Jerawat!

Rasa nyeri yang teramat sangat menyerbu kepala Gita, membuatnya meringis dengan mata terpejam.

'Dingin. Apa gue udah mati? Kayaknya belum. Kalau mati, gak bisa ngerasain sakit kan? Terus cairan di muka gue ini, apa darah gue? Tapi kok-'

Gita mengendus cairan kental yang melekat di cuping hidungnya. 

'Aromanya kok kayak kenal—"

Hidung Gita berkedut-kedut berusaha menganalisis.

Setetes cairan kental itu menetas dan singgah di bibirnya, lalu mengenai lidahnya lewat celah mulut yang terbuka.

'I-ini kan—'

"Jus alpukat!" Ia memekik sambil menegakkan punggung dan membuka mata.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Gita seiring pekikan gembiranya.

"Berisik!" bentak sebuah suara.

Gita memegangi pipi kirinya yang berkedut. Matanya nanar memandang sekeliling. Kursi-kursi yang kayu di atas lantai berdebu.

Sejajar dengan matanya, ia melihat beberapa pasang kaos kaki sebetis dan sepatu pantofel hitam dipayungi rok abu-abu sejengkal dari lutut yang mulus.

'Gue ditemenin anak-anak sekolah? Apa gue ditolong mereka waktu jatuh tadi? Tapi masa abis ditolongin gue digampar sih?' batinnya mencerna.

Ia menggeleng, belum bisa mencerna situasi. Tapi ia bersyukur bisa selamat setelah jatuh dari ketinggian empat lantai bersama railing berbingkai besi dan menghantam lantai batu halaman sekolah.

"Kalau dipikir-pikir keajaiban banget gue masih hidup," gumam Gita seraya bangkit berdiri dan menepuk-nepuk pakaiannya.

'Eh kayak ada yang salah?'

"Permisi, apa tadi ada yang mengganti pakaian saya?" tanya Gita pada sekelopok gadis SMA yang ada di hadapannya.

Seorang gadis berambut pendek yang berjarak paling dekat dengan Gita menautkan alisnya dan menoleh pada tiga kawannya.

"Udah gila dia, Gaes!" serunya lalu mereka semua tertawa mencemooh.

Gita mendecih. Gak sopan sama orang tua malah ngetawain!

"Lo kekencengan kali tadi nampar dia," sambut si gadis berkuncir kuda.

Sementara seorang gadis bertubuh gemuk di sana geleng-geleng kepala, melirik jam tangannya, "Eh udah mau jam matematika nih! Cabut yuk!" 

"Hah gini nih kalau ngajak Risa si murid teladan, nongkrong tapi gak boleh telat masuk kelas" ujar gadis berambut ikal berwajah ceria.

Kemudian mereka berdua menyusul gadis gemuk bernama Risa, ke luar ruangan.

"Selamet lo kali ini, dasar tukan ngadu!" sinis si rambut pendek yang paling cantik di antara mereka sambil mendorong bahu Gita hingga terhuyung.

Gita hanya terdiam karena shock atas perlakuan anak-anak sekolah tadi.

"Wah ... anak remaja sekarang, gak ada adabnya. Mubazir banget gue rasanya bikin desain renovasi bangunan sekolah jadi cakep dan elegan, eh yang pake kelakuannya kampungan."

Gita tiba-tiba kembali merasa pusing dan berpegangan pada meja di belakangnya, kepalanya nyeri. Namun rasa lengket cairan sepert jus alpukat itulah yang justru terasa paling mengganggunya.

Ia kemudian mecari-cari tas miliknya untuk mengambil tisue atau sapu tangan untuk membersihkan diri. Namun di ruangan seperti kelas kosong itu, tak ia temukan benda yang dicari.

"Hah, kemana itu tas? HP gue di situ juga."

Sedang otaknya bagai teraduk-aduk, ia belum bisa terlalu banyak berpikir. Gita lalu berjalan keluar ruangan dan menemukan toilet yang nampak sepi, lalu membersihkan diri di washtafle.

Usai mencuci tangan, wajah, serta membersihkan rambutnya. Gita merasa lebih segar dan sedikit mendapat secercah kewarasan meski belum sepenuhnya.

Ia mematut dirinya di cermin besar dinding washtafle, dan tercenung.

Gita sadar jika orang-orang sering mengatakan jika dirinya terlihat baby face, namun di kaca toilet siswa itu, ia terlihat benar-benar muda.

"Mereka pake efek lighting apa ya? Gue jadi kayak dedek gemes gini, gak kala sama efek cakepnya toilet mall. Hihihi," gumam Gita melihat-lihat wajahnya di cermin.

Dirinya yang mengenakan seragam siswa SMA, dan wajahnya yang terlihat muda, sukses membuat Gita serasa menjadi remaja

Lalu ia meraba dagunya, "Bekas luka gue ilang ... kapan ilangnya ya? Kok bisa tiba-tiba gak ada. Terus ... eh, bukannya ini ... oh tidak! Jerawat!"

Gita kaget menyadari keberadaan beberapa jerawat di pipinya, yang ia rasa sedikit lebih tembam dari biasanya.

"Permisi, ini—" seorang cowok bewajah tampan tiba-tiba sudah berada di samping Gita, menyodorkan sebuah sapu tangan.

Dada Gita berdebar, "Lo bukannya si—"

***

Terpopuler

Comments

novi

novi

oh transmigrasi? dia dibully gitu dulu? kembali ke masa lalu? untuk mengubah takdir? hmzz menarikk/Casual//Casual//Casual/

2025-03-17

2

IamEsthe

IamEsthe

jangan HP.

dalam penulisan yg benar, biasanya menggunakan kata hape, ponsel, telepon genggam, handphone atau gawai.

tinggal kamu pilih mana yg sesuai dg gaya bahasa dalam genre cerita kamu.

2025-03-27

1

IamEsthe

IamEsthe

dialog batin menggunakan font italic ya

2025-03-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!