Studio Musik

Mobil melaju dengan cukup kencang, membelah jalanan yang lengang tanpa ada hambatan. Tumben.

Otakku seakan mati, tidak bisa berpikir sedikitpun. Tidak tahu harus bagaimana dan melakukan apa. Mulut pun kelu.

Saat melewati pertigaan lampu merah, seharunya mobil berbelok ke kiri, tapi Alan tetap melaju lurus. Itu bukan arah menuju rumah tapi aku tidak ingin bertanya kenapa dan akan ke mana.

Untuk menenangkan hati dan pikiran, aku mencoba memalingkan wajah mengusap kaca luar mobil. berusaha menikmati pemandangan yang sebenarnya tidak ada indahnya sama sekali. Hanya gedung-gedung tinggi yang menjulang. Tak apalah, namanya juga usaha.

Mobil kami masuk ke pelataran sebuah gedung. Entah gedung apa itu. ingin bertanya tapi segan, tidak bertanya penasaran. Belum lagi jantungku yang semakin tak karuan.

Kami parkir di sebuah basement. Mobil terhenti, lalu dia keluar tanpa sepatah katapun. Sementara aku? Aku masih diam dengan kebodohan yang hakiki.

Pergi bersama Alan harus sangat pintar sepertinya, tanpa bicara dan hanya bertindak saja. Seperti saat ini dia membukakan pintu mobil untukku, itu artinya aku harus turun bukan? Baiklah, aku turun dengen perlahan.

Dia tidak mengatakan apapun dan pergi begitu saja. Dan aku mengekorinya seperti anak bebek di belakang sang induk.

Kami mulai menaiki sebuah lift, dia menekan angka 16 itu artinya tujuan kami berada di lantai tersebut.

Tringggg! Pintu lift terbuka, dia melangkah cepat dan aku segera mengikutinya kembali. Sebenarnya tidak cepat, hanya saja langkah dia memang lebar karena dia berpostur tinggi, sementara aku? Ya perbandingannya adalah satu langkah baginya, dua langkah setengah kakiku.

Tanpa bertanya kini aku tahu dia membawaku ke mana. Studio musik.

Ya, Alan adalah seorang CEO sebuah agensi musik dan para aktris terkenal. Ternyata dia membawaku ke tempat kerjanya.

"Wah, bawa siap Lo?" tanya seseorang.

"Itu pasti Amara. lagian mana mungkin Alan bawa perempuan sembarangan ke sini," ujar pria yang satunya lagi.

Entah apa yang harus aku lakukan sekarang. Haruskah aku menyapa mereka dan memperkenalkan diri? Atau .... Mbuhlah, mumet.

"Kamu baru pulang sekolah? Udah makan belum?"

Aku menggelengkan kepala pelan.

"Om, putih banget." Ah, elah. Kenapa juga sekalinya bicara harus kata itu yang keluar dari mulut. Tapi sebagian pria, orang itu memang sangat putih dan mulus. Berbanding jauh dengan kulitku. Ah, mindernya gak ketulungan ini sih.

"Hahaha. Bawaan lahir. Ibuku bilang aku adalah pangsit rebus."

"Cocok kok. putih, mengkilat dan kenyal."

"Kenyal? Memangnya udah pernah coba?" tanya laki-laki yang rambutnya sedikit ikal.

Aku mengangguk dengan percaya diri, lagi pula siapa yang belum pernah mencoba memakan pangsit?

Pria yang memakai baju hitam dan yang bertanya padaku tertawa renyah. Pun dengan om pangsit. Dia tertawa tapi seakan ditahan tidak selepas kedua temannya.

"Bisa kalian berhenti?"

Hening seketika.

Singkat, padat, dan sangat dingin. Ucapannya yang hanya tiga kata itu berhasil membuat mulut mereka bertiga terdiam seketika.

Apa mereka takut pada Alan?

"Kamu tunggu di ruangan itu saja, ya. Kami harus menyelesaikan sebuah lagu. Ada makanan dan minuman juga." pria yang memakai baju hitam mengantarkan aku ke sebuah ruangan. Ruangan yang sangat rapi dan tertata, serta wangi.

