Dear diary,
Sungguh aneh belakangan ini aku seperti merasa kak Farel bisa membaca pikiranku.
Tadi pagi sebelum berangkat ke Medan, sesaat setelah ia keluar menggunakan kaos dan blazer dari kamar, ia masuk lagi ke dalam kamar, kupikir ia lupa menggunakan parfum atau apalah, tapi ternyata ia kembali masuk kamar untuk membereskan lipatan kaosnya di lemari. Kemarin malam juga saat ia mengerjakan pekerjaan kantor di meja makan sambil makan potongan buah, begitu melihatku ia mengelap ulang meja makan. Sungguh aneh bukan??.
"Nada bagaimana sidangnya tadi siang? Maaf aku cuma bisa wa tadi, seharian aku keluar kantor, ini aku baru sampai di hotel", ucapnya sambil melakukan video call denganku.
"Lancar kak, aku dinyatakan lulus".
"Selamat Nada, kalau aku ada di rumah aku pasti udah ajak kamu makan diluar".
"Apa besok kamu jadi pulang ke rumah mama?".
"Iya kak, ga apa-apa kan selama kakak pergi aku menginap di rumah?".
"Iya Nada, daripada kamu sendiri di apartemen lebih baik kamu di rumah mama".
"Nanti Nada sekalian jemput kakak di bandara aja pulangnya".
"Ok".
Kamis sore aku sudah berada di bandara untuk menjemput kak Farel.
Aku melambaikan tanganku saat melihat sosoknya keluar dari pintu bandara.
"Hai Nada, apa kamu merindukanku?", tanyanya begitu melihatku.
"Ga juga, biasa aja sih kak".
"Yahh... padahal aku kangen berat loh".
"Sudah ayo masuk mobil, kita makan malam dulu kali ya kak? Mau makan apa?".
"Apa saja yang searah pulang Na".
"Ok kak".
Kami hanya makan malam kemudian kembali ke apartemen. Begitu kak Farel menutup pintunya, ia langsung memelukku.
"Sebentar aja Na, aku kangen".
Aku berusaha melepaskan diri, kemudian ia melepaskan pelukannya. Aku memberikan tatapan kesalku padanya.
"Maaf, tapi meskipun marah kamu tetep cantik loh, gimana ga bikin kangen coba", ucapnya sambil tersenyum.
"Udah aku mau tidur aja", ucapku sambil melangkahkan kakiku ke kamar.
...----------------...
POV Farel.
Nada menjemputku ke kantor sore ini, ia berbincang dengan papa sebentar lalu kami pamit pergi.
"Aku tau tempat makan enak sebelum kita sampai ke Anyer Na, mau makan malam disitu atau di hotel saja?".
"Kakak ga cape, kemarin juga kan baru pulang dari Medan. Kita makan di hotel aja dulu malam ini".
Aku tersenyum saat mendengarnya, karena alasannya menolak adalah karena memikirkan aku.
Kami menyewa kamar jenis villa yang memiliki kolam renang pribadi dengan pemandangan laut. Kamar ini sangat luas, ada ruang TV dan meja makan kecil di satu ruangan besar bersama dengan kasur king size. Tidak ada pembatas dinding antar ruangan, kecuali kamar mandi.
"Kak gantian, sekarang aku aja yang tidur di sofa".
"Boleh, tidur bareng aja di sofa gimana Na, sekalian aku mau nonton bola jam 11 malam nanti", dengan senyuman usilku.
Nada memberikan tatapan tajamnya kepadaku, kemudian ia berkata,
"Aku duluan yang mandi", ucapnya kemudian meninggalkanku.
Saat Nada di kamar mandi, aku mengecek koper, dan aku menemukan benda yang aku cari. Aku kembali duduk di sofa, nanti malam aku akan membuka laptop Nada.
Selesai mandi, kulihat Nada duduk di tempat tidur sambil membuka laptopnya.
"Lagi apa Na?".
Aku menghampirinya duduk disampingnya.
"Biasa kak, proyek animasi, aku punya target akhir bulan ini semua materiku selesai, jadi aku bisa melamar kerja magang disana".
"Kamu makin keren aja loh Na", ucapku sambil melihat ia mengerjakan proyeknya.
"Kerjaan kakak lancar kemarin?", ucapnya mengalihkan tatapannya dari layar laptop kepadaku.
