Karmina menyempatkan diri bertemu dengan Dewa saat jam istirahat tiba. Berada di kelas berbeda dengan lelaki yang dicarinya, membuat gadis itu harus menelusuri koridor lebih jauh.
Ketika tiba di depan kantin, tak sengaja Karmina mendapati Dewa sedang didekati oleh dua siswi centil penggemar beratnya. Adapun Dewa, tampak datar saja menerima sebatang cokelat dari salah satu penggemarnya. Ia hanya mengucapkan terima kasih, sambil mengulas senyum hambar tanpa arti.
Setelah kedua murid itu pergi, Karmina datang menghampirinya dengan canggung. Ia tampak ragu untuk duduk di sebelah Dewa yang sedang membolak-balik cokelat pemberian dua gadis tadi.
"Eh, lo yang kemarin diusilin sama tiga cewek itu, ya? Nih, buat lo," kata Dewa sambil menoleh dan memberikan cokelat pemberian penggemarnya pada Karmina.
"Lah? Ini, kan, buat lo. Kenapa dikasih ke gue?" tanya Karmina menyerahkan lagi cokelat yang diberikan Dewa.
"Gue nggak suka cokelat. Buat lo aja," kata Dewa sambil mendelik.
"Makasih, ya," kata Karmina tersenyum simpul, "gue boleh duduk di sebelah loh nggak? Ada hal penting yang mau gue omongin."
Dewa mengangguk, kemudian bergeser agak jauh dari posisi Karmina duduk. Sesekali ia memandang gadis di sebelahnya, lalu menyeruput es jeruk yang dibeli beberapa saat lalu.
"Nama lo Dewa, ya?" tanya Karmina menatap wajah dingin sang ketua OSIS.
Dewa melirik sekilas. "Nggak perlu gue jawab pun seisi sekolah tau nama gue. Masa lo nggak tau?"
"Maaf, cuma mau mastiin doang," kata Karmina tertunduk canggung.
"Mau ngobrolin apa? Kalau lo cuma pengin pansos doang, sori, gue nggak sudi kenal sama lo," ketus Dewa.
"Nggak, gue ke sini bukan mau pansos kok. Gue cuma mau nanyain hal penting tentang hidup lo," jelas Karmina sambil sesekali menatap Dewa.
Dewa mengernyitkan kening, menoleh pada Karmina yang sedang tertunduk canggung. "Apa maksud lo mau ngobok-obok kehidupan pribadi gue? Nggak sopan banget lo, ya, kepoin privasi orang. Pantes aja lo diusilin sama tiga murid lain."
"Bukan gitu maksud gue. Plis, jangan marah dulu dong. Lagian, gue nggak minat buat kepoin privasi lo," pinta Karmina dengan raut memelas.
"Terus, apa?" Dewa yang kesal melirik tajam pada Karmina.
"Gue semalem didatengin seseorang. Dia mohon-mohon sama gue buat bantuin lo ngehukum pelaku sebenarnya," ungkap Karmina.
Seketika, tertegunlah Dewa. Lelaki itu mulai menduga-duga seseorang yang dimaksud oleh Karmina. Ditatapnya gadis bertubuh mungil yang masih tertunduk canggung itu, sambil mengerutkan dahi.
"Siapa? Gimana ciri-ciri orang yang nemuin lo semalem?" tanya Dewa penasaran.
"Orangnya kira-kira seumuran sama bokap gue, dia pake baju kemeja, badannya penuh darah," jelas Karmina, sembari mengarahkan pandangan ke atas, seolah sedang mengingat-ingat lagi sosok pria yang mendatanginya semalam.
Dewa mengernyitkan kening. "Lo nggak lagi mimpi, kan, semalem?"
Karmina menggeleng cepat. "Enggak! Sumpah! Boro-boro mimpi, tidur aja kagak bisa. Bulu kuduk gue merinding pas nyium bau darah di rumah, terus denger ada yang ngetuk pintu. Pas gue bukain pintu, eh, ada bapak-bapak aneh di depan kontrakan gue," tuturnya sambil mengangkat kedua alis.
