“Gue mau tanya,” ucap Azizah.
“Ya, silakan Ukhti.” moderator mempersilakan Azizah untuk melanjutkan perkataannya.
“Tadi lu bilang, perempuan itu hebat, kuat, tapi kenapa yang gue lihat mereka justru lemah, mereka dipukuli, mereka disuruh kerja habis itu duitnya dirampok ama lakinya.”
“Kejadian kayak gitu tuh banyak gue lihat. Terus mulianya dimana coba? Kuat kek gimananya?” tanya Azizah.
Semua mulai bergemerisik, saling bisik setelah mendengar pertanyaan dari Azizah, terlebih penggunaan kata yang dipilihnya bisa dibilang kurang tepat dipakai di forum seperti itu.
Namun, itulah Azizah. Dia tak peduli sama sekali pandangan orang lain dan terus menjadi dirinya sendiri.
“Semuanya mohon tenang ya.” moderator berusaha mengembalikan suasana mejadi kondusif setelah kegaduhan yang dibuat oleh Azizah.
“Bagaimana, Ustadzah? Apa mau disimpan dulu pertanyaannya?” tanya sang moderator.
“Langsung dijawab saja. Kayaknya Ukhti ini sudah tidak sabar mendengar jawaban saya,” sahut Ustadzah.
Azizah masih diam dengan pandangan lurus ke arah sang penceramah.
“Masyarakat kita mengenal sistem patriarki. Dimana posisi tertinggi adalah laki-laki. Pengambil keputusan laki-laki, kepala keluarga laki-laki, pemimpin laki-laki, tapi perlu diingat, pencari nafkah juga haruslah laki-laki.”
“Disini yang sering salah. Laki-laki dikaruniai fisik yang lebih kuat dari perempuan. Fungsinya untuk apa? Antara lain melindungi, menafkahi, memimpin dan membimbing.”
“Sementara perempuan, meski fisik mereka lebih lemah, tapi coba lihat apa yang bisa mereka lakukan?”
“Mereka bisa mengerjakan semuanya, bahkan hal yang tak bisa dilakukan oleh laki-laki.”
“Menstruasi, mengandung, melahirkan, menyusui, merawat anak, mendidik mereka. Disamping itu juga membantu laki-laki mengurus rumah tangga, ada lagi juga membantu perekonomian.”
“Banyak anak hebat yang lahir dari wanita hebat, yang mampu mendidik dengan baik. Menjadikan mereka generasi cemerlang.”
“Meski ada pula perempuan yang memiliki keterbatasan ilmu, sehingga anak-anaknya pun minim ilmu. Inilah yang dikatakan perempuan adalah tiangnya negara.”
“Negara bisa maju atau hancur, semua tergantung bagaimana negara itu memperlakukan perempuan, memperlakukan para ibu.”
“Perempuan itu nggak lemah. Mental mereka kuat. Bahkan ibu kita bisa tahan nggak makan, hanya demi anaknya nggak kelaparan. Ada juga yang rela menukar nyawa, demi bayi yang dilahirkannya agar bisa hidup.”
“Kurang hebat apa perempuan? Itulah kenapa dalam islam, perempuan itu sangat dimuliakan,” jelas Ustadzah panjang lebar.
“Jadi yang salah laki-laki dong?” tanya Azizah cepat.
Semua kembali menoleh ke arah wanita itu. Sementara Ustadzah hanya tersenyum, sebelum menjawab pertanyaan Azizah yang seolah masih belum puas dengan jawaban sebelumnya.
“Yang salah adalah kurangnya pemahaman agama. Dimasyarakat kita banyak yang masih awam tentang syariat islam. Mereka lalu menikah, berumah tangga tapi keluarganya tidak harmonis.”
“Alasannya adalah kurangnya pemahaman agama, sehingga rumah tangganya jauh dari kata Sakinah, Mawadah Warohmah yang ujung-ujungnya KDRT.”
“Bukan hanya kepada istri, tapi juga anak mereka. Jadi, kita yang diberi kesempatan untuk menimba ilmu, manfaatkan sebaik mungkin agar terhindar dari hal-hal tersebut,” terang ustadzah.
Azizah seketika terdiam. Dia teringat kembali pada kedua orang tuanya yang memiliki latar belakang tak jelas.
Ayah ibunya tak berpendidikan, hingga melahirkan putri yang tak berpendidikan pula. Ayah bejad yang hanya bisa menyakiti, sementara ibu yang berusaha mati-matian menjaga namun tersakiti.
Setetes bening sekilas meluncur di pipi Azizah, namun dengan cepat dihapus wanita cantik itu.
Dia tak lagi mendebat atau bertanya. Dia seolah mendapat jawaban atas sesuatu yang tak dia dapat dari manapun selama ini.
Acara kajian selesai sekitar pukul setengah lima sore. Azizah bersama Laila, Ika dan Dini berjalan keluar bersama-sama.
Tiba-tiba dari arah belakang, seseorang memanggil Azizah dan membuat keempatnya menoleh.
“Hai, aku Safira. Aku sekretaris di sini. Kalo boleh tau, kamu dari kampus mana? Jurusan apa?” tanya Safira langsung.
“Fir, kok kamu nanya gitu? Nggak sopan tau,” seru Dini lirih.
“Gue nggak kuliah. Lulus SD aja nggak. Ngapa emang?” sahut Azizah dengan lantang.
“Pantes omongannya kayak anak jalanan,” sindir Safira.
“Ya panteslah. Orang kayak gue mah ngomong begini pas. Ngak kayak lu, bahasanya sih halus, tapi sama aja kasarnya. Kek munafik gitu,” balas Azizah.
“Heh, kamu...” sahut Safira.
“Ukhti, disini semua boleh ikut belajar. Nggak ada syarat minimal pendidikan formal atau layar belakang tertentu,” sela Laila cepat.
“Tau nih sih Fira. Umi aja ngebolehin kok,” timpal Ika.
“Lagian kamu tuh siapa? Disini ketuanya kan Laila, bukan kamu,” pungkas Dini.
Safira yang kesal pun hanya bisa menjejakkan kakinya dan berbalik pergi.
...FLASH BACK END...
Bersambung ▶️▶️▶️
Jangan lupa like, comment dan rate novel aku ya 😄, kasih dukungan banyak-banyak ke sini 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
novi
yang kaya gini itu lebih ga berpendidikan. harusnya kalau berpendidikan, ga bakal gitu kamu ngomongnya fir. malu² in aja, sekolah ga ngajarin adab? buat apa sekolah kalau tingkahmu masih kaya anak ga sekolah?
2025-03-21
0
Serenarara
Adab di atas ilmu. Kalau soal ilmu, iblis pun tinggi ilmunya. /Casual/
2025-03-23
1
novi
keren, ya gitu zee harus di bales pedes juga
2025-03-21
0