Menjelang tujuh hari ibunya, entah kenapa Azizah terlihat lebih murung dari sebelumnya.
Meski Rini terus mengoceh menceritakan cerita jorok yang biasa menjadi lawakan bagi keduanya, tapi sepertinya Azizah tak mau menanggapi dan lebih memilih untuk diam.
“Zee, mau kemana?” tanya Rini.
Dia melihat temannya itu meraih sebuah cardigan coklat muda, dan juga tas selempang berumbai kesayangannya dari rak.
“Suntuk banget gue. Lagi pengin cari angin,” sahut Azizah.
Dia pun pergi dan tak menghiraukan Rini yang merasa kesal ditingal sendiri.
Wanita itu berjalan ke arah jalan didepan gang, dan memanggil seorang tukang ojek yang mangkal disekitar sana.
“Kemana, Neng?” tanya si tukang ojeg.
“Ke Mall, Bang,” sahut Azizah.
Dia meraih helm dari si tukang ojeg dan memakainya di kepala, sebelum dia naik ke atas roda dua itu.
Sepanjang jalan, Azizah terus diam sembari matanya terus melihat setiap hal yang ia lewati.
Angin kencang menerpa wajah mulusnya, memainkan rambut panjangnya, hingga kusut dan berantakan.
Tiba-tiba, tatapan matanya terpaku pada sebuah pemandangan indah yang tak mampu ia rasakan.
Seorang remaja putri, tengah digandeng sang ayah, dengan ibunya yang berjalan disampingnya.
Mereka tidak terlihat dari keluarga kaya, namun terlihat bersahaja. Ketiganya berjalan sembari bercengkrama penuh canda, tertawa renyah dan terlihat begitu bahagia.
Hal sederhana yang tak bisa ia dapatkan di hidupnya, dan semakin membuat suasana hatinya kacau.
“Bang, berenti di depan aja,” seru Azizah menunjuk ke arah kawasan ruko di dekat taman kota.
“Nggak jadi ke mall, Neng?” tanya si tukang ojeg.
Azizah langsung turun berhentinya motor di tempat tujuan.
“Nggak, Bang. Lupa kalo di mall kudu bawa duit banyak,” sahut Azizah asal.
Dia mengembalikan helm si tukang ojeg dan juga upah jalan untuk abang tadi.
Azizah langsung berbalik dan berjalan memasuki area ruko. Dia menyusuri jalanan batako itu, hingga tiba di taman kota.
Disana nampak ramai dengan orang-orang yang ingin melepas penat, atau sekedar menikmati suasana hijau di sana. Ada yang bersama teman-teman, pasangan, ataupun keluarga.
Azizah berjalan seorang diri dan duduk di bawah salah satu pohon rindang di sana, diatas rerumputan yang terlihat bersih. Punggungnya Bersandar di tepian pagar tanaman, sembari memeluk kedua lututnya.
Di tempat itu, dia benar-benar merasakan sendirian di dunia ini. Rasa kehilangan ibu, benar-benar ia rasakan setelah beberapa hari pasca pemakaman.
Uang yang dikumpulkan tak lagi berarti, karena ibunya sudah tak ada lagi. Bahkan keberadaan Rini di dekatnya, tak mampu mengobati kekosongan itu sama sekali.
Bahkan beberapa malam ini, dia terus mengacau di club, karena kondisi batinnya yang tidak baik-baik saja.
Kenapa kok orang-orang hidupnya damai-damai aja?Apa cuma gue yang hidupnya tragis kek gini? Batin Azizah.
Setiap yang dia lihat di taman itu hanyalah kebersamaan dan keceriaan. Tak ada orang yang terlihat sendirian seperti dirinya.
Azizah pun akhirnya merasa kesal sendiri melihat kebahagiaan orang-orang disana, dan memilih untuk berjalan di sekitar ruko.
Dari kejauhan, dia melihat sebuah swalayan dua puluh empat jam. Wanita itu memutuskan untuk pergi ke tempat tersebut, hanya untuk sekedar membeli air minum, ataupun nongkrong di kursi yang ada di depan toko nantinya.
Azizah hendak mendorong pintu kaca tebal itu dan masuk kedalam, namun ada seseorang yang juga hendak keluar terlebih dulu.
“Lho, kamu kan...,”
Bersambung ▶️▶️▶️
Jangan lupa like, comment dan rate novel aku ya 😄, kasih dukungan banyak-banyak ke sini 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Maylani NR
kak ini perbab berapa kata kak? kok cepet banget aku baca nya 😳 ?
2025-04-07
1
novi
pasti mas² di bis
2025-03-17
0