Persaingan

Karmina merasa tenang setelah Gracia tak mengganggunya sejak perhatiaanya beralih pada Zahra. Ego putri bungsu Pak Gunawan itu terganggu oleh kehadiran perempuan centil sok cantik di kelasnya.

Kendati demikian, Karmina tidaklah serta merta merasa senang. Sebuah ancaman mengerikan kerap berkelebat tatkala matanya tak sengaja memandang Zahra. Tahi lalat di bawah mata kiri, seakan meyakinkannya bahwa petaka akan datang dari putri Sahar Muzakir.

Kekhawatiran juga merasuk ke dalam hati Dewa setelah menyadari Zahra belajar di sekolah yang sama. Ia perlu waspada, jika sewaktu-waktu putri Sahar Muzakir itu menunjukkan gelagat aneh yang bisa menjebaknya ke dalam lingkaran api para pembunuh sang ayah.

Saat jam istirahat, Dewa yang biasa menghabiskan waktu menyendiri di pojok kantin, didatangi oleh Zahra. Gadis itu tampak tersipu-sipu memandang paras tampan nan tegas dari sang ketua OSIS, sambil duduk di sebelahnya. Tentu saja, Dewa merasa risi dengan sikap sok akrab dari Zahra.

"Makasih, ya, kemarin udah nolongin gue. Kalau lo nggak dateng, entah kayak gimana mereka memperlakukan gue," tutur Zahra tersenyum-senyum malu, sembari sesekali melirik Dewa.

"Hm." Dewa mengangguk, lalu menyeruput teh manis di tangannya.

"Oya, denger-denger, lo ketua OSIS di sini, ya," kata Zahra dengan mata berbinar-binar.

Dewa yang selesai menyeruput teh manis, menoleh pada Zahra. "Kalau iya, kenapa?"

"Nggak. Gue ngerasa kagum aja. Baru kali ini nemuin orang berkarisma dan gagah kayak lo. Pantes kalau lo jadi pemimpin di sini," puji Zahra, pipinya semakin merah merona.

"Oh, terima kasih. Terus, kalau gue ketua OSIS di sini, lo mau ngapain?" ketus Dewa mendelik.

Zahra beringsut mendekati Dewa, kemudian memegang tangan lelaki itu. "Lo udah punya pacar belum? Kalau belum, boleh dong kapan-kapan kita kencan bareng."

Meskipun merasa enggan didekati oleh perempuan, Dewa berusaha bersikap sopan. Dilepaskannya genggaman Zahra dari tangannya, seraya berkata, "Maaf, ya, gue belum kepikiran ke sana. Urusan sekolah aja nggak kelar-kelar, masa harus ngurusin perasaan cewek juga? Mending lo cari cowok yang lebih keren aja, ya."

"T-Tapi ... gue cuma mau kencan sama lo doang, bukan ngajak jadian," dalih Zahra merasa gugup.

Dewa beranjak dari tempat duduknya, kemudian berlalu meninggalkan Zahra sendirian. Gadis itu memberengut, kesal karena tak bisa mendapatkan hati lelaki paling kuat dan populer di sekolah.

Berselang beberapa menit, Karmina datang menghampiri Zahra yang masih cemberut. Sesekali gadis itu memandang ke arah Dewa yang semakin menjauh.

"Gue boleh duduk di sebelah lo nggak?" tanya Karmina meminta izin.

Perasaan kecewa Zahra perlahan memudar tatkala menyadari kehadiran Karmina. Ditatapnya gadis berambut pendek itu untuk sesaat, kemudian bergeser memberi tempat duduk untuk teman sekelasnya.

"Zahra, gue denger lo di-bully sama Gracia. Apa itu bener?" tanya Karmina.

Zahra mengangguk. "Bahkan temennya yang sipit itu ngerusak bando merah pemberian terakhir bokap gue."

Merasa berempati, Karmina menepuk pundak Zahra. "Gue turut prihatin, ya," ucapnya.

Zahra tertunduk lesu.

"Tapi, gue harap lo bisa berlapang dada nerima perlakuan mereka. Gue yakin, lo tuh anak baik dan bukan pendendam. Jadi, tolong maklumin kelakuan mereka, ya," bujuk Karmina.

Mendengar ucapan Karmina, Zahra mengembuskan napas perlahan, kemudian menoleh. "Nama lo siapa?"

"Karmina."

"Karmina, apa lo tau sesuatu yang bakal terjadi sama orang naif?"

Karmina menggeleng.

Zahra menyunggingkan senyum seraya berkata, "Orang-orang naif itu gampang dibohongin. Jadi, nggak usah nasihati gue buat maafin mereka bertiga, apalagi maklumin kelakuan Gracia."

"T-Tapi, Zahra ... Gracia--"

"Nggak usah sebut-sebut nama dia lagi. Gue udah eneg duluan dengernya," potong Zahra. "Mending lo ceritain ke gue tentang ketos ganteng itu."

Karmina mengerutkan dahi. "Ketos? Maksud lo Dewa?"

Dengan mata berbinar-binar, Zahra mengangguk cepat.

"Dewa ...." Karmina tersenyum getir, berusaha berhati-hati agar sisi gelap sang ketua OSIS tak terungkap di depan Zahra.

"Dia itu orangnya kayak gimana, sih? Gue penasaran sama dia," tanya Zahra tampak semringah.

"Dia orangnya dingin dan susah ditebak," jelas Karmina memandang jauh, lalu menoleh pada Zahra. "Lo naksir sama dia?"

Zahra mengangguk pelan, tersipu malu.

"Sebaiknya nggak usah berharap dipacarin sama dia deh, ya. Dia tuh orangnya aneh, nggak cocok buat lo yang cantik jelita kayak putri raja," ujar Karmina.

"Loh? Kenapa? Gue suka sama cowok cool apalagi susah ditebak kayak di novel-novel dark romance. Pasti kalau dia udah cinta sama gue, gue bakal diperlakukan secara ugal-ugalan," tutur Zahra sambil membayangkan dirinya dicintai oleh sang ketos.

Karmina semakin mengernyitkan kening dan memandang aneh pada Zahra. "Tunggu dulu! Maksudnya ugal-ugalan kayak gimana, sih? Gue nggak ngerti."

"Ya ... Ugal-ugalan kayak di novel dark romance yang cowoknya posesif, obsesif, dan dingin kayak mafia itu loh! Masa lo nggak tahu?" Kedua mata Zahra semakin membulat dengan alis terangkat, seakan berusaha menegaskan maksud dari pembicaraannya.

Karmina menyengir. "Hehe ... Gue nggak baca novel begituan. Selera kita beda, kali, ya. Gue lebih suka baca novel jadul di perpustakaan kayak Di Bawah Lindungan Kabah karya Buya Hamka atau Laskar Pelangi karangan Andrea Hirata."

"Ah, nggak asyik," ketus Zahra, kemudian beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Karmina.

Sementara itu, Gracia dan kedua temannya yang memperhatikan Zahra sejak tadi, saling berbisik-bisik. Tatapannya begitu jijik tatkala melihat murid baru itu berjalan berlenggok-lenggok seperti seorang model.

Sepulang sekolah, seperti biasa, Gracia menyasar Zahra sebagai bulan-bulanannya. Ia membawa gadis itu menuju kelas kosong, kemudian mendorongnya sampai tersungkur. Di mata Gracia, murid baru sok cantik itu tak ada bedanya dengan Karmina.

"Kenapa, sih, kalian doyan banget ngerjain gue, ha? Salah apa gue sama kalian?" rutuk Zahra, memandangi ketiga gadis usil itu satu per satu, sembari berusaha untuk berdiri.

"Salah lo tuh satu, sok cantik. Lo mau coba-coba gatelin ketua OSIS, ya? Jangan harap dia ngelirik lo!" jelas Gracia memandang sinis pada Zahra.

"Emangnya salah kalau gue naksir ketos? Ah, atau jangan-jangan lo nggak suka kalah saing sama gue buat dapetin dia," tutur Zahra yang sudah berdiri, mengibaskan rambutnya sambil mengembangkan senyum mengejek.

Melihat tingkah Zahra yang begitu percaya diri, Gracia dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Seketika, senyum di wajah Zahra memudar, menyadari dirinya dihina sebegitu rendah oleh mereka bertiga.

"Gue? Kalah saing sama cewek cacingan kayak lo? Sori, ya. Gue nggak tertarik buat jadiin lo saingan!" ledek Gracia dengan angkuh.

"Lagian, si Dewa nggak minat sama cewek letoy kecentilan macem lo," timpal Fransisca tersenyum sinis.

"Dibandingin lo, masih cantikan gue ke mana-mana keleus," ejek Evelyn, mengibaskan rambutnya, meniru tingkah Zahra yang sok cantik.

Zahra semakin berang, mengepalkan kedua tangannya. Sorot matanya begitu tajam memandangi para pengejek. Ia mendengkus sebal, sambil mengeratkan gigi geliginya.

"Tapi kalau lo masih pengin dapetin Dewa, bisa-bisa aja, sih," ucap Gracia sembari mendekati Zahra dan memandangnya dari ujung kaki sampai kepala.

Zahra mengerutkan dahi.

"Lo tahu Karmina, kan? Si Jadul yang tadi nyamperin lo," kata Fransisca, mengingatkan Zahra.

"Emang kenapa dia?" tanya Zahra dengan mata melebar.

Gracia menjambak rambut Zahra seraya berkata, "Dia berhasil dapetin hati ketos karena dia tuh cewek culun. Makanya, lo nggak usah jadi cewek cantik yang kecentilan."

Terbelalak Zahra mendengar ucapan Gracia. Sungguh, ia tak menyangka, bahwa gadis yang menyarankannya untuk menjauhi Dewa merupakan saingan sebenarnya.

Evelyn menghampiri Zahra, kemudian memegang muka gadis yang memiliki tahi lalat di bawah mata kirinya itu. "Biar Dewa naksir elo, lo seharusnya nggak kalah culun dari si Jadul. Sini, gue dandanin dulu," ujarnya sambil memulaskan lipstik merah ke bibir si murid baru.

Gracia dan Fansisca terpingkal-pingkal menertawakan wajah Zahra yang semakin tak karuan. Evelyn memulaskan lipstik pada bagian pipi serta kedua mata gadis itu, hingga tampak seperti badut.

Adapun Zahra, terdiam dengan raut wajah masam. Kobaran dendam menyala-nyala dari sorot matanya. Ditatapnya Gracia dengan nyalang, sembari mengeratkan kepalan tangan. Lihat aja apa yang bisa gue lakuin sama lo dan Karmina, batinnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!