Dewa menatap sinis. "Alah, paling juga lo lagi ngehalu."
Pandangan Karmina beralih ke layar ponsel Dewa yang menyala. Potret seorang pria yang menemuinya semalam, terpampang jelas di gawai milik Dewa.
"Foto siapa itu?" tanya Karmina menunjuk ke ponsel Dewa.
Dewa melihat ponselnya sebentar dan menjawab, "Bokap gue. Kenapa emang?"
"Semalem orang itu yang datang ke rumah gue!" seru Karmina dengan mata membulat.
"Ah, yang bener? Bokap gue udah meninggal empat tahun lalu. Masa iya bokap gue bangkit dari kubur? Mustahil!" bantah Dewa menampik pernyataan Karmina.
"Beneran! Gue nggak bohong!" tegas Karmina meyakinkan. "Bokap lo datang ke rumah gue sambil mohon-mohon."
Merasa ucapan Karmina sangat serius, Dewa mulai mencoba memahami maksud dari gadis di sebelahnya itu. "Dia bilang apa aja sama lo?"
"Dia cuma mohon-mohon sama gue buat bantuin lo ngehukum pelaku yang sebenarnya," jawab Karmina, lalu memandang wajah Dewa dengan kedua mata melebar. "Emangnya keluarga lo pernah punya masalah serius?"
Dewa mengangguk. "Lo nggak perlu tau lebih jauh masalah keluarga gue. Mending urus diri lo sendiri, gue nggak butuh bantuan dari orang lemah kayak lo," katanya sambil beranjak dari bangku kantin.
***
Rasa penasaran Karmina belum tuntas. Saat mengikuti jam pelajaran terakhir, hatinya terus saja dirundung gelisah. Sekelebat bayangan pria seusia ayahnya sekonyong-konyong muncul setiap kali ia berusaha berkonsentrasi memahami pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Tak terasa, jam pelajaran terakhir pun selesai. Murid-murid berhamburan keluar kelas. Karmina menunggu Dewa di depan gerbang sekolah, sambil berusaha bersembunyi dari anak majikan ibunya yang suka berbuat usil secara tiba-tiba.
Cukup lama Karmina menunggu, hingga suasana sekolah mulai sepi. Dengan kecewa, gadis itu berbalik badan dan melenggang menuju pinggir jalan. Sesekali, ia menoleh ke belakang, dan terkejut melihat Dewa sedang berjalan dengan santai meninggalkan area sekolah.
"Dewa!" seru Karmina sambil melambaikan tangan.
Dewa berhenti sejenak. "Ya elah, lo lagi."
Karmina berlari menghampiri Dewa dan berkata, "Dewa, lo seriusan nggak butuh bantuan? Gue janji, gue bakal berusaha sekeras mungkin sampai pelaku sebenarnya dihukum."
Dewa yang sangsi mendelik pada Karmina. "Emang lo bisa berantem?" ketusnya.
"Eh, apa?! Kok jadi--"
"Kalau mau bantuin gue, lo harus bisa berantem. Bisa nggak lo?"
Dengan gelagapan, Karmina mengangguk cepat. "B-Bisa kok. Ayo aja gue mah."
"Sekarang serang gue!" ujar Dewa menantang Karmina.
Tertegun Karmina memperhatikan badan Dewa yang jauh lebih tinggi darinya. Jika berdiri bersama ketos, ia lebih terlihat seperti kurcaci dibanding teman sebaya. Tinggi badannya yang hanya 150 cm itulah penyebab Dewa merasa ragu menerima bantuan dari siswi paling lemah di sekolah.
"Kenapa diem aja? Cepet serang gue!" tuntut Dewa dengan angkuh.
Karmina menghela napas dalam-dalam, mengepalkan tinju di kedua tangannya. Ia mendekati Dewa, lalu memukul bagian badan lelaki itu sekenanya. Bagi sang ketua OSIS, pukulan amatiran yang diarahkan Karmina tidak ada apa-apanya. Alih-alih menghindar, Dewa merasa geli menerima serangan dari gadis itu.
Di luar dugaan, Dewa tiba-tiba menahan tangan Karmina. Keduanya saling tatap untuk sesaat, kemudian tubuh Karmina dibantingkan begitu ringan oleh Dewa. Sontak, gadis bertubuh mungil itu menjerit kesakitan, terkapar di tanah.
"Bisa nggak, sih, lo jangan kasar-kasar sama cewek?!" bentak Karmina, seraya berusaha untuk berdiri kembali.
"Gitu doang udah protes. Kalau gitu mah lo mana bisa bantuin gue," ledek Dewa, menyunggingkan senyum di sudut kanan bibirnya.
Karmina yang masih belum puas, ingin membuktikan bahwa dirinya mampu bertarung. Diserangnya lagi bagian badan Dewa secara beruntun. Kali ini, sang ketua OSIS menghindari pukulan demi pukulan yang dilayangkan Karmina, hingga membuat gadis itu kesal.
Saat mendapatkan kesempatan menyerang, Dewa memukul bagian bahu Karmina. Sontak, gadis itu berhenti memukul dan merengek kesakitan.
"Ih, kok kamu kasar banget, sih? Nggak bisa lebih pelan dikit, ape?" rajuk Karmina meringis, memegangi bahunya.
Merasa muak dengan rengekan Karmina, Dewa mendengkus sebal. "Kalau gitu, ya udah, jangan sok-sokan bantuin gue," sungutnya.
"Tapi, kan, lo bisa ajarin beladiri ke gue dikit-dikit dulu. Jangan langsung 'jreng' aja," sanggah Karmina memberengut.
"Lo pikir dunia ini harus sesuai sama kemauan lo, apa? Hidup ini keras, Sayang!" ketus Dewa mendelik tajam pada Karmina, lalu melengos menuju area parkir untuk mengambil sepeda motornya.
Sementara itu, Karmina terengah-engah memegangi bahunya. Ia tak menyangka, bahwa siswa yang sangat membenci perundungan itu, justru akan melakukan hal lebih buruk padanya. Memang, Dewa memiliki sifat yang tegas dan dingin, terlebih sejak ditinggal pergi oleh sang ayah untuk selamanya. Maka tak heran jika ia sangat ditakuti oleh banyak berandalan sekolah karena sifatnya.
Selain itu, isu mengenai Dewa yang pernah kepergok menembak pria dewasa oleh seorang siswa, membuat para perundung ketar-ketir. Kabar itu menyebar begitu cepat sehari setelah ia dilantik menjadi ketua OSIS, tapi para guru seakan tak peduli. Mereka butuh siswa tegas berkemimpinan tinggi seperti Dewa agar kasus perundungan di sekolah dapat berkurang.
Ketika Dewa pergi meninggalkan sekolah menggunakan motornya, Karmina berjalan menuju halte. Ia menunggu angkot sambil melihat-lihat pemandangan yang begitu ramai di sekitarnya.
Di seberang jalan, tampak seorang pria berpakaian rapi dengan setelan kemeja lengan panjang berwarna biru muda dan celana hitam, sedang menelepon seseorang. Pandangan Karmina tetap terfokus pada pria itu, sampai orang yang diperhatikannya masuk ke mobil sedan hitam.
Di luar dugaannya, sebuah kilasan peristiwa pria berpakaian necis itu sekelebat muncul tatkala menutup mata. Karmina menyaksikan langsung sebuah pergumulan sadis antara pria yang baru saja dilihatnya dengan tiga orang misterius. Mereka membawa senjata tajam, saling serang, hingga pria berkemeja itu akhirnya tumbang.
Di akhir pengeroyokan, sekelebat bayangan salah satu lelaki membuka topengnya. Karmina mendapati Dewa berjalan bersama dua orang asing yang membawa senjata tajam, meninggalkan korbannya terkapar tak berdaya. Seketika, Karmina terhenyak dan menggeleng pelan.
"Ngapain Dewa ngincar orang itu?" gumamnya sembari termenung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments