Bab 17

Hoodie dan celana yang sering di pakai Bastian diambil Hajjah Rodiah, sebelum pergi ke kamar Ayang.

"Ayang, pakailah pakaian ini. Kamu harus cepat pergi dari sini sebelum orang-orang jahat itu datang."

Tanpa banyak bertanya Ayang mengambil pakaian yang di berikan Hajjah Rodiah, karna tadinya ia memang sudah berniat akan pergi, meski tanpa bantuan hajah Rodiah.

Kemudian hajah Rodiah keluar kamar, membiarkan Ayang berganti pakaian.

"Ayang," panggil hajah Rodiah yang berdiri diambang pintu. Di dalam kamar itu tampak Ayang memang sudah berganti pakaian dengan pakaian yang di berikannya.

Ayang mengangguk pelan.

"Pakai juga topi dan masker ini, biar tidak ada yang mengenalimu."

Ayang mengambil topi itu dan lansung mamakainya, ia menutupi semua rambutnya dengan topi.

Setelahnya Ayang dan hajah Rodiah turun ke bawah menemui pak Bambang yang juga sudah menunggunya.

"Ayang, pegang ini. Jangan banyak pikiran di sana dan jangan pernah merasa sungkan, hubungi kami jika kamu butuh sesuatu. Nanti Bu hajjah akan datang mengunjungimu kesana." Hajjah Rodiah memberikan tas selempang kecil yang isinya belumlah Ayang ketahui.

Ayang menerima tas itu, kemudian memeluk hajah Rodiah, sembari bergumam mengucapkan terimakasih.

"Umi, itu sepertinya si Asep sudah datang," ucap pak Bambang. Ia tadi memang sudah menghubungi driver travel yang berasal dari desanya untuk mengantar Ayang.

"Ayang, kalau ada Dani diluar, kamu bersikap yang wajar saja. Harusnya dengan penampilan kamu seperti ini, Dani tidak akan mengenalimu."

Ayang mengangguk kemudian kembali memeluk wanita paruh baya itu, setelahnya ia mencium tangan pak Bambang dengan takhzim.

Hajah Rodiah kembali memeluk Ayang dan mencium wajahnya berkali-kali. "ingat lah, Allah selalu bersama kita," bisik Hajjah Rodiah

Ayang keluar rumah sendiri, berjalan menuju mobil yang berhenti di tepi jalan. Hajah Rodiah memang sengaja tidak mengantarkannya, supaya tidak menimbulkan kecurigaan Dani.

"Mau kemana Lo Bas, malam-malam begini?" tanya Dani, Sangkanya yang keluar rumah adalah Bastian.

Ayang mengangkat tangan, sambil terus berjalan kearah mobil dan masuk ke dalam.

Dari dalam mobil, Ayang melihat Dani yang terus menatap kearahnya.

Maafkan Ayang, Bang. 

Mobil mulai melaju, tanpa Ayang ketahui kemana sopir akan membawanya. Ia hanya di beri tahu hajah Rodiah akan pergi ke sebuah desa yang berada di luar provinsi.

Di dalam mobil Ayang teringat cerita pak Bambang tentang ayahnya. Apa mungkin 'Ayah masih hidup? Tapi kalau masih hidup, kenapa selama ini ayah tidak pernah pulang?'

.

.

.

Setelah menempuh 5 jam perjalanan, mobil yang membawa Ayang kini telah berhenti.

Ayang menoleh ke kanan, melihat bangunan dengan model rumah khas daerah pedesaan.

"Dek, kita sudah sampai," uca sopir, kemudian ia turun dan berjalan membukakan pintu penumpang.

Suasana yang masih gelap, di tambah dinginnya udara pedesaan yang berada di bawah kaki gunung, begitu kentara kala pintu mobil terbuka.

Ayang turun dari mobil. Pandangannya mengedar kesekeliling. Ia melihat sopir yang membawanya berjalan mendekati salah satu rumah yang ada di depan.

"Asalammualaikum," teriak supir itu sambil menggedor pintu rumah.

Tidak lama pintu terbuka, dari dalam rumah keluar seorang pria paruh baya dengan raut wajah khas seperti orang yang baru bangun tidur, di susul dengan seorang wanita yang kini telah berdiri di samping pria paruh baya itu.

Ayang masih berdiri terpaku di samping mobil menatap ke arah tiga orang yang berdiri diambang pintu.

"Nak, kemarilah!" ucap pria paruh baya sembari berjalan keluar dari rumah.

Kaki Ayang perlahan beringsut mendekati rumah tersebut.

"Mari Nak, silahkan masuk. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri." Pria paruh baya itu mengajak Ayang masuk kedalam rumahnya. "Sep, Ayo masuk sekalian, kita ngopi-ngopi dulu."

"Oh iya, kebetulan belum ngopi juga," sahut sopir yang membawa Ayang.

"Buk, tolong buatkan minum untuk tamu kita," titah pria paruh baya itu antusias setelah mengajak dua orang tamunya masuk ke dalam rumah.

Ayang telah duduk di kursi rotan dalam rumah. Kepala hanya menunduk, tempat dan suasana disini begitu asing baginya, kedua tangan mengapit tas selempang yang di berikan hajah Rodiah.

Tidak lama berselang, seorang wanita paruh baya mendekat, sembari membawa nampan dan meletakkan gelas yang di bawanya diatas meja.

"Silahkan diminum Cah Ayu, Asep, nih kopinya," ucap wanita paruh baya itu sebelum melabuhkan duduk di sebelah Ayang.

Ayang hanya mengangguk pelan sambil tersenyum canggung.

"Siapa namamu, cah ayu?" tanya wanita paruh baya itu seketika.

"Ayang," jawab Ayang. Hanya bibirnya yang bergerak tanpa mengeluarkan suara.

"Buk!" tegur Pria paruh baya yang duduk berhadapan dengan Ayang. Sebelumnya ia dan istrinya sudah mendengar sedikit cerita dari Pak Bambang melalui sambungan telepon kalau Ayang tidak bisa bicara.

"Oh iya, Ibuk lupa, Pak. Sebentar ya Cah Ayu." Wanita paruh baya itu pun berlalu pergi. Tidak lama ia kembali lagi membawa buku dan pena, alat tulis tersebut di berikan pada Ayang.

Ayang lansung menulis namanya dikertas itu. 

Panggil saja saya Ayang, Buk. Ayang memperlihatkan tulisannya.

"Oh, iya, 'Ayang' maaf ya, Ibu lupa. Padahal si Bapak tadi sudah ngasih tau. Maaf ya nduk. Oh, iya sampai lupa. Kenalkan, Nama Ibuk Parida dan ini suami Ibuk namanya Pak Ahmad, tapi orang-orang disini lebih mengenal dengan nama Mamad, dan kalau yang ini namanya si Asep, rumahnya di ujung sana. Masih saudaraan juga sama Pak Bambang, tapi saudara jauh, dia bekerja jadi sopir travel."

Ayang menggut-manggut menyimak penuturan wanita paruh baya itu sambil tersenyum canggung

"Di minum dulu tehnya, mumpung masih hangat."

Ayang mengangguk, kemudian meraih gelas yang masih mengeluarkan asap itu dan meneguknya perlahan.

Setelah mengobrol cukup lama, tak terasa lantunan ayat-ayat suci terdengar dari pengeras suara mesjid, menandakan hampir masuknya waktu subuh.

"Nak Ayang, berhubung sebentar lagi mau masuk subuh. Bapak ijin ke mesjid dulu, nanti kita lanjutkan ngobrol-ngobrolnya. Buk, tolong antarkan Nak Ayang ke kamar ya? Pasti dia sangat kelelahan," ucap pak Mamad sebelum berlalu pergi.

"Kalau begitu saya juga permisi mau pulang." Asep juga bangkit dari duduknya.

"Oh, ya sudah. Hati-hati di jalan ya Sep," ucap Parida.

"Mari Cah Ayu, Ibuk antarkan ke kamarmu."

Ayang berdiri, mengikuti Parida yang membawanya kesebuah ruangan.

"Nah, mulai sekarang ini adalah kamar nak Ayang. Betah-betanin aja ya. Kalau butuh apa-apa, minta sama ibuk."

Ayang mengangguk dan mengedarkan pandangan melihat ruangan berdinding papan itu, terlihat bersih dan rapi.

"Kamar mandi ada di belakang, nanti Ibu akan tunjukan. Ohya, di dalam lemari itu ada pakaian-pakain bekas ibu. Kalau ada yang muat, nanti Cay Ayu pakai saja."

Ayang kembali mengangguk dan menuliskan kata terimakasih di kertas.

"Iya, sama-sama. Ibu harap Cah Ayu bisa betah tinggal di sini. Kalau butuh apa-apa jangan sungkan katakan pada Ibu dan Bapak."

Ayang kembali mengangguk.

"Ya sudah, Ibu permisi dulu."

Parida kemudian keluar dari kamar.

Terpopuler

Comments

Kardi Kardi

Kardi Kardi

SEPERTINYA SI DIA AKAN MENGEJAR TERUSSSS. Sampai anaknya besar

2025-04-12

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19 Pahlawan
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26 Culas
27 Bab 27 Kesepakatan
28 Bab 28 Sabar sabar sabar
29 Bab 29 Bergelut Manja
30 Bab 30 Go to Bali
31 Bab 31 Om, Unda atit
32 Bab 32 Ajam Imik cucu Unda
33 Bab 33 Om bau, mandi duyu cana!
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38 Panggil aku Papa
39 Bab 39 Kesal
40 Bab 40 Aduh! Tembus
41 Bab 41 Unda, Papa kok beyum Puyang?
42 Bab 42 Sertifikat rumah
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45 Rencana
46 Bab 46 Papa ngak oyeh nilkah cama Unda!
47 Bab 47 Sah?
48 Bab 48 Esmosi
49 Bab 49 Benar-benar marah
50 Bab 50 Ah, gagal maning
51 Bab 51 Sekarang giliranku
52 Bab 52 Bunda kalian lagi bikin dedek
53 Bab 53 Ziarah
54 Bab 54 Diterima
55 Bab 55 Kalian kenapa menangis?
56 Bab 56 Bunda marah sama pintu, bukan pada kalian
57 Bab 57 Pembunuh itu?
58 Bab 58 Kebenaran
59 Bab 59 Koma
60 Bab 60 Aku bukan hantu
61 Bab 61 Ngintip
62 Bab 62 Kabar baik dari Dani
63 Bab 63 Wasiat
64 Bab 64 Abang? Sayang?
65 Bab 65 Saya sudah maafkan Tuan
66 Bab 66 Yei! Papa udah angun!
67 Bab 67 Buka saja semua.
68 Bab 68 Aling?
69 bab 69 Samakin menjadi-jadi
70 Bab 70 Tidak mau minum obat
71 Bab 71 Mau tau aja atau mau tau banget?
72 Bab 72 Sama-sama takut kehilangan
73 Bab 73 Tak tahan
74 Bab 74 Ikut kekantor
75 Bab 75 Ngambek
76 Bab 76 Tembak tembak
77 Bab 77 Tidak bisa tidur
78 Bab 78 Imam
79 Bab 79 Masa pertumbuhan
80 Bab 80 1 Uban=100 juta
81 Bab 81 Kehilangan
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86 Salah tangkap
87 Bab 87 Kedatangan Amey
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19 Pahlawan
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26 Culas
27
Bab 27 Kesepakatan
28
Bab 28 Sabar sabar sabar
29
Bab 29 Bergelut Manja
30
Bab 30 Go to Bali
31
Bab 31 Om, Unda atit
32
Bab 32 Ajam Imik cucu Unda
33
Bab 33 Om bau, mandi duyu cana!
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38 Panggil aku Papa
39
Bab 39 Kesal
40
Bab 40 Aduh! Tembus
41
Bab 41 Unda, Papa kok beyum Puyang?
42
Bab 42 Sertifikat rumah
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45 Rencana
46
Bab 46 Papa ngak oyeh nilkah cama Unda!
47
Bab 47 Sah?
48
Bab 48 Esmosi
49
Bab 49 Benar-benar marah
50
Bab 50 Ah, gagal maning
51
Bab 51 Sekarang giliranku
52
Bab 52 Bunda kalian lagi bikin dedek
53
Bab 53 Ziarah
54
Bab 54 Diterima
55
Bab 55 Kalian kenapa menangis?
56
Bab 56 Bunda marah sama pintu, bukan pada kalian
57
Bab 57 Pembunuh itu?
58
Bab 58 Kebenaran
59
Bab 59 Koma
60
Bab 60 Aku bukan hantu
61
Bab 61 Ngintip
62
Bab 62 Kabar baik dari Dani
63
Bab 63 Wasiat
64
Bab 64 Abang? Sayang?
65
Bab 65 Saya sudah maafkan Tuan
66
Bab 66 Yei! Papa udah angun!
67
Bab 67 Buka saja semua.
68
Bab 68 Aling?
69
bab 69 Samakin menjadi-jadi
70
Bab 70 Tidak mau minum obat
71
Bab 71 Mau tau aja atau mau tau banget?
72
Bab 72 Sama-sama takut kehilangan
73
Bab 73 Tak tahan
74
Bab 74 Ikut kekantor
75
Bab 75 Ngambek
76
Bab 76 Tembak tembak
77
Bab 77 Tidak bisa tidur
78
Bab 78 Imam
79
Bab 79 Masa pertumbuhan
80
Bab 80 1 Uban=100 juta
81
Bab 81 Kehilangan
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86 Salah tangkap
87
Bab 87 Kedatangan Amey

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!