Pernyataan

"Gimana tadi sekolahnya?" tanya Alan sambil mengambil tas yang ada di punggungku. Lalu dia menenteng tas itu.

"Lumayan, Kak." ujarku sambil masuk ke dalam mobil. Alan menutup pintunya, lalu di bergegas memutar langkahnya ke dapan mobil untuk masuk ke dalam dan duduk di belakang kemudi.

Selama dia berjalan, aku menatapnya dari dalam. Kenapa dia begitu menawan sampai aku merasa bahagia melihatnya.

Segera aku perbaiki sikap dan nafasku kala dia sudah di dalam mobil.

"Mungkin Lo suka sama kakak Lo itu, Ra."

"Ya kan emang gue suka. Secara dia kakak gue."

"Bukan suka yang itu, tapi Lo cinta. C I N T A."

"Yang bener aja, Mi. Gue kan kakak beradik."

"Tapi bukan kandung kan?" tanya Hilda. Bukan pertanyaan, tapi dia memperjelas.

"Lagian kan Lo sering bilang kalau kak Alan gak mau mengakui Lo sebagai adiknya. siapa tau dia bukan gak suka sama Lo, tapi karena dia cinta sama Lo. Ya, biar orang tau antara Lo sama dia gak ada ikatan darah. Makanya kalaupun kalian pacaran, orang gak akan berpikiran buruk. Toh kalian bukan sodara kandung."

Obrolan dengan dua sahabatku di sekolah tadi, terus saja terngiang di pikiran. Benarkah Alan jatuh cinta padaku? Tidak, pertanyaan yang sebenarnya adalah ....

Aoa bener aku cinta sama dia? Yang benar saja. Bagaimana perasaan mama dan papa kalau tahu hal ini? Ahhhhh, mumet.

"Mikirin apa?" tanya Alan sambil mengelus kepalaku dengan lembut.

"Hah? Kenapa, Kak?"

Dia tersenyum.

"Dari tadi bengong aja. Kamu ada masalah?"

"Masa sih? Nggak ah, aku biasa aja dari tadi."

"Kita hidup bersama bukan baru sepekan ini, Ara. Aku tahu dengan baik bagaimana kamu."

"Masa? tapi kan selama ini kakak gak peduli sama ara.Jutek, galak, terus juga gak pernah ngomong sama Ara."

"Kamu pasti sedih ya selama ini?"

"Banget!"

"Maaf, ya. Aku janji mulai saat ini aku tidak akan membuat kamu sedih lagi apalagi menangis."

"Janji?" aku mengacungkan jari kelingking untuk membuat perjanjian dengan Alan.

"Janji," ucapnya sambil menarik tanganku, lalu menciuminya.

Tidak. Aku harus meminta penjelasan padanya. Jangan sampai aku menerka-nerka dan jadi salah faham.

"Kak, kakak sadar gak sih kalau perlakuan kakak tidak mencerminkan seorang kakak pada adiknya?"

"Sudah aku bilang kalau kamu memang bukan adik aku."

"Lalu, kakak anggap apa Ara ini?"

Tiba-tiba Alan memperlambat laju mobilnya, lalu kami menepi di bahu jalan.

Deg!

"Aku lupa kalau kamu masih anak kecil. Jadi apapun itu harus ada penjelasan dan validasi."

"Maksudnya?"

Alan melepaskan sabuk pengamannya, lalu mencondongkan kepalanya lebih dekat padaku.

Dia merapikan anak rambut yang ada di wajahku, membelai pipi dengan lembut.

"Ara, kamu tahu kenapa iren marah sama kamu waktu itu, sampai dia membuat tangan kamu merah?"

Aku menggelengkan kepala pelan.

"Karena dia tahu, wanita yang aku kenalkan pada Yoon untuk pertama kalinya adalah kamu."

"Hubungannya?"

"Yoon adalah orang yang sangat aku hormati di dunia ini melebihi siapapun. Selama ini aku belum pernah dekat dengan wanita melebihi kedekatan seorang teman, mereka cemas aku ini punya kelainan. Saat itu aku bilang pada mereka jika aku menemukan wanita yang spesial, aku akan memperkenalkan nya pada Yoon."