"Nama om siapa?" tanyaku sebelum dia menutup pintu.

"Ah, iya. Kita belum kenalan ya? Nama saya Vincent, panggil saja V. Kalau yang pangsit rebus itu Yoohan, panggil saja Yoon. Nah, om yang satunya namanya Chandra, panggi saja om chan."

"Oh, iya. Makasih ya, Om."

"Waduh, panggil saja kami kakak. Sama kayak kamu panggil Alan. Memangnya kita-kita di sini udah keliatan tua ya? Hahaha."

"Iya."

V kembali tertawa. Hingga tawa itu seketika terhenti saat Alan batuk. mungkin bukan batuk tapi memberi tanda untuk V agar dia segera pergi dari sana.

Pintu pun tertutup.

Melihat sekeliling adalah hal yang pertama aku lakukan. luar biasa, tempat ini begitu apik dan bersih. Nuansa monokrom membuatnya terlihat elegan dan juga cool.

Apa ini kantor kak Alan?

Ada lemari es besar juga di sana. Teringat ucapan V bahwa di ruangan ini ada makanan. Mungkin di sana dia berada. Dan benar saja. Saat aku buka, isinya begitu lengkap.

Berbagi macam minuman, Chiki, dan juga cokelat. Ada beberapa macam permen juga tapi tidak terlalu banyak. Buah potong pun tersedia dalam kotak bening hingga kita bisa melihat buah apa yang ada di dalam.

Aku mengambil beberapa macam Chiki, cokelat dan susu. Menunggu mereka yang entah kapan akan selesainya.

Satu jam, dua jam, hingga empat jam berlalu. Aku bahkan udah bosan dengan makanan yang ada di sini. Mereka belum juga selesai.

Drrrrtttttt. ponsellu bergetar.

Mama Lusy.

"Halo, Mah."

"Sayang, kamu di mana? Udah jam berapa ini kenapa belum pulang? Ada tugas sekolah? Lagi kerja kelompok? Di mana? nanti mama jemput."

"Aku ada di studio kak Alan, Mah."

"Alan? Kamu lagi sama dia?"

"Iya, tadi Abang gak bisa jemput, jadi kak Alan yang jemput aku. Maaf ya, Mah. lupa gak kasih kabar."

"Mama khawatir."

"Iya, Mah. Maaf ya."

"Ya udah, kalau kamu lagi sama Alan sih gak apa-apa. Udah makan belum?"

"Belum mah, tapi ...."

Tut Tut Tut.

Sebelum ponsel terputus aku sempat mendengar Mama Lusy mengumpat. Apa itu padaku?

Rasa bosan mulai kembali menerpa. Nonton film di ponsel, main game, ngemil, itu semua gak bisa mengobati rasa jenuhku yang terlalu lama berada di dalam.

Aku pikir lebih baik keluar dan melihat bagaimana mereka saat membuat sebuah lagu.

Duk!

"Aduhhh!"

Saat hendak membuka pintu, pintu itu lebih dulu terbuka dan mengenai kepalaku. rupanya Chan yang membuka pintu dari luar.

"Eh, sorry ... Sorry. Coba sini liat." Dia berusaha memberikan keningku yang kejedot pintu akibat ulahnya itu.

Alan berdiri, dia menghampiri lalu mendorong pelan tubuh Chan.

Dia menyingkirkan tanganku yang sedang memegang kening. Dia memperhatikan dengan seksama.

Tanpa berkata apa-apa, dia kembali duduk ke tempat semula.

Udah, gitu doang? CK!

Aku menghela nafas dalam. Bukan karena sikapnya tapi lebih ke putus asa. Aku benar-benar ingin pulang.

"Kenapa, Ra? Mulai bete ya?" tanya Yoon. Aku mengangguk pelan.

"Lan, gue anterin adik Lo balik lah ya. Lo masih lama kan di sini?"

Tidak ada jawaban.

"Oke, diam tandanya iya. Ayo, Ra. Aku anterin kamu balik."

"Eh, tapi kak."

