Bab 4_Pernikahan yang Tidak Diinginkan

"Saya nikahkan engkau, Zayn Rayyan bin Dewantoro, dengan Zahira Maswah binti Abdul Qadir, yang walinya saya wakili sebagai wali hakim, dengan mahar uang tunai lima belas ribu rupiah," ujar wali hakim, sebab Zahira sama sekali tidak memiliki wali.

"Saya terima nikahnya Zahira Maswah binti Abdul Qadir, yang walinya diwakili oleh wali hakim, dengan mahar uang tunai lima belas ribu rupiah," ucap Zayn dengan sekali ucap

"Sah?" tanya penghulu, yang di ikuti oleh teriak sah oleh para saksi.

Setelah itu mereka berdoa. Zahira menengadahkan tangan, bulir bulir air matanya jatuh ke kedua telapak tangannya yang memucat.

Ia memang berniat untuk menikah tanpa pacaran, akan tetapi bukan pernikahan seperti ini yang ia harapkan. Nikah paksa di Balai Desa, tidak ada gaun panjang seperti impiannya dulu, tidak ada make up, tidak ada tenda, tidak ada hidangan, bahkan ia sendiri hanya memakai baju sehari-hari dengan jilbab instan.

Dan suaminya, bahkan ia tidak kenali sama sekali, yang namanya saja baru ia ketahui beberapa saat tadi. Ia tidak tahu latar belakangnya, asal usulnya, siapa keluarganya, benar benar seperti membeli kucing dalam karung.

Ia memang pernah berencana untuk menikah secara sederhana saja, tapi tidak sesederhana saat ini, tidak pelukan hangat, tidak senyuman, dan tidak ada kebahagiaan.

Asiyah sendiri, merasa sangat hina dan malu saat ini, putri yang ia besarkan dengan sepenuh hati, kini harus menikah paksa Di Balai desa karena dituduh berzina

Sedangkan Zayn. Jangan tanyakan ia bagaimana, semalam dia masih balapan dan kemudian kejar kejaran dengan polisi, ia bersembunyi di bus dan akhirnya sekarang ia harus menikah. Benar benar sebuah kesialan yang tidak akan ia maafkan seumur hidupnya.

"Tau begini, mending gua biarkan saja dia mati ditimpa balok kayu itu," batin Zayn melirik Zahira yang tengah berdoa.

Zahira sama sekali bukan tipe gadis idamannya. Ia menyukai gadis kota yang modis dan modern, bukan gadis kampung yang berpakaian tertutup seperti Zahira. Jangankan untuk menikahi Zahira, untuk melirik pun sebenarnya Zayn tidak pernah bermimpi.

Bagaimana kalau teman-teman satu gengnya tahu kalau ia menikah dengan gadis kampung nan udik seperti Zahira, pastilah ia akan menjadi bahan olok-olokan di gengnya, dan derajatnya akan turun di mata anggotanya. terlebih lagi, kalau geng Venom Riders tahu, bisa-bisa mereka akan menertawakan dan menghina gengnya. Sungguh kesialan yang tidak bisa ia toleransi sama sekali.

"Aamiin..." berdoa pun selesai.

Bisik-bisik para tetangga yang mencibir Zahira dan ibunya belum lagi selesai. Para ibu ibu, bapak bapak, remaja, anak anak, semuanya membicarakan pernikahan mendadak ini. Tidak ada yang peduli dengan bagaimana perasaan Zahira dan ibunya.

"Ya sudah, untuk meredam emosi para warga, sebaiknya Ibu Asiyah, nak Zahira dan Zayn silahkan kembali ke rumah. Dan yang lainnya, sudah bisa kembali bubar. Masalah telah selesai, jangan lagi ada terdengar keributan di luar hanya karena masalah ini!" ujar kepala Desa dengan tegas.

"Huuu..." teriak para warga lagi menghina Ibu Asiyah dan Zahira.

"Sudah-sudah, kan mereka sudah mempertanggungjawabkan perbuatannya, berhenti menghina mereka," tegur kepala desa kepada warganya dengan tegas. Barulah akhirnya para warga terdiam.

Setelah itu, barulah Ibu Asiyah, Zahira, dan Zayn berpamitan pulang ke rumah.

Semua mata menatap kepergian mereka dengan tatapan penuh penghinaan.

Zayn melirik Zahra yang berjalan di sampingnya. Ia sudah memikirkan, bagaimana caranya ia bisa kabur dan meninggalkan wanita yang sudah menjadi istrinya ini. Meskipun mereka hanya menikah siri, tapi sekarang mereka sudah sah menjadi pasangan suami istri.

