Bab 2

Dani begitu bersemangat mendengar Ayang menyetujui tawaran yang ia tawarkan. Bergegas ia membawa Ayang kerumah Memi---mucikari yang di kenalnya.

Setibanya di sana, mami Memi menelisik tubuh Ayang dari atas sampai bawah.

"Cantik sih. Tapi dia kudu di poles lagi biar lebih menarik." Mami Memi bergumam sambil mengitari tubuh Ayang.

Dani menyeringai kesenangan mendengar perkataan wanita itu.

Tapi tidak dengan Ayang, ia tampak tegang dan ketakutan. Jemarinya dibawah sana tengah menggulung-gulung kain batik jawa yang di pakainya. Raut kecemasan tergambar jelas di wajahnya, namun berkali-kali ia menguatkan diri, mengingat ibunda tercinta yang tengah terbaring di rumah sakit.

"Berapa umur you?" tanya mami Memi pada Ayang sambil menyalakan sebatang rokok.

"Dua puluh tahun Mam, gue jamin dia masih perawan." Dani yang menjawab.

Mami Memi menatap Dani. "You mau jual dia berapa?"

"Gua bukan mau jual dia Mam, gua hanya minta lu mencarikan pelanggan kaya yang bisa membayar 500 juta untuk semalam."

Seketika Ayang tersentak mendengar perkataan saudara kandungnya itu. Namun, Dani memberi isyarat agar ia diam saja.

"Gila you! Siapa yang mau membayar sebanyak itu?"

"Aaah, Mami payah banget. Masa gak punya pelanggan tajir. Katanya ini tempat prostitusi kelas atas!" sinis Dani.

"You jangan asal ngomong ya!" Satu tunjuk mami Memi mengarah tepat ke wajah Dani.

"Lah, buktinya emang gitu kan? Masa Mami gak kenal dengan Bos tajir,"

Mami Memi kembali menghisap rokok dan menghembuskan asapnya perlahan. "Sebenarnya I ada pelanggan yang mungkin sanggup membayar sebanyak itu, bahkan I yakin orang ini berani membayar lebih. Tapi, I gak yakin kalau gadis yang you bawa ini mampu memuaskannya. Karna selama ini belum ada satu pun perempuan yang bisa membuat orang ini puas.  Apa you mau coba? Tapi, sebelumnya I mau ingatkan, orang ini mintanya rada-rada aneh," terang mami Memi.

"Gue yakin Adik gue ini bisa memuaskan Bos besar itu. Lu gak usah khawatir," jawab Dani cepat.

"What! Gadis ini Adik you?" Mulut mami Memi terbuka lebar. "I gak menyangka you tega menjual Adik you sendiri," lanjutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Ck! Gak usah sok menesehati gue, lu!" Dani mendengus kesal.

"Oke....oke I gak ikut campur. Itu urusan you."

"Terus, kapan Adik gue bisa melayani Bos besar itu?" tanya Dani lagi.

"Kalau itu, I belum bisa memastikan. Karna I juga gak bisa menghubungi lansung orangnya. I hanya bisa berhubungan dengan para anak buahnya saja. You tinggalkan saja nomor hape you, nanti I akan hubungi you."

"Gue gak punya hape," sahut Dani malas.

Mami Memi tersenyum sinis sembari menggeleng kecil. "Kalau begitu you tunggu saja dulu di sini, sampai I dapat kepastian dari anak buah orang itu," saran mami Memi.

Ayang berjalan mendekati Dani, lalu menarik tangan saudaranya itu menjauh dari mami Memi.

"Abang, kita kerumah sakit saja yuk, kasihan Bunda gak ada yang menjaga," bisiknya setelah menjauh dari mami Memi.

"Lu di sini aja. Biar gue yang kerumah sakit," balas Dani.

"Tapi Ayang takut." Ayang memeluk erat lengan Dani.

"Ay, lu mau Bunda sembuh ga sih?" tanya Dani menekan.

Ayang diam, ia ingat tujuannya datang kesini untuk kesembuhan bundanya.

"Lu tunggu aja disini. Nanti malam gue jemput lu." Kemudian Dani berjalan mendekati mami Memi. "Kalau begitu gue titip Adik gue di sini, nanti malam gue jemput," ucapnya pada mami Memi.

"Hmm, baiklah. Tapi, kalau Bos itu mau, you gak usah jemput kesini, karna Adik you akan I antar ke hotel."

"Baiklah. Gue cabut dulu."

"Abang." Ayang memanggil Dani yang sudah berbalik badan.

Dani menoleh. "Udah Lu santai aja di sini," sahut Dani lalu kembali melanjutkan langkah meninggalkan Ayang bersama mucikari itu.

"You benaran Adik si Dani?" tanya mami Memi setelah Dani menghilang di balik pintu.

Ayang mengangguk pelan.

"Kalau boleh I tahu, kenapa you mau melakukan pekerjaan ini? Si Dani maksa you?" tanya mami Memi lagi.

"Gak, tapi Bunda saya saat ini sedang berada di rumah sakit dan harus segera di operasi, Buk-"

"Panggil I Mami," potong mami Memi cepat.

"Hm, iya, Mami," sahut Ayang dengan wajah tertunduk.

"Good. Ayo, ikut I." Mami Memi berjalan masuk kedalam kediamannya.

Ayang pun terpaksa mengikuti langkah wanita itu di belakang dengan kepala yang masih menunduk.

Mami Memi membawa Ayang masuk kedalam sebuah ruangan. Di sana terdapat banyak gaun-gaun seksi terpajang.

Kemudian mami Memi mengambil beberapa pakaian dan mencocokkan ke badan Ayang.

"Sepertinya yang ini cocok buat you," gumamnya setelah mencobakan sebuah drees pendek berbentuk kemben ke tubuh Ayang.

"Sekarang you mandilah, nanti I akan panggilkan orang I untuk make over you," perintahnya pada Ayang yang sejak tadi hanya diam saja dengan wajah menunduk.

"Hei! You dengar I gak?"

Ayang mengangguk cepat.

"So, you tunggu apa lagi? Pergilah mandi sekarang!"

"Hm, kamar mandinya dimana?" sahut Ayang canggung.

"Oh, sorry sorry, I lupa you bukan anak asuh I. Ayo, mari ikut I." Mami Memi pun membawa Ayang ke kamar mandi.

.

.

.

.

Jam delapan malam, Ayang tiba di sebuah hotel bintang lima.

Berkali-kali ia menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan degup jantung yang bertalu-talu. Dibuangnya rasa takut yang hinggap di hati. Semua akan di lakukan demi kesembuhan ibunda tercinta. Meski ia tau, yang di lakukannya sekarang ini salah.

"Apa you gugup?" tanya mami Memi ketika mereka tengah berada di dalam lift.

Ayang yang sejak tadi menunduk mengangguk pelan.

"You harus tenang, usir rasa gugup you karna pelanggan satu ini agak susah menaklukannya. Banyak anak asuh I yang telah mencoba, tapi selalu gagal."

Ayang mengangkat kepala. "Gagal? Maksud Mami?" tanya Ayang tak mengerti.

"Ya, dari banyaknya anak asuh I gak ada satu pun dari mereka yang bisa membuat itunya berdiri. Entah lah, I juga gak tau, apa orang ini impoten atau memiliki fastasi aneh lainnya, tapi yang pasti menurut cerita anak asuh I mereka sama sekali gak di apa-apa kan. Hanya di suruhnya buka pakaian, udah mereka di suruh pergi lagi."

Ayang sedikit bernafas lega mendengar penjelasan Mami Memi, ia berharap semoga saja orang yang akan di temuinya ini sesuai dengan apa yang di sampaikan mami Memi barusan.

Saat pintu lift terbuka, mami Memi keluar terlebih dahulu di ikuti Ayang di belakangnya. Mami Memi berjalan melenggang-lenggokkan pinggulnya sembari mengedarkan pandangan mencari pintu bernomor 180.

"Nah ini kamarnya." Mami Memi menghentikan langkah.

"Oke, sekarang you pencet bel ini karna orangnya sudah menunggu you di dalam. Tugas I hanya sampai di sini saja menemani you. Semoga you sukses." Setelah mengatakan itu mami Memi pun melangkah pergi.

Ayang meraup nafas dalam-dalam melalui mulut dan menghembuskan lagi secara perlahan. Batinnya sedang berperang. Salah? Ya, Ayang sadar apa yang di lakukannya ini salah. Tapi ia akan merasa sangat bersalah, jika tidak bisa melakukan apa-apa untuk kesembuhan bundanya.

Perlahan tangan diangkat menekan bel yang ditunjuk mami Memi.

Ayang hanya menekan bel itu sekali, setelahnya ia hanya diam menunduk menunggu pintu di buka.

Ceklek

Dengan jelas Ayang mendengar bunyi pintu terbuka. Namun, kepalanya masih menunduk. Sedikitpun tak ingin melihat sosok yang baru saja membuka pintu.

"Kau siapa?" Suara berat di hadapannya membuat tubuh Ayang bergelinjang kaget.

"Sa-saya Juwita, Tuan," jawab Ayang ketakutan. Ia hanya memperkenalkan diri dengan nama belakang saja.

"Siapa yang membawa kau kesini?"

"Ma-mami Memi, tuan," jawab Ayang terbata.

"Cepat, masuklah!"

Ayang masih berdiri sambil meremas jemari di bawah sana. Sungguh, ia begitu ketakutan saat ini.

"Apa kau tuli?"

Ayang masih tak bergeming, keringat dingin telah keluar di pori-pori kulitnya.

"Aaa!"

Ayang menjerit keras, saat tangannya tiba-tiba di tarik masuk kedalam. Bukan main kaget ia mendapat perlakuan kasar orang itu.

"Kemarilah," panggil pria yang telah duduk di tepi ranjang.

Ayang masih diam dengan kepala menunduk.

Pria di depannya lansung mengeluarkan pistol yang di selipkan di pinggang. "Kemarilah atau kupecahkan kepala kau!"

Ayang menaikkan bola mata melihat pria itu yang tengah membidikkan pistol tepat ke kepala. "I-iya, tuan." Perlahan Ayang beringsut mendekati pria. Kepala masih menunduk memandang lantai.

"Siapa nama kau?"

"Ju-juwita, tuan," sahut Ayang cepat.

"Berapa umur kau?"

"20 tahun, tuan," jawab Ayang jujur.

"Buka pakaian kau sekarang!"

Sontak wajah Ayang terangkat menghadap tepat pria itu.

Terpopuler

Comments

Kardi Kardi

Kardi Kardi

wadouh si bos. langsung suruh TELANJANGGG

2025-04-12

2

Helen Nirawan

Helen Nirawan

Oooo iii jgn galak3 napa bis makan cabe 100 kg mang nya ? ampun d

2025-04-15

0

Erviana Erastus

Erviana Erastus

to the point banget nih laki langsung suruh buka baju 🤣

2025-04-11

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19 Pahlawan
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26 Culas
27 Bab 27 Kesepakatan
28 Bab 28 Sabar sabar sabar
29 Bab 29 Bergelut Manja
30 Bab 30 Go to Bali
31 Bab 31 Om, Unda atit
32 Bab 32 Ajam Imik cucu Unda
33 Bab 33 Om bau, mandi duyu cana!
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38 Panggil aku Papa
39 Bab 39 Kesal
40 Bab 40 Aduh! Tembus
41 Bab 41 Unda, Papa kok beyum Puyang?
42 Bab 42 Sertifikat rumah
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45 Rencana
46 Bab 46 Papa ngak oyeh nilkah cama Unda!
47 Bab 47 Sah?
48 Bab 48 Esmosi
49 Bab 49 Benar-benar marah
50 Bab 50 Ah, gagal maning
51 Bab 51 Sekarang giliranku
52 Bab 52 Bunda kalian lagi bikin dedek
53 Bab 53 Ziarah
54 Bab 54 Diterima
55 Bab 55 Kalian kenapa menangis?
56 Bab 56 Bunda marah sama pintu, bukan pada kalian
57 Bab 57 Pembunuh itu?
58 Bab 58 Kebenaran
59 Bab 59 Koma
60 Bab 60 Aku bukan hantu
61 Bab 61 Ngintip
62 Bab 62 Kabar baik dari Dani
63 Bab 63 Wasiat
64 Bab 64 Abang? Sayang?
65 Bab 65 Saya sudah maafkan Tuan
66 Bab 66 Yei! Papa udah angun!
67 Bab 67 Buka saja semua.
68 Bab 68 Aling?
69 bab 69 Samakin menjadi-jadi
70 Bab 70 Tidak mau minum obat
71 Bab 71 Mau tau aja atau mau tau banget?
72 Bab 72 Sama-sama takut kehilangan
73 Bab 73 Tak tahan
74 Bab 74 Ikut kekantor
75 Bab 75 Ngambek
76 Bab 76 Tembak tembak
77 Bab 77 Tidak bisa tidur
78 Bab 78 Imam
79 Bab 79 Masa pertumbuhan
80 Bab 80 1 Uban=100 juta
81 Bab 81 Kehilangan
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86 Salah tangkap
87 Bab 87 Kedatangan Amey
88 Bab 88 Papa kok beldalah?
89 Bab 89 Satria baja ringan
90 Bab 90 Yei!!! Nanti cali Papa balu
91 Bab 91 Mogok makan demi menyuarakan hak!
92 Bab 92
93 Bab 93
94 Bab 94
95 Bab 95 Pasar
96 Bab 96 Ngambek
Episodes

Updated 96 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19 Pahlawan
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26 Culas
27
Bab 27 Kesepakatan
28
Bab 28 Sabar sabar sabar
29
Bab 29 Bergelut Manja
30
Bab 30 Go to Bali
31
Bab 31 Om, Unda atit
32
Bab 32 Ajam Imik cucu Unda
33
Bab 33 Om bau, mandi duyu cana!
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38 Panggil aku Papa
39
Bab 39 Kesal
40
Bab 40 Aduh! Tembus
41
Bab 41 Unda, Papa kok beyum Puyang?
42
Bab 42 Sertifikat rumah
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45 Rencana
46
Bab 46 Papa ngak oyeh nilkah cama Unda!
47
Bab 47 Sah?
48
Bab 48 Esmosi
49
Bab 49 Benar-benar marah
50
Bab 50 Ah, gagal maning
51
Bab 51 Sekarang giliranku
52
Bab 52 Bunda kalian lagi bikin dedek
53
Bab 53 Ziarah
54
Bab 54 Diterima
55
Bab 55 Kalian kenapa menangis?
56
Bab 56 Bunda marah sama pintu, bukan pada kalian
57
Bab 57 Pembunuh itu?
58
Bab 58 Kebenaran
59
Bab 59 Koma
60
Bab 60 Aku bukan hantu
61
Bab 61 Ngintip
62
Bab 62 Kabar baik dari Dani
63
Bab 63 Wasiat
64
Bab 64 Abang? Sayang?
65
Bab 65 Saya sudah maafkan Tuan
66
Bab 66 Yei! Papa udah angun!
67
Bab 67 Buka saja semua.
68
Bab 68 Aling?
69
bab 69 Samakin menjadi-jadi
70
Bab 70 Tidak mau minum obat
71
Bab 71 Mau tau aja atau mau tau banget?
72
Bab 72 Sama-sama takut kehilangan
73
Bab 73 Tak tahan
74
Bab 74 Ikut kekantor
75
Bab 75 Ngambek
76
Bab 76 Tembak tembak
77
Bab 77 Tidak bisa tidur
78
Bab 78 Imam
79
Bab 79 Masa pertumbuhan
80
Bab 80 1 Uban=100 juta
81
Bab 81 Kehilangan
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86 Salah tangkap
87
Bab 87 Kedatangan Amey
88
Bab 88 Papa kok beldalah?
89
Bab 89 Satria baja ringan
90
Bab 90 Yei!!! Nanti cali Papa balu
91
Bab 91 Mogok makan demi menyuarakan hak!
92
Bab 92
93
Bab 93
94
Bab 94
95
Bab 95 Pasar
96
Bab 96 Ngambek

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!