"Udah, gak apa-apa. Alan pasti setuju kok."

Yoon menarik tas punggungku seperti menarik anak kucing. Aku berkali-kali melirik Alan meminta kepastian apakah aku benar-benar boleh pergi bersama Yoon?

Sial! Dia bahkan tidak melirik sedikitpun. Asik aja gitu dengan kerjanya.

Yah, lagi pula apa yang aku harapkan. Tidak akan ada kakak protektif yang sering aku lihat di film-film. Toh kenyataannya aku memang bukan adik baginya. Aku lupa bahwa hanya Bryan yang beneran berperan seperti kakak untukku.

Episodes
1 Hujan di tengah malam
2 Yang tak bisa tergantikan
3 Rahes
4 Studio Musik
5 Perbedaan yang terlalu jauh
6 Telat di hari libur
7 identitas
8 Sadar posisi
9 Berdebar
10 Teman ibu
11 Tiba-tiba menikah
12 New house
13 What's wrong with me.
14 i'am sorry, Mom.
15 Maaf? untuk apa?
16 Kenapa se khawatir itu
17 Pernyataan
18 Hanya sebatas sandiwara
19 Irama jantung yang berbeda
20 Cemas
21 Lampu merah
22 Tidak terkendali
23 Rahasia baru
24 andai ibu masih ada
25 who is he
26 perjodohan
27 Sesuatu yang tersembunyi
28 manipulatif
29 Tertangkap basah
30 anak haram dari wanita gila
31 Perjalanan malam
32 Mencoba mengakhiri
33 Berakhir
34 dia pergi
35 Sepertinya bukan kebetulan
36 Demi kebahagiaan sang buah hati
37 Anggota keluarga yang sah
38 Swafoto (full visual)
39 Emerald
40 Setuju aja dulu
41 jika saja hati bisa dikendalikan
42 berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43 She knows
44 apa waktu bisa diputar kembali
45 Kasihan
46 kehilangan
47 Dua sisi berbeda
48 malam yang jadi saksi
49 dunia yang dipenuhi bunga
50 cinta yang tepat diwaktu yang salah
51 aku bukan menyerah tanpa berjuang
52 kenikmatan yang tidak pantas
53 serpihan hati
54 derita malarindu
55 pertunangan
56 garis dua
57 jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58 demam
59 rasa yang terbalas
60 the winner. (end)
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Hujan di tengah malam
2
Yang tak bisa tergantikan
3
Rahes
4
Studio Musik
5
Perbedaan yang terlalu jauh
6
Telat di hari libur
7
identitas
8
Sadar posisi
9
Berdebar
10
Teman ibu
11
Tiba-tiba menikah
12
New house
13
What's wrong with me.
14
i'am sorry, Mom.
15
Maaf? untuk apa?
16
Kenapa se khawatir itu
17
Pernyataan
18
Hanya sebatas sandiwara
19
Irama jantung yang berbeda
20
Cemas
21
Lampu merah
22
Tidak terkendali
23
Rahasia baru
24
andai ibu masih ada
25
who is he
26
perjodohan
27
Sesuatu yang tersembunyi
28
manipulatif
29
Tertangkap basah
30
anak haram dari wanita gila
31
Perjalanan malam
32
Mencoba mengakhiri
33
Berakhir
34
dia pergi
35
Sepertinya bukan kebetulan
36
Demi kebahagiaan sang buah hati
37
Anggota keluarga yang sah
38
Swafoto (full visual)
39
Emerald
40
Setuju aja dulu
41
jika saja hati bisa dikendalikan
42
berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43
She knows
44
apa waktu bisa diputar kembali
45
Kasihan
46
kehilangan
47
Dua sisi berbeda
48
malam yang jadi saksi
49
dunia yang dipenuhi bunga
50
cinta yang tepat diwaktu yang salah
51
aku bukan menyerah tanpa berjuang
52
kenikmatan yang tidak pantas
53
serpihan hati
54
derita malarindu
55
pertunangan
56
garis dua
57
jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58
demam
59
rasa yang terbalas
60
the winner. (end)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!