Semua Memori Tentangnya

Kian menepati ucapannya. Setelah lelaki itu memberikan sambutan, ia turun dari podium dan menghampiri Liliane yang sudah menunggunya di sebuah meja.

Jangan tanyakan keberadaan John Lakovelli, karena pria paruh baya itu akan mengikuti acara ini sampai selesai. Setelah penyambutan dari Kian Marchetti, acara dilanjutkan dengan pelelangan yang hasilnya akan disumbangkan sebagai amal ke yayasan anak milik keluarga Marchetti.

"Maaf sudah membuatmu menunggu, Signorina Lakovelli." Ucap Kian ketika tiba di hadapan Liliane.

Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan senyum hangat yang terbit di wajahnya. "Tidak, Signore Marchetti. Maksudku, kau bisa memanggilku Liliane."

"Kalau begitu panggil saja aku Kian." Balas Kian dengan senyum tak kalah ramah.

Keduanya kemudian berjalan berdampingan keluar dari hall yang terdapat di tengah-tengah mansion tersebut. Kian berencana membawa Liliane berjalan mengelilingi mansion keluarga Marchetti.

Gaun hitam yang tampak pas di tubuh ramping Liliane semakin mempercantik penampilannya malam ini. Gadis itu terlihat elegan dan murni seperti gadis baik-baik yang tubuhnya tak pernah terjamah laki-laki manapun.

Kian benar-benar membawanya berkeliling mansion. Dia bahkan mencoba mengakrabkan diri dengan Liliane, hingga membuat gadis yang tak gampang berbaur itu kini menjadi nyaman berbincang dengannya.

"Lain kali aku akan membawamu ke suatu tempat yang indah di mansion ini."

Ucapan Kian membuat Liliane tertarik. "Tempat apa itu?"

"Itu adalah labyrinthe de l'amour, sebuah labirin yang dibangun oleh ayahku dan dinamai begitu oleh ibuku."

Ini kisah yang menarik. Liliane berharap bisa mendengar cerita itu lebih banyak lagi. "Mereka sangat romantis. Apa isi dari labirin tersebut?"

"Isinya ..." Kian tampak sengaja menggantung ucapannya untuk melihat wajah Liliane yang hampir frustasi karena rasa ingin tahunya.

Lelaki itu sempat terkekeh dan tawanya semakin keras ketika Liliane akhirnya kesal dengan tingkah Kian. "Cepat beritahu aku, Kian. Kau tak mungkin tega membiarkanku mati penasaran, kan?"

"Oh, itu akan menjadi pilihan terakhirku, Liliane." Balas Kian dengan senyum jahilnya untuk menggoda keturunan Lakovelli itu.

"Maka, beritahu aku sekarang ..."

Kian menggelengkan kepalanya. "Tidak, Signorina. Kau akan mengetahuinya nanti. Jika aku mengatakannya, kau tak akan lagi penasaran dengan isi labirin tersebut."

Liliane mengingat pertemuan pertama mereka dengan baik. Tentang bagaimana mereka akhirnya berteman dekat. Kian yang semakin hari semakin hangat dan membuat Liliane berkali-kali lipat jatuh cinta jauh dari sebelumnya.

Namun, sayangnya setelah liburan musim panas berakhir, Liliane harus kembali ke Cambridge untuk melanjutkan kegiatan kuliahnya. Mereka berpisah, tapi Kian berjanji akan mengajak Liliane berlibur kala gadis itu mendapatkan liburan selanjutnya.

Seperti yang lalu-lalu, Kian berperan sebagai lelaki tampan yang romantis dan ksatria layaknya seorang pangeran berkuda di negeri dongeng. Kian selalu memperlakukan Liliane dengan baik. Dan Liliane sendiri juga berperan seperti seorang cinderella yang lemah lembut dan baik hati. Keduanya terlihat seperti pasangan yang diimpikan oleh banyak orang. Liliane selalu bersyukur dan merasa mengencani seorang Kian Marchetti adalah sebuah kebanggaan.

Liliane yang awalnya tidak pernah menyentuh dapur, menjadi tertarik untuk memasakkan makanan untuk Kian. Masakan pertamanya adalah pasta carbonara, tentu saja membuat pasta adalah hal dasar yang sangat mudah untuk orang-orang Italia, namun, tidak dengan Liliane.

“Apakah rasanya mengecewakan?” tanya Liliane saat tak melihat reaksi apapun dari Kian.

Saat Kian hendak menjawab, Liliane sudah lebih dulu menyuapkan pasta buatannya itu ke dalam mulutnya. Rasa campur aduk yang Liliane tak mengerti datangnya darimana, membuat Liliane merasa mual dan segera berlari ke wastafel untuk memuntahkan makanannya.

Kian mengikuti Liliane dan berdiri di belakang gadis itu saat ia sedang berkumur untuk menghilangkan rasa aneh dari pastanya. Liliane menatap Kian dari cermin dengan bersungut. “Kenapa kau tidak jujur saja jika makananku tidak enak? Aku tidak akan membiarkan kau makan tadi.”

Melihat itu, Kian justru merasa gemas dan segera memeluk Liliane dari belakang. Disandarkannya kepala Kian pada pundak Liliane. “Ini masakan pertamamu dan kupikir rasanya tak terlalu buruk. Ayo kembali ke meja makan, aku ingin menyantapnya lagi.” Ajak Kian pada Liliane.

Namun, bukannya bergegas, Liliane justru menahan genggaman tangan Kian. Hal itu membuat Kian menoleh ke arah Liliane yang ternyata sudah berkaca-kaca. “Oh, lihatlah gadis cantikku yang cengeng ini. Bukankah kecantikannya akan menghilang jika ia menangis?” Kian mencoba mencairkan suasana melow yang sedang mendera Liliane.

Bukannya mereda, Liliane justru menangis semakin terisak. “Mengapa kau baik sekali kepadaku?” tanyanya dengan terbata.

Kian tertawa dan menyenggol lembut hidung bangir Liliane dengan telunjuknya. “Karena aku kekasihmu, sayang.”

"Aku mencintaimu," ungkap Liliane sungguh-sungguh.

Kian menatap manik hazel Liliane sembari menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah kekasihnya itu. "Dan aku jauh lebih mencintaimu, Liliane Eleonora Lakovelli." Ungkap Kian dengan tulus.

Mendengar Kian yang selalu siap mendukungnya, Liliane menjadi semangat belajar memasak. Akhirnya ia pun bisa memasak ossobuco alla milanese masakan mendiang ibu Kian yang menjadi favoritnya, margherita pizza masakan Liliane yang menjadi favorit Kian sepanjang masa, dan tiramisu yang selalu dimasak untuk memperingati hari kelahiran Kian di dunia. Kian menyukai semua itu, menyukai segala hal yang berhubungan dengan Liliane, begitupun juga dengan Liliane yang sangat menyukai Kian.

Setelah kelulusan Liliane, Kian begitu semangat mengajak Liliane berkencan ke seluruh penjuru Italia. Tentu saja John tak pernah melarangnya, pria itu merasa amat senang mengetahui ada sosok lain yang membantunya melindungi dan membahagiakan Liliane.

“Kau selalu cantik, Liliane.” Puji Kian saat melihat Liliane yang berjalan menghampirinya.

Mereka akan melakukan road trip ke pedesaan di Tuscany. Kian sudah lama menantikan hal ini, hingga dirinya menemukan tambatan hati dan menyempatkan membawa Liliane berkencan ke sana di tengah kesibukannya.

“Kau juga selalu tampan, Signore Marchetti.” Balas Liliane dengan pipi bersemu merah.

“Oh, aku selalu menyukai rona merah di pipimu … dan senyumanmu,” ujar Kian membuat wajah Liliane semakin memerah karena malu.

“Berhentilah omong kosong, Kian.” Ucap Liliane yang mengundang ledakan tawa dari Kian.

“Aku mengatakannya sungguh-sungguh.” Kian mencoba membela dirinya sendiri.

Tidak hanya kencan ke Tuscany, mereka juga mengunjungi museum atau galeri seni di Florence, menaiki gondola di Venesia, dan sering melakukan makan malam romantis di Roma.

Namun, Liliane tidak tahu bahwa keluarga Marchetti bukanlah keluarga pengusaha biasa melainkan juga sebuah klan mafia yang berpengaruh di Italia—Klan II Fero. Bahkan, John Lakovelli juga terlibat di dalamnya. Mereka bukan pebisnis yang bersih dari dunia bawah, meski mereka berhasil menyembunyikan hal itu dari Liliane selama ini.[]

***

Terpopuler

Comments

Gadiscantik27

Gadiscantik27

Siang, kak. Boleh minta support baliknya ke ceritaku☺☺ Cinta Terlarang 🚫

2025-03-14

0

Mưa buồn

Mưa buồn

Ga sabar buat kelanjutannya!

2025-03-14

0

putrie_07

putrie_07

pnasaran/Tongue//Tongue//Tongue/

2025-03-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!