"Yahhh jadi ganggu kamu, udah terusin aja Na, aku cuma pengen liat aja kamu kerja dari samping".
"Aku bisa kok mengerjakan ini sambil dengerin cerita kakak, aku cuma lagi merapikan beberapa bagian saja", tangannya dengan lihai kembali bekerja.
"Sejauh ini lancar, semoga seterusnya juga lancar ya Na, aku ingin membuktikan kepada rekan kerja di kantor, meskipun aku masuk karena nepotisme, tapi aku punya otak dan kemampuan".
"Aku tau kakak bekerja keras selama ini, aku yakin mereka akan mengakui kemampuan kakak, mungkin dalam waktu dekat, karena aku juga yakin pada kemampuan kakak, sungguh", ucapnya sambil menatapku. Saat mata kami bertatapan, ingin rasanya aku mencium bibirnya, tapi aku takut tindakanku malah membuatnya canggung dan menjauhiku. Tapi otakku berbeda dengan tanganku, aku menyentuh wajahnya, hendak menyentuh bibirnya merasakan kelembutannya dijariku, bisa kurasakan detak jantungku berdebar saat akan melakukannya. Saat jariku menyentuh bibirnya, Nada memperbaiki posisi duduknya dan mundur sedikit. Aku sadar mungkin ini bukan waktu yang tepat, aku mengalihkan tanganku ke atas kepalanya, membelai rambutnya dan berkata,
"Kurasa aku akan tidur tiduran dulu di sofa sambil menunggu jam bola".
Ia mengangguk. Kemudian kulihat ia meletakkan laptopnya di meja pembatas antara tempat tidur dan sofa, sebelum ia menarik selimut dan tidur memunggungiku. Setidaknya 2 malam ini aku bisa puas melihatnya tidur meski aku hanya bisa memandangi punggungnya.
Dear diary,
Tiba-tiba saja kak Farel memelukku, cuma sebentar tapi entah kenapa aku sangat gugup. Aku memberikan tatapan marah kepadanya, namun sesungguhnya aku tidak benar-benar bisa marah. Aku kesal tapi aku juga senang, sepertinya aku mulai gila.
Aku tersenyum membacanya, singkat namun membuatku melayang.
Dear diary,
Ga ada kak Farel di rumah sepi juga, padahal biasanya ada aja tingkahnya yang bikin aku greget. Beres sidang aku mau tidur rumah mama aja, setidaknya disana ga berasa sepi.
Sepertinya Nada mulai menyukaiku tanpa ia sadari.
Dear diary,
Mama menasihatiku lagi soal pernikahan, lalu tiba-tiba aja minta cucu, gimana mau buat, ciuman aja ga pernah. Mama belum tau aja aku masih tidur terpisah sama kak Farel, bahkan aku aja ga tau kapan aku siap untuk tidur sekamar dengan kak Farel.
Iya sih namanya menikah pasti ditagih cucu, apa mama Farel juga meminta itu kak Farel? Apa kak Farel menyukai anak kecil? Kalaupun aku bisa membalas perasaan kak Farel, sepertinya aku belum mau punya anak, aku masih mau berkarir dulu. Apa aku menyukai anak kecil? Entah kenapa sepertinya selama ini aku selalu menghindari anak kecil.
Aku memandang ke arah tempat tidur, lalu berjalan pelan pelan berjongkok disamping tempat tidur untuk memandangi wajahnya.
Aku selalu menyukai anak kecil, dan aku bermimpi suatu saat kami akan menjadi keluarga yang sempurna saling mencintai dan memiliki keturunan. Aku bahkan menginginkan anak perempuan yang memiliki wajah Nada, aku membayangkan menjadikannya tuan putri dalam hidupku.
Tapi aku sangat mencintai Nada, jika ia tidak menginginkan anak, maka aku akan menurutinya. Aku menyentuh pipinya pelan, kemudian menyentuh bibirnya, mengusapnya perlahan dengan jariku, dan menciumnya pelan sambil menahan nafasku, aku takut ia terbangun.
Aku berjalan mundur perlahan dan berusaha tidur, setidaknya kini aku yakin mulai besok aku memperbolehkan diriku untuk mulai bersikap agresif terhadap Nada. Sabar ya, sepertinya waktu akan berjalan lebih cepat dari dugaanku, sambil tersenyum mengusap juniorku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments