Bab 4

Ayang melangkah gontai meninggalkan hotel tersebut, sesekali tangannya menghapus bilir bening yang masih saja keluar di sudut mata. Perasaannya saat ini bercampur aduk antara senang mendapatkan uang untuk biaya operasi bundanya dan juga sedih karna telah kehilangan kohormatan.

Wanita Jalang! Ya, kata-kata pria di kamar hotel tadi kembali terngiang di telinga. Ayang merasa dirinya tak ubah seperti wanita yang dikatakan pria itu.

Andai saja bundanya tau apa yang telah di lakukannya, tentu wanita yang telah melahirkannya itu akan sangat kecewa.

'Maafkan Ayang Bunda, maaf kan Ayang. Ayang terpaksa melakukan semua ini karna tak ingin kehilangan Bunda. Ayang gak tau harus melakukan apa bunda.'  Ayang merintih dalam hati sambil terus melangkah meninggalkan tempat yang telah merenggut kehormatannya.

Ayang berdiri di depan hotel dengan kedua tangan saling mengusap bahunya yang terbuka. Dinginnya udara pagi begitu menusuk tulangnya. Apalagi pakaian yang di gunakannya saat ini terbuka dimana-mana.

"Taksi, Neng?"

Ayang menoleh melihat seorang pria yang sedang berdiri di samping mobil. Ia mengangguk, lalu segera berjalan mendekati mobil tersebut.

Tiga puluh menit berselang, taksi yang di tumpangi Ayang berhenti di depan rumah sakit tempat bundanya di rawat. Setelah membayar dengan uang yang di berikan hajjah Rodiah tadi siang, Ayang segera turun dari mobil tersebut. Ia melangkah cepat menuju ruang UGD dimana Bundanya tadi di rawat.

Di depan ruang UGD, Ayang tidak melihat keberadaan Dani. Ruangan itu pun tertutup Rapat. Ayang coba mengintip ke dalam ruang UGD tersebut melalui jendela kaca transparan. Namun di sana ia tidak melihat keberadaan bundanya.

"Cari siapa Dek?"

Ayang menoleh pada seorang bapak-bapak yang berdiri tak jauh di belakangnya.

"Hm, saya nyari Bunda saya Pak."

Ayang agak risih melihat mata bapak-bapak itu yang seolah-olah sedang menelanjanginya.

"Ooh, mungkin sudah di pindahkan ke ruang inap. Mari, Mas bantu mencari ke ruangan lain."

Ayang semakin ketakutan apa lagi saat melihat jakun pria itu yang bergerak turun-naik.

"Gak usah pak, terimakasih." Segera Ayang berlari meninggalkan pria itu. Ia pergi ke depan menemui resepsionis yang berjaga ingin menanyakan keberadaan bundanya.

"Mbak, Bunda saya di pindahkan kemana ya?" tanyanya pada petugas yang berada di meja resepsionis.

"Nama pasien siapa?" tanya petugas itu.

"Halimah," jawab Ayang cepat, ia risih dengan pakaian yang di gunakannya saat ini.

"Ibu Halimah, pasien yang mengalami serangan jantung yang dirawat di ruang UGD siang tadi ya, dek?"

"Iya mbak."

"Maaf dek, malam tadi pasien sudah meninggal.Jenazahnya sudah di bawa pulang oleh keluarga."

Bagai di sambar petir, tubuh Ayang seketika lemah mendengar jawaban petugas itu. Bibirnya bergetar hebat. "Gak, gak mungkin!"

Kaki Ayang beringsut mundur, hingga menyentuh dinding di belakangnya, lalu jatuh ke lantai dan tak sadarkan diri.

.

.

.

Satu jam berselang, Ayang tersentak, segera ia duduk dari posisinya berbaring. "Bunda! Bunda!" teriaknya dengan nafas yang memburu.

Beberapa waktu yang lalu, Ayang pingsan saat mendengar petugas resepsionis yang memberitahukan bundanya telah meninggal. Para petugas kemudian membawa Ayang ke sebuah ruangan dan juga menghubungi nomor kontak hajjah Rodiah yang mewakili keluarga pasien.

"Ayang....Ayang. Yang sabar ya?" bujuk hajjah Rodiah sembil mendekap tubuh Ayang.

"Bu Hajjah, Bunda...Bunda mana?" tanya Ayang. Tangisnya pecah teringat kembali perkataan petugas resepsionis sebelum ia tak sadarkan diri.

Hajjah Rodiah mengusap lembut punggung Ayang, lalu mengambil dan membuka sebuah botol air mineral yang berada diatas meja dan memberikan pada Ayang. "Ayang minumlah dulu," bujuk hajjah Rodiah lembut.

Ayang mengambil botol minum itu dan meneguk setengah.

"Bu Hajjah, Bunda mana?" tanyanya dengan air mata yang telah berlinangan di pipi.

Hajjah Rodiah menghela nafas dalam-dalam. Ia tak kuasa menyampaikan kabar duka itu pada Ayang.

"Ayang, kita pulang yuk. Bunda sudah di rumah,," bujuk hajjah Rodiah.

"Bu Hajjah, Bunda baik-baik saja kan, Bu?" Ayang menatap dalam mata hajjah Rodiah mencari kebenaran di mata wanita paruh baya itu.

Hajjah Rodiah melengkungkan sedikit sudut bibirnya membentuk senyum tipis, meski saat ini matanya juga tampak berkaca-kaca. "Ayang, sebaiknya kita pulang dulu." Wanita paruh baya itu membantu ayang berdiri dari sofa yang mereka duduki.

"Bu Hajjah, jawab dulu, Bunda baik-baik saja kan?"

Diam, hajjah Rodiah tak mampu menjawab pertanyaan Ayang, matanya pun tak mampu menatap wajah Ayang.

Hajjah Rodiah menuntun Ayang berjalan ke mobilnya.

"Bastian, buka pintunya!" ujar hajjah Rodiah pada putranya.

Laki-laki sepantaran dengan abang kandung Ayang itu segera melakukan perintah ibunya.

Ayang dan hajjah Rodiah duduk di kabin belakang, wanita paruh baya itu senantiasa mengusap lembut bahu Ayang yang terbuka.

"Bu Hajjah, Abang Dani mana?"

"Abangmu sudah di rumah,"

"Bunda sudah sembuhkan, Bu Hajjah?"

Diam, dada wanita paruh baya itu terasa sesak ia menutup mulutnya agar suara isaknya tidak keluar.

Ayang kini menatap laki-laki yang tengah mengemudi.

"Bang Tian, Bunda Ayang sudah sehatkan?" tanyanya dengan suara yang bergetar.

Tak ada yang menyahut, dirinya bagaikan orang gila yang tengah bicara sendiri.

Firasat Ayang mulai tak enak.

"Bu Hajjah jawab, Bu! Bunda baik-baik saja kan?" desaknya sembari menggoyangkan bahu wanita yang duduk di sampingnya.

"Ayang, tenanglah!" Laki-laki yang tengah mengemudi bicara.

Isak tangis Ayang semakin menjadi, wanita yang sudah menjual kehormatannya itu menelungkupkan wajahnya diatas kedua paha sambil mulut terus memanggil bundanya.

.

.

.

.

Tiga puluh menit berselang. Dari jarak mobil berhenti, mata Ayang menatap nanar rumahnya yang kini terpajang bendera kuning.

Nafasnya memburu begitu cepat. "Bu Hajah, si-siapa yang meningal?" tanyanya dengan bibir yang bergetar.

Wanita yang telah berumur setengah abad itu lansung memeluk tubuh Ayang. "Nak, percayalah Allah lebih sayang pada Bundamu."

Tubuh Ayang lemah seketika dalam pelukan hajjah Rodiah. "Gak, gak mungkin! Bunda gak mungkin pergi ninggalin Ayang, ini gak mungkin! Bu Hajjah bohong, kan! Bunda gak mungkin pergi ninggalin Ayang!" gumamnya dengan air mata yang sudah berlinangan.

"Ikhlaskan lah, Nak. Agar beliau tenang di sisiNya." Hajjah Rodiah mengusap lembut puncak kepala Ayang, mencoba untuk menenangkannya.

"Bas, tolong buka pintunya, Nak," ujar hajjah Rodiah pada putranya yang juga tengah terisak di bangku kemudi.

"Iya, Umi." Laki-laki itu menyeka sudut matanya lalu turun dari mobil dan berjalan untuk membukakan pintu belakang.

"Ayang, ayo kita turun, Nak," ajak hajjah Rodiah sembari mengusap lembut punggung Ayang.

"Bastian, bantuin Umi, Nak,"

Laki-laki yang masih berdiri di samping pintu kemudi itu segera memegang tubuh Ayang membantunya turun dari mobil.

Saat ini tubuh Ayang bagai mayat hidup, hanya mulutnya yang terus bergumam menyebut bundanya.

"Ay, kenapa Lu lama sekali," Dani tiba-tiba datang menghampiri mereka.

Terpopuler

Comments

Kardi Kardi

Kardi Kardi

hmmmm. NEVER GIVE UP MISSS

2025-04-12

1

Erviana Erastus

Erviana Erastus

sdh jual diri eh bunda nya meninggal kasihan ayang semua gegara abang durhakim

2025-04-11

0

Sweet Girl

Sweet Girl

Mata lu Dan...

2025-03-22

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1
2 Bab 2
3 Bab 3
4 Bab 4
5 Bab 5
6 Bab 6
7 Bab 7
8 Bab 8
9 Bab 9
10 Bab 10
11 Bab 11
12 Bab 12
13 Bab 13
14 Bab 14
15 Bab 15
16 Bab 16
17 Bab 17
18 Bab 18
19 Bab 19 Pahlawan
20 Bab 20
21 Bab 21
22 Bab 22
23 Bab 23
24 Bab 24
25 Bab 25
26 Bab 26 Culas
27 Bab 27 Kesepakatan
28 Bab 28 Sabar sabar sabar
29 Bab 29 Bergelut Manja
30 Bab 30 Go to Bali
31 Bab 31 Om, Unda atit
32 Bab 32 Ajam Imik cucu Unda
33 Bab 33 Om bau, mandi duyu cana!
34 Bab 34
35 Bab 35
36 Bab 36
37 Bab 37
38 Bab 38 Panggil aku Papa
39 Bab 39 Kesal
40 Bab 40 Aduh! Tembus
41 Bab 41 Unda, Papa kok beyum Puyang?
42 Bab 42 Sertifikat rumah
43 Bab 43
44 Bab 44
45 Bab 45 Rencana
46 Bab 46 Papa ngak oyeh nilkah cama Unda!
47 Bab 47 Sah?
48 Bab 48 Esmosi
49 Bab 49 Benar-benar marah
50 Bab 50 Ah, gagal maning
51 Bab 51 Sekarang giliranku
52 Bab 52 Bunda kalian lagi bikin dedek
53 Bab 53 Ziarah
54 Bab 54 Diterima
55 Bab 55 Kalian kenapa menangis?
56 Bab 56 Bunda marah sama pintu, bukan pada kalian
57 Bab 57 Pembunuh itu?
58 Bab 58 Kebenaran
59 Bab 59 Koma
60 Bab 60 Aku bukan hantu
61 Bab 61 Ngintip
62 Bab 62 Kabar baik dari Dani
63 Bab 63 Wasiat
64 Bab 64 Abang? Sayang?
65 Bab 65 Saya sudah maafkan Tuan
66 Bab 66 Yei! Papa udah angun!
67 Bab 67 Buka saja semua.
68 Bab 68 Aling?
69 bab 69 Samakin menjadi-jadi
70 Bab 70 Tidak mau minum obat
71 Bab 71 Mau tau aja atau mau tau banget?
72 Bab 72 Sama-sama takut kehilangan
73 Bab 73 Tak tahan
74 Bab 74 Ikut kekantor
75 Bab 75 Ngambek
76 Bab 76 Tembak tembak
77 Bab 77 Tidak bisa tidur
78 Bab 78 Imam
79 Bab 79 Masa pertumbuhan
80 Bab 80 1 Uban=100 juta
81 Bab 81 Kehilangan
82 Bab 82
83 Bab 83
84 Bab 84
85 Bab 85
86 Bab 86 Salah tangkap
87 Bab 87 Kedatangan Amey
Episodes

Updated 87 Episodes

1
Bab 1
2
Bab 2
3
Bab 3
4
Bab 4
5
Bab 5
6
Bab 6
7
Bab 7
8
Bab 8
9
Bab 9
10
Bab 10
11
Bab 11
12
Bab 12
13
Bab 13
14
Bab 14
15
Bab 15
16
Bab 16
17
Bab 17
18
Bab 18
19
Bab 19 Pahlawan
20
Bab 20
21
Bab 21
22
Bab 22
23
Bab 23
24
Bab 24
25
Bab 25
26
Bab 26 Culas
27
Bab 27 Kesepakatan
28
Bab 28 Sabar sabar sabar
29
Bab 29 Bergelut Manja
30
Bab 30 Go to Bali
31
Bab 31 Om, Unda atit
32
Bab 32 Ajam Imik cucu Unda
33
Bab 33 Om bau, mandi duyu cana!
34
Bab 34
35
Bab 35
36
Bab 36
37
Bab 37
38
Bab 38 Panggil aku Papa
39
Bab 39 Kesal
40
Bab 40 Aduh! Tembus
41
Bab 41 Unda, Papa kok beyum Puyang?
42
Bab 42 Sertifikat rumah
43
Bab 43
44
Bab 44
45
Bab 45 Rencana
46
Bab 46 Papa ngak oyeh nilkah cama Unda!
47
Bab 47 Sah?
48
Bab 48 Esmosi
49
Bab 49 Benar-benar marah
50
Bab 50 Ah, gagal maning
51
Bab 51 Sekarang giliranku
52
Bab 52 Bunda kalian lagi bikin dedek
53
Bab 53 Ziarah
54
Bab 54 Diterima
55
Bab 55 Kalian kenapa menangis?
56
Bab 56 Bunda marah sama pintu, bukan pada kalian
57
Bab 57 Pembunuh itu?
58
Bab 58 Kebenaran
59
Bab 59 Koma
60
Bab 60 Aku bukan hantu
61
Bab 61 Ngintip
62
Bab 62 Kabar baik dari Dani
63
Bab 63 Wasiat
64
Bab 64 Abang? Sayang?
65
Bab 65 Saya sudah maafkan Tuan
66
Bab 66 Yei! Papa udah angun!
67
Bab 67 Buka saja semua.
68
Bab 68 Aling?
69
bab 69 Samakin menjadi-jadi
70
Bab 70 Tidak mau minum obat
71
Bab 71 Mau tau aja atau mau tau banget?
72
Bab 72 Sama-sama takut kehilangan
73
Bab 73 Tak tahan
74
Bab 74 Ikut kekantor
75
Bab 75 Ngambek
76
Bab 76 Tembak tembak
77
Bab 77 Tidak bisa tidur
78
Bab 78 Imam
79
Bab 79 Masa pertumbuhan
80
Bab 80 1 Uban=100 juta
81
Bab 81 Kehilangan
82
Bab 82
83
Bab 83
84
Bab 84
85
Bab 85
86
Bab 86 Salah tangkap
87
Bab 87 Kedatangan Amey

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!