Teman ibu

"Ra, besok jadi kerja kelompok di rumah gue?" tanya Rahes saat kami berjalan sepulang sekolah.

"Gue belum ijin, tar malem gue kasih kabar."

"Yah, ayolah." dia memohon.

"Gak bisa janji gue sih."

"Apaan sih, Lo. Lagian kita beda kelompok. Maksa banget Lo ngajak kita ngerjain tugas bareng."

"Heh, Mi. Lo kan tau kelompok gue bertiga kayak apaan. Kalau bareng kalian setidaknya kelompok gue terbantu."

"Itu sih pengen kita yang ngerjain tugas Lo kan?" Hilda menambahkan.

"Ya itu Lo ngerti."

Perdebatan Hilda, Ayumi, dan Rahes tidak berhenti sampai di situ. Mereka terus saja berselisih hingga kami sampai gerbang depan. Kami berpisah saat sudah di jalan karena tujuan kami semua berbeda arah.

Tinggal aku dan Rahes yang berada di sana.

"Kamu Ara, kan?" tanya seseorang yang membuat aku dan Rahes menoleh bersamaan.

"Hai," orang itu mengulurkan tangan. Dengan ragu-ragu aku menerima uluran tangannya.

"Iya, Pak."

"Bapak nunggu angkot juga?" tanya Rahes pada guru baru kami.

"Bukan. Kebetulan saya bawa kendaraan sendiri."

"Kenapa berdiri di sini?" tanya Rahes lagi dengan penasaran dan dengan nada tidak suka.

"Saya ingin bicara dengan Ara. Bisa?"

Aku menoleh pada Rahes, lalu kembali menatap guru baru itu.

"Iya, Pak. Silahkan."

"Berdua?"

Aku mengerutkan kening, lalu kembali menatap Rahes yang ada di samping kiriku. Anak itu menggelengkan kepala.

"Di sini saja, Pak."

Di tertawa kecil. "Apa kalian pacaran?"

"Hah? Saya sama dia? Nggak lah. Mana mungkin," sanggahku.

"Biasa aja sih, Lo, ngomong nya." Rahes mendorong pelan lenganku.

"Kamu udah tahu nama saya bukan?"

Aku dan Rahes mengganggu kecil.

"Saya temen mendiang ibu kamu, Ra."

"Mendiang? Ara, Lo udah gak punya orang tua?" tanya Rahes terkejut. Dia memang tidak tahu tentang kehidupanku. Hanya Hilda dan Ayumi yang tahu siapa aku sebenarnya.

Aku menatap dalam mata guru baru itu. Ada perasaan yang entah apa itu. Hanya saja aku tiba-tiba merasa sedih. Mungkin karena dia teman ibuku yang sudah tiada. Ibu yang sama sekali belum pernah aku lihat selama ini.

"Nanti kita bicara lagi ya, Ara. Banyak yang ingin saya ceritakan sama kamu," ujarnya sambil membelai kepalaku dengan lembut.

Respon tubuhku sangat aneh, tiba-tiba saja kaki ini melangkah hendak mengikuti nya saat dia berbalik dan meninggalkan kami berdua.

"Mau ke mana?" Rahes menarik tanganku. Aku segera berbalik dan menatap Rahes.

"Ra, Lo nangis? Hey, Lo kenapa? are you oke?"

Nangis? kenapa aku menangis?

Aku segera menyeka wajah.

"Ra? yakin kamu gak apa-apa? Gue anterin Lo pulang aja ya. Tunggu supir gue datang."

"Gue--"

"Ra, ayo balik." seseorang berteriak. Aku dan Rahes kembali menoleh untuk melihat siapa yang memanggil.

Itu Yoon.

"Gue balik duluan ya."

"Tunggu." Rahes kembali menarik tanganku.

"Lo beneran gak apa-apa?" tanyanya cemas.

Anggukan kecil dan senyuman tipis mungkin cukup untuk menenangkan anak itu. Aku segera berlari menuju mobil Yoon.

"Sorry ya lama. tadi macet di jalan."

"Gak apa-apa."

"Alan bilang aku harus ajak kamu makan dulu, baru pulang ke rumah."

"Oke, kebetulan aku juga laper."

"Mau makan apa?"

"Ke subway aja yuk."

"Siap, tuang putri. Laksanakan!"

Rupanya jalanan memang sedikit mengalami hambatan. Ada truk besar yang mogok di depan sana.

"Kak, kakak kenal iren gak?"

"Iren? kenal. Kamu kok tahu dia sih? pernah ketemu?"

"Hmmm. tapi sepertinya dia gak suka sama aku."

"Kok bisa? padahal kan seharusnya dia bersikap baik sama kamu. Ya setidaknya buat PDKT. Deketin adiknya kalau mau dapetin kakaknya."

"Sudah aku duga sih, dia kayak orang cemburu. Dia gak suka aku Deket sama kak Alan."

"Wanita aneh. kak kamu adiknya Alan. Masa cemburu."

"Mungkin karena aku bukan adik kandung kak Alan."

"Ya gak bisa gitu lah. Toh keluarga Alan menganggap kamu anak mereka. Iren harus terima itu."

"Dia marah saat tahu aku kenal sama kakak."

"Sama aku? Kenapa?"

"Gak ngerti. Dia maksa banget nanya aku kapan dikenalin ke kakak sama kak Alan. Aneh banget gak sih?"

"Kok gitu?"

"Gak ngerti lah."

"Ya sudah, biarin aja. Dia putus asa kali karena Alan gak pernah menanggapi dia. Alan itu memang susah Deket sama perempuan. Bahkan kamu adalah wanita pertama yang dia bawa ke studio. Bagi Alan, studio itu adalah benda keramat yang gak bisa disambangi sembarangan orang."

"Ya kan aku adiknya."

"Makanya kenapa dia harus marah."

"Tau kah, wanita aneh emang. Aku gak setuju kalau kak Alan sampai jadian sama dia. Ihhhhh, serem."

Yoon tertawa. "Setuju."

Sampailah kami di tempat tujuan. Yoon memesan makanan setelah dia bertanya apa yang ingin aku makan. Sementara aku duduk di meja, menunggu.

Sebelum makanan datang, Yoon minta ijin keluar sebentar karena harus menerima telpon dari seseorang.

Begitu makan datang, dia belum kembali. Dia terlihat sangat serius berbicara dengan orang itu, entah siapa yang ada di telpon tersebut.

karena sudah tidak bisa ditahan, aku memutuskan untuk makan terlebih dahulu.

Tidak berselang lama, dia kembali.

"Sorry ya lama."

"Gak apa-apa, Kak."

"Biasa masalah kerjaan."

"Sibuk ya, Kak?"

"Lumayan. Ada lagi baru mau rilis, jadi suka agak riweuh sedikit."

"Padahal gak apa-apa gak perlu jemput. Nanti aku bisa pulang naik angkot."

"Ya gak bisa gitu lah. Adik Alan adalah adik kami semua. Ayo, habiskan. Nanti setelah ini anter aku ke suatu tempat dulu ya. Alan udah ijinin kok."

"Oke."

Saat aku dan Yoon sedang asik makan sambil ngobrol. ponselku berdering.

"Halo, mama."

"Sayang, kamu di mana? bukannya sekolah udah bubar?"

"Iya, Ma. Aku lagi makan sama kak Yoon. Tadi kak Yoon yang jemput soalnya."

"Kalau makannya sudah selesai langsung pulang ya."

"Kalau Ara ijin pergi sebentar, boleh gak?"

"Jangan, sayang. Kamu harus langsung pulang, ya."

"Ma, mama baik-baik aja kan? kenapa suara mama bergetar gitu? Mama sakit?"