"Oh, pantas saja iren kayak benci banget sama aku waktu itu. Apa iren suka sama kakak?" tanyaku tanpa menyadari dengan cermat ucapan Alan.

Eh, wanita spesial? Apa itu artinya ....

"Iren tahu kalau aku mencintaimu kamu, Ara."

Deg!

Jika biasanya wajahku memanas jika sesuatu terjadi antara aku dan Alan, kali ini berbeda. Aku membeku seperti bongkah es balok.

Alan mencium keningku dengan lembut.

"Itu alasan kenapa aku membencimu sebagai adik, karena aku ingin lebih dari itu. Aku menyukaimu sejak kamu masih kecil. Saat itu aku bertanya 'kenapa dia harus jadi adik angkatku'."

Masih tidak percaya dengan semua yang Alan katakan, otakku masih berusaha mencerna hingga dia tidak bisa memberikan perintah pada bagian tubuh yang lain untuk bergerak.

Dasar otak lemot!

"Jika kamu merasa tidak nyaman, abaikan saja. Aku tidak ingin membebani kamu dengan perasaan ini. Hanya saja, aku ingin memperjelas semua sikap yang selama ini aku lakukan agar kamu tidak salah faham."

"I-iya, Kak."

Akhirnya aku bisa juga ngomong.

"Ayo, kamu mau makan apa? Aku sedang ingin makan di luar hari ini."

"Apa saja." aku masih gugup.

"Baiklah, kita makan yang manis-manis saja biar energi kamu bertambah."

Yah, aku memang butuh asupan energi lebih setelah terkuras oleh pernyataan Alan barusan.

Ucapan temanku ternyata benar, Alan jatuh cinta padaku. Lalu bagaimana dengan perasaan aku sendiri? Apakah boleh aku mencintainya juga?

Yang benar saja, Ara. Dia kakak kamu! Pikirkan mama dan papa jika tahu kami berdua saling jatuh cinta. Apa gak syok mereka nantinya? sadar diri Ara. Jangan membalas air susu dengan air tuba.

Pikiranku masih melayang. Bahkan saat ngobrol pun, aku kadang masih tidak mudeng. Alan tidak marah, dia mungkin mengerti aku masih syok atas pernyataan yang dia lakukan tadi.

"Ara, jika kamu merasa terbebani, jangan. Aku tidak akan meminta lebih dari kamu. Kita bisa bersikap seperti biasanya. Kamu masih boleh menganggap aku ini kakak kamu. Jadi, santai saja. dari tadi wajah kamu tegang banget."

Masalahnya aku bukan tegang karena perasaan kak Alan, kak. Aku tegang sama perasaan aku sendiri.

"Iya, Kak."

"Jangan terlalu dipikirkan, ya." ujarnya sambil mengusap kepalaku dengan lembut.

"Kamu mau balik ke rumah mama nggak?"

"Hah? Tiba-tiba banget? Kenapa?"

Alah terkekeh. "Kenapa? Kamu masih ingin tinggal berdua?" tanyanya menggoda.

"Ih, nggak. Bukan itu. maksud Ara, memang bisa? kenapa dadakan?"

"Jadi, kamu gak mau tinggal bareng aku lagi, gitu?"

"Nggak, Kak. Bukan itu juga maksud Ara."

"Apa itu artinya kamu mau hidup denganku?"

Kutu kupret! Salah Mulu dari tadi ini mulut.

"Hahaha. sorry, sorry. Kamu lucu banget kalau udah kebingungan."

"Tapi yang kembali bukan cuma aku aja, kan?"

Duh, tiba-tiba banget nanya kayak gitu. Nanti dia salah faham lagi.

Alan menatapku intens dan dalam.

"Kita berdua yang kembali," ucapnya serius. "Aku tidak akan membiarkan kamu sendiri di rumah itu."

Ada perasaan lega di dalam dada. Mungkin karena aku kembali ke rumah mama, atau karena dia pun ikut bersamaku.

Intinya aku senang bisa berkumpul di rumah itu bersama mama, papa, nenek, Abang, dan juga .... Alan.

Senyum tidak pernah lepas dari wajahku. Aku memang paling tidak bisa menyembunyikan perasaan, baik itu sedih, bahagia ataupun marah.

Tiba-tiba Alan menyentuh ujung bibirku, menyeka makanan yang tertinggal, lalu menjilatnya.

"Pelan-pelan makannya. Jangan sambil senyum-senyum. Kamu pasti seneng kan bisa pulang?"

Ya, aku seneng bisa pulang, Kak. Tapi yang kakak lakukan barusan membuatku merasa terbang ke langit ke tujuh. Tiba-tiba ribuan kupu-kupu berterbangan dan bunga-bunga bermekaran.

Episodes
1 Hujan di tengah malam
2 Yang tak bisa tergantikan
3 Rahes
4 Studio Musik
5 Perbedaan yang terlalu jauh
6 Telat di hari libur
7 identitas
8 Sadar posisi
9 Berdebar
10 Teman ibu
11 Tiba-tiba menikah
12 New house
13 What's wrong with me.
14 i'am sorry, Mom.
15 Maaf? untuk apa?
16 Kenapa se khawatir itu
17 Pernyataan
18 Hanya sebatas sandiwara
19 Irama jantung yang berbeda
20 Cemas
21 Lampu merah
22 Tidak terkendali
23 Rahasia baru
24 andai ibu masih ada
25 who is he
26 perjodohan
27 Sesuatu yang tersembunyi
28 manipulatif
29 Tertangkap basah
30 anak haram dari wanita gila
31 Perjalanan malam
32 Mencoba mengakhiri
33 Berakhir
34 dia pergi
35 Sepertinya bukan kebetulan
36 Demi kebahagiaan sang buah hati
37 Anggota keluarga yang sah
38 Swafoto (full visual)
39 Emerald
40 Setuju aja dulu
41 jika saja hati bisa dikendalikan
42 berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43 She knows
44 apa waktu bisa diputar kembali
45 Kasihan
46 kehilangan
47 Dua sisi berbeda
48 malam yang jadi saksi
49 dunia yang dipenuhi bunga
50 cinta yang tepat diwaktu yang salah
51 aku bukan menyerah tanpa berjuang
52 kenikmatan yang tidak pantas
53 serpihan hati
54 derita malarindu
55 pertunangan
56 garis dua
57 jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58 demam
59 rasa yang terbalas
60 the winner. (end)
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Hujan di tengah malam
2
Yang tak bisa tergantikan
3
Rahes
4
Studio Musik
5
Perbedaan yang terlalu jauh
6
Telat di hari libur
7
identitas
8
Sadar posisi
9
Berdebar
10
Teman ibu
11
Tiba-tiba menikah
12
New house
13
What's wrong with me.
14
i'am sorry, Mom.
15
Maaf? untuk apa?
16
Kenapa se khawatir itu
17
Pernyataan
18
Hanya sebatas sandiwara
19
Irama jantung yang berbeda
20
Cemas
21
Lampu merah
22
Tidak terkendali
23
Rahasia baru
24
andai ibu masih ada
25
who is he
26
perjodohan
27
Sesuatu yang tersembunyi
28
manipulatif
29
Tertangkap basah
30
anak haram dari wanita gila
31
Perjalanan malam
32
Mencoba mengakhiri
33
Berakhir
34
dia pergi
35
Sepertinya bukan kebetulan
36
Demi kebahagiaan sang buah hati
37
Anggota keluarga yang sah
38
Swafoto (full visual)
39
Emerald
40
Setuju aja dulu
41
jika saja hati bisa dikendalikan
42
berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43
She knows
44
apa waktu bisa diputar kembali
45
Kasihan
46
kehilangan
47
Dua sisi berbeda
48
malam yang jadi saksi
49
dunia yang dipenuhi bunga
50
cinta yang tepat diwaktu yang salah
51
aku bukan menyerah tanpa berjuang
52
kenikmatan yang tidak pantas
53
serpihan hati
54
derita malarindu
55
pertunangan
56
garis dua
57
jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58
demam
59
rasa yang terbalas
60
the winner. (end)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!