i'am sorry, Mom.

Padahal aku tidak tahu Alan ngeh atau tidak pada sikapku yang memalukan kemarin, tapi aku sendiri merasa malu jika bertemu dengannya. Aku bahkan harus mengendap-endap saat hendak keluar dari kamar. Celingukan bak hendak merampok, memastikan tidak ada siapapun di rumah.

"Eh, iya. Kak Alan bilang hari ini keluar kota. Jadi di rumah gak ada orang selain aku kan? Ngapain aku ngendap-ngendap."

"Itu juga yang ingin aku tanyakan."

"Astagaaa! Kakak!"

"Kenapa kamu mengendap di rumah sendiri?"

"Ngagetin banget sih. Kebiasaan banget ujug-ujug muncul dari belakang. Mana gak ada suaranya. Kayak jelangkung aja."

Alan hanya menatap datar.

"Kok masih di sini?" tanyaku heran terutama melihat dia masih berpakaian santai. Kolor dan kaos putih polos.

"Aku tidak enak badan."

"Hah? Kakak sakit? Sakit apa? Mana yang sakit?" aku mendekat sambil memeriksa keadaan tubuhnya. Bahkan dengan tanpa malunya aku berjinjit untuk memegang kening Alan. memastikan apakah dia demam atau tidak.

Untuk sesaat kami saling menatap dengan jarak yang cukup dekat. Aku yang meski sudah jinjit pun masih belum cukup menyetarakan tinggi. Alhasil wajahku masih mendongak, dan Alan menunduk.

Nafasku berhenti untuk sesaat. Tidak hanya nafasku, rasanya dunia dan isinya ikut berhenti.

Setelah sadar, aku segera melepaskan tanganku, dan mundur beberapa langkah ke belakang menjauhi dirinya.

"Maaf, Kak." ucapku gugup.

"Perutku yang sakit, bukan kepala."

"Oh, kakak mencret?"

Alan melirik kesal.

"Bukan ya?"

"Maag ku kambuh sepertinya."

"Kakak punya penyakit maag?" tanyaku konyol.

Araaa, kalau dia gak punya maag, mana mungkin kambuh. Bodoh!

"Mau Ara buatin ramuan gak? nenek selalu bikin minuman ini kalau maag nya lagi kambuh."

"Aku tidak suka jamu."

"Kalau aku? Suka kan? Hehehe. Bukan jamu kok, ini cuma rebusan rempah. Ara buatin ya."

Alan mengambil gelas, lalu menuangkan air. Tanpa menjawab pertanyaanku, dia pergi kembali menuju kamarnya.

"Ah, bodo amat. Diam berarti iya."

Sereh, kayu manis, jahe, dan ketumbar aku masukan ke dalam gelas. Kemudian aku sedih dengan air mendidih. tunggu sampai warna nya berubah kecokelatan