"Nggak. Mama gak apa-apa, kok. Kamu cepet pulang ya, Nak."

"i-iya, Ma."

Tut tut Tut

"Kak, kayaknya habis ini aku harus langsung pulang deh, gimana dong?"

"Ya udah, gak apa-apa."

"Katanya tadi mau ke suatu tempat dulu."

"Itu bisa nanti setelah anter kamu pulang dulu."

"Ya udah deh kalau gitu."

Episodes
1 Hujan di tengah malam
2 Yang tak bisa tergantikan
3 Rahes
4 Studio Musik
5 Perbedaan yang terlalu jauh
6 Telat di hari libur
7 identitas
8 Sadar posisi
9 Berdebar
10 Teman ibu
11 Tiba-tiba menikah
12 New house
13 What's wrong with me.
14 i'am sorry, Mom.
15 Maaf? untuk apa?
16 Kenapa se khawatir itu
17 Pernyataan
18 Hanya sebatas sandiwara
19 Irama jantung yang berbeda
20 Cemas
21 Lampu merah
22 Tidak terkendali
23 Rahasia baru
24 andai ibu masih ada
25 who is he
26 perjodohan
27 Sesuatu yang tersembunyi
28 manipulatif
29 Tertangkap basah
30 anak haram dari wanita gila
31 Perjalanan malam
32 Mencoba mengakhiri
33 Berakhir
34 dia pergi
35 Sepertinya bukan kebetulan
36 Demi kebahagiaan sang buah hati
37 Anggota keluarga yang sah
38 Swafoto (full visual)
39 Emerald
40 Setuju aja dulu
41 jika saja hati bisa dikendalikan
42 berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43 She knows
44 apa waktu bisa diputar kembali
45 Kasihan
46 kehilangan
47 Dua sisi berbeda
48 malam yang jadi saksi
49 dunia yang dipenuhi bunga
50 cinta yang tepat diwaktu yang salah
51 aku bukan menyerah tanpa berjuang
52 kenikmatan yang tidak pantas
53 serpihan hati
54 derita malarindu
55 pertunangan
56 garis dua
57 jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58 demam
59 rasa yang terbalas
60 the winner. (end)
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Hujan di tengah malam
2
Yang tak bisa tergantikan
3
Rahes
4
Studio Musik
5
Perbedaan yang terlalu jauh
6
Telat di hari libur
7
identitas
8
Sadar posisi
9
Berdebar
10
Teman ibu
11
Tiba-tiba menikah
12
New house
13
What's wrong with me.
14
i'am sorry, Mom.
15
Maaf? untuk apa?
16
Kenapa se khawatir itu
17
Pernyataan
18
Hanya sebatas sandiwara
19
Irama jantung yang berbeda
20
Cemas
21
Lampu merah
22
Tidak terkendali
23
Rahasia baru
24
andai ibu masih ada
25
who is he
26
perjodohan
27
Sesuatu yang tersembunyi
28
manipulatif
29
Tertangkap basah
30
anak haram dari wanita gila
31
Perjalanan malam
32
Mencoba mengakhiri
33
Berakhir
34
dia pergi
35
Sepertinya bukan kebetulan
36
Demi kebahagiaan sang buah hati
37
Anggota keluarga yang sah
38
Swafoto (full visual)
39
Emerald
40
Setuju aja dulu
41
jika saja hati bisa dikendalikan
42
berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43
She knows
44
apa waktu bisa diputar kembali
45
Kasihan
46
kehilangan
47
Dua sisi berbeda
48
malam yang jadi saksi
49
dunia yang dipenuhi bunga
50
cinta yang tepat diwaktu yang salah
51
aku bukan menyerah tanpa berjuang
52
kenikmatan yang tidak pantas
53
serpihan hati
54
derita malarindu
55
pertunangan
56
garis dua
57
jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58
demam
59
rasa yang terbalas
60
the winner. (end)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!