"Orang mesum... orang mesum..." para anak-anak mengikuti langkah mereka sambil mengejek, entah siapa yang mengajari anak-anak ini untuk berkata tidak pantas seperti itu, tapi yang pasti ejekan itu membuat Asiyah dan Zahira semakin terpukul.

Sesampainya di rumah, Asiyah langsung menutup pintu rumahnya rapat-rapat, ia tidak ingin para tetangga datang ke rumahnya.

"Maafkan Zahira, bu," Isak Zahira langsung bersimpuh di kaki Asiyah.

Asiyah menghapus air matanya sendiri, yang tidak berhenti menetes sedari tadi.

"Ibu yang meminta maaf kepadamu nak, ibu gagal memberikan kebahagian untuk mu, maafkan ibu. Seandainya ibu kaya raya, kamu tidak harus menjalani takdir yang seperti ini, maafkan ibu," ujar Asiyah membelai kepala anaknya yang terbalut oleh kerudung syar'i.

Ibu dan anak itu menangis tersedu-sedu, sedangkan Zayn hanya berdiri, menyaksikan mereka dengan wajah datar, dan otak yang terus berputar, mencari cara untuk kabur meninggalkan Zahira.

Ia tidak bisa berlama-lama di sini, ia masih sekolah, ia tidak mau menjadi seorang suami. Ia merasa dirinya sudah hampir gila saat ini. Hanya karena menolong orang lain dari timpaan balok kayu, berakhir dirinya terjebak dalam situasi sulit seperti ini.

Asiyah menghapus air matanya, dan melonggarkan pelukannya dari tubuh Zahira, perlahan ia mengalihkan pandangannya menatap Zayn.

"Sudah nak! Sekarang lihat menantu ibu, dia pasti lelah, siapkan tempat tidur untuknya," perintah Asiyah kepada Zahira.

Zahira menatap Zayn dengan tatapan penuh benci yang tertahan, tapi ia pun tidak bisa marah dengan pria ini, sebab ia juga sadar bahwa semua ini bukan sepenuhnya kesalahannya. Zahira juga yakin, pria asing di hadapannya ini pasti juga sedang kalut sama seperti dirinya. Meski kalau ia bisa memilih, pastilah ia akan lebih memilih untuk tertimpa balok besar itu saja meski apapun resikonya, ketimbang menikah dengan pria yang tidak ia kenali dengan cara yang hina seperti ini.

"Sudah, sana, biarkan dia istirahat, jangan terlalu dipikirkan semuanya, ibu bahagia akhirnya ibu punya menantu," ujar Asiyah tersenyum kepada Zahira, untuk menghibur hati Zahira berpura pura ia berkata bahwa ia bahagia memiliki seorang menantu.

Meski itu tidak sebenarnya salah, tapi sebenarnya ia merasa ini bukanlah waktu yang tepat untuknya memiliki seorang menantu.

Zahira masih terdiam, dengan kedua tangan menghapus air matanya.

"Sudah sana, rapikan kamar kosong itu, nanti kasurnya ambil saja dari kamar kita," ujar Asiyah lagi.

Barulah Zahira bangkit, menuju kamar kosong untuk merapikannya. Berhubung mereka hanya tinggal berdua, jadi Zahira dan ibunya selama ini tidur bersama di sebuah kamar, dan ada tersisa satu kamar lagi, dan sekarang kamar itu akan menjadi kamar Zayn dan Zahira.

Zayn masih tetap pada posisinya semula, berdiri tegak. Rasa pegal di kalinya tak lagi ia rasakan, yang ia pikirkan hanya cara untuk kabur dari kampung ini.

Asiyah menatap Zayn dengan tersenyum, lalu berkata, "sini nak, duduk di samping ibu," ucap Asiyah kepada Zayn dengan penuh kasih sayang.

Zayn membalas senyuman itu dengan senyum tipis, kemudian duduk di samping Asiyah.

Asiyah memegang tangan Zayn, Zayn sedikit terkejut tapi ia pun tidak menghindar.

Terpopuler

Comments

Nurhayati Nia

Nurhayati Nia

jangan membuat zahira menderita dengan kabur dari nya zayn kasih an zahira kalo kamu tambah lagi penderitaan nya

2025-04-11

0

Susi Akbarini

Susi Akbarini

jeng3..
apa oesan Aisyah pada xqyn..
❤❤❤❤❤

2025-04-11

1

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

smg aja zayn g jahat

2025-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!