu? Aku takut dia malah makin brutal," ujar Zahira dengan suara rendah.
"Buat apa takut sih, Ra? Lo ada kita," kata Nadia, meraih tangan Zahira, "apa sih yang perlu lo takutin, selama kita bareng-bareng?"
"Bener, Ra," tambah Fitri, "kita bakalan jagain lo. Dia enggak akan berani macam-macam kok."
Zahira menatap teman-temannya satu per satu. Hatinya mulai merasa lebih tenang, tapi keraguan masih ada.
"Dan kalau lo enggak berani ngelaporin dia sekarang, maka selama lo sekolah di sini, dia bakalan terus ganggu lo. Lo enggak mau kan, hidup lo di sekolah jadi neraka?" ucap Sarah dengan tegas.
Zahira terdiam. Ia merenung. Benar juga apa kata teman-temannya. Kalau tidak bertindak sekarang, ia akan terus jadi korban gangguan Ardiansyah. Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah, kalau Ardiansyah akan semakin nekad melakukan hal yang tidak ia inginkan. Ia harus melakukan sesuatu.
*****
Di ruang BK.
"Benar begitu, Ardi?" tanya Bu Susi, guru BK, dengan ekspresi serius.
Ardiansyah mengepal tinjunya. Baru kali ini ada cewek yang berani mengadukannya ke guru BK.
"Ardi, jawab pertanyaan Ibu. Benar yang dikatakan Zahira?" tanya Bu Susi dengan nada lebih lantang.
Zahira sempat terkejut, tapi ia menenangkan diri. Ia harus berani, ia tidak salah, ia jadi korban di sini.
"Sebenarnya bukan begitu, Bu. Saya cuma mau berteman aja sama dia. Tapi dia enggak mau berteman karena alasan agama. Kalau Ibu enggak percaya, tanya aja langsung sama dia," jawab Ardi, mencoba mengalihkan kesalahan.
Bu Susi menoleh pada Zahira, "benar begitu, Zahira?"
"Maaf sebelumnya, Bu. Tapi menurut saya Ardi sudah keterlaluan. Setiap saat dia mengganggu saya. Dia sering ngasih bunga, nyelip-nyelip di barisan biar deketin saya, dan suka manggil saya pakai sebutan yang bikin saya enggak nyaman. Semua itu buat saya resah dan enggak tenang di sekolah, Bu," jelas Zahira, berusaha tenang meski suara sedikit bergetar.
"Kamu dengar itu, Ardi? Dia merasa tidak nyaman sama tingkah kamu. Ibu enggak peduli alasan kamu apa. Mulai hari ini, kamu harus jauhin Zahira. Kalau Ibu dengar kamu mendekatinya lagi, Ibu tidak akan segan menghubungi orang tua kamu. Paham?" tegas Bu Susi.
Ardiansyah terdiam. Matanya sempat menatap Zahira tajam, tapi ia tak bisa membantah.
"Paham, Bu," jawabnya pelan, menahan emosi.
"Bagus. Sekarang kembali ke kelas masing-masing."
Keduanya keluar ruangan. Di luar, Nadia, Fitri, dan Sarah sudah menunggu Zahira dengan cemas.
"Gimana?" tanya Nadia antusias.
"Alhamdulillah, udah beres. Bu Susi tegas banget tadi," jawab Zahira, tersenyum lega.
"Yes! Gitu dong!" seru Fitri.
"Keren lo, Ra. Akhirnya berani juga lawan cowok ngeselin itu," ujar Sarah sambil menepuk pelan punggung Zahira.
Namun di sudut lorong sekolah, Ardiansyah berdiri mematung. Ia menyipitkan mata ke arah Zahira dari kejauhan. Wajahnya gelap dan senyumnya menyeringai.
"Lo lihat aja nanti... gue belum selesai sama lo," bisiknya pelan, penuh dendam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
smg zahira terhindar dr kejahatan ardi
2025-04-12
0