Godaan

POV Farel.

Aku terbangun karena suara Nada menggeser pintu kaca yang bersebelahan dengan sofa tempatku tidur.

"Maaf kak, kakak jadi terbangun, udah tidur lagi aja".

Mana bisa aku tidur lagi setelah melihatnya menggunakan swimsuit.

"Ga apa-apa Na, aku mau buat kopi dulu", namun sebelumnya aku membantunya membuka pintu kaca lebar-lebar sehingga tidak ada seperti tidak ada pembatas antara kamar dan ruangan outdoor. Sebelum keluar meminum kopiku, aku mengganti bajuku dengan celana renang.

Aku duduk di meja makan samping kolam, memperhatikan Nada sambil meminum kopiku, lalu aku segera bergabung dengan Nada berenang melakukan beberapa putaran hingga aku melihatnya beristirahat di pinggiran kolam sambil melihat kearah laut, tangannya melipat depan pinggiran kolam sebagai tumpuan untuk dagunya.

"Enak ya Na bisa nyantai gini sambil liat laut", ucapku sambil berdiri disampingnya

"Iya kak".

"Mau perpanjang menginap 1 malam lagi?".

"Besok kan kakak kerja, aku juga besok mau ke kampus menyelesaikan beberapa administrasi untuk wisuda awal tahun depan".

"Yah iya juga sih".

Lalu kami sama-sama terdiam, Nada larut dalam pikirannya sendiri memandangi laut, sedangkan berfantasi dengan pikiranku sendiri. Aku merangkul pinggangnya lalu mencium pipinya lagi.

"Kakak!", protesnya.

"Aku hanya cium pipi Na, anggap aja kamu lagi ketemuan sama sepupu kamu kan suka cium pipi", ucapku jahil.

"Ya tapi kan kakak bukan...", aku memotong kalimatnya dan berkata,

"Tapi aku kan suamimu Nada", aku bergerak memeluk pinggangnya lagi.

Kali ini ia tidak memberontak dan mata kami saling bertatapan, sungguh aku ingin menciumnya saat ini, merasakan kulitnya bersentuhan denganku, satu tanganku bergerak memegang dagunya dan mengusap bibirnya pelan, mataku hanya menatap bibirnya, aku bergerak mendekati wajahnya, kini aku bisa merasakan hembusan nafasnya pada wajahku, aku menatap matanya, namun ia memejamkan matanya, saat bibirku hendak menyentuh bibirnya, ia bergerak mundur dan berkata,

"Maaf kak aku belum siap", kemudian ia melepaskan dirinya dari pelukanku dan naik keluar kolam renang menuju kamar mandi.

Yah mungkin aku terlalu memaksanya pagi ini, kami baru saja berpegangan tangan kemarin. Aku mengacak-acak rambutku, kini aku harus kembali berenang untuk memadamkan fantasiku.

...----------------...

POV Nada.

Aku sudah gila, sungguh gila, kenapa aku memejamkan mataku, seakan memberinya izin untuk menciumku. Ayolah kamu bukan anak kemarin sore Nada, kami jelas tau kalau ia akan menciummu, jadi kenapa aku memejamkan mata, akhhhh gilaaaa.

Saat aku keluar kamar mandi, kak Farel sedang menghabiskan kopinya di kursi makan samping kolam renang. Aku lalu duduk di sofa sambil memainkan handphoneku. Mungkin ia melihatku sudah duduk rapi di sofa, kak Farel masuk kamar mandi melalui pintu samping, mungkin ia juga canggung pikirku.

Aku sebenarnya tau cepat atau lambat ini akan terjadi, mau bagaimanapun ia seorang pria yang memiliki kebutuhan biologis, akhhh Nada.... sebelum aku berpikiran yang aneh-aneh, aku membereskan koper dan perlengkapan kami.

"Mmm... aku lupa belum mengambil baju ganti", tiba-tiba aku mendengar suara kak Farel disampingku saat aku berjongkok menata isi koper. Aku menengadah, kemudian melihatnya kalau ia hanya menggunakan handuk menutupi bagian bawah tubuhnya, aku cepat berpaling mengubah posisiku membelakanginya. Setelah aku mendengar pintu kamar mandi menutup kembali, aku mengatur nafasku dan kembali membereskan koper, pagi ini memang sungguh gila, kataku dalam hati.

Aku menunggunya duduk di sofa saat kak Farel membereskan sisa barangnya yang belum aku masukkan ke dalam koper.

Kemudian bisa kurasakan ia melangkah hendak duduk disampingku, aku hanya berpura-pura tenang sambil memainkan layar handphoneku.

"Nada, maafkan aku soal kejadian di kolam tadi, kurasa aku terlalu gegabah lagi bukan?".

"Ya ga apa-apa kak", ucapku pelan, aku tidak ingin terlihat gugup didepannya.

"Tapi untuk ini...", ia memegang tanganku dan menautkan jari kami.

"Kamu ga keberatan untuk ini kan?", tanyanya sambil mengangkat tangan kami.

"Ya ga apa-apa kak", ucapku mengulang perkataan yang sama, oh ya ampun aku bisa merasakan pipiku memerah saat ini karena malu. Nada! Kendalikan dirimu! Teriakku dalam hati.

Ia tersenyum melihatku, lalu dengan tetap menggenggam tanganku, ia mengajakku bangkit dari sofa,

"Ayo kita pulang Nada".

Kini kurasa tidak hanya pipiku yang merah, tapi kupingku juga. Lalu aku menyadari sesuatu, bukankah dengan mengiyakan berarti aku mengakui bahwa aku mulai menerimanya. Akhhhh Nada! Teriakku dalam hati.

Sepanjang perjalanan pulang kami hanya berdiam diri sibuk dengan pikiran kami masing-masing ia mengajakku makan siang di tempat yang ia ceritakan sebelum kami sampai di hotel 2 hari yang lalu. Setelah makan siang kecanggungan antara aku dan kak Farel mulai mencair.

Setibanya di rumah, setelah membongkar isi koper aku mengerjakan proyek animasiku lagi di dalam kamar, namun aku membiarkan pintunya tetap terbuka.

Aku terbangun, saat merasakan ada tangan yang membelai rambutku,

"Ahh kak...", ucapku kaget karena jarak kami yang sangat dekat, aku segera bangun dan duduk tegak menyender pada tembok.

"Sudah jam 6 sore Nada, nanti kamu ga bisa tidur malam".

"Ah iya kak, aku ketiduran ya. Aku mandi dulu kak", ucapku sambil segera bangun dan setengah berlari masuk ke dalam kamar mandi.

Kenapa ia berani menyentuh wajahku sekarang? Dasar bodoh, tentu saja sekarang kamu tidak bisa berlari lagi, ia tau aku mulai menyukainya, kamu sendiri yang mengakuinya terang-terangan di hotel tadi, rutukku dalam hati.

Saat aku keluar kamar, kak Farel sedang memindahkan pesanan makanan ke dalam piring.

"Ayo makan Na".

Aku mengangguk dan duduk di meja makan, sambil mengobrol ringan kami mulai menyantap makanan kami. Setelah itu ia membantu membereskan meja, sedangkan aku mengatur piring di dalam dishwasher.

"Mau nonton Na?".

"Aku mau ke kamar aja kak, mau beresin proyek aku, lalu tidur", kataku beralasan. Alasan sebenarnya adalah aku menghindarinya, rasanya aku masih merasa agak canggung mengakui kalau aku mulai menyukainya.

"Na tunggu ada sesuatu di rambutmu".

"Apa kak?", tanyaku sambil menyisir rambutku dengan tangan mencari-cari yang dimaksudkan oleh kak Farel.

Kak Farel memegang pundakku, mencium pipiku dan berkata "Selamat malam Nada".

Aku bergerak refleks ke belakang sampai punggungku menyentuh tembok, ia tersenyum melihatku dan berkata,

"Apa tidak ada balasan untukku Nada?".

"Jangan berharap pada keberuntungan kakak lebih jauh lagi, ini saja sudah mulai melewati batasnya".

"Sungguh? Aku rasa tidak juga", ucapnya tersenyum jahil.

Aku menggelengkan kepalaku, lalu berlari ke kamar, menutup pintunya dan menguncinya. Di balik pintu aku memegang pipiku, lalu tersenyum. Tunggu... apa aku tersenyum?!!. Sebenarnya sejak kapan tingkahnya yang menyebalkan itu bisa membuatku tersenyum?. Setelah debaran jantungku mulai mereda, aku membuka catatan harianku dan membacanya ulang.

Aku masih belum bisa menjawab pertanyaanku yang terakhir, yang jelas malam ini aku tidak bisa tidur memikirkan banyak hal ditambah aku tadi sudah tidur sore, akhhhh.... Nada! Luapan emosiku berteriak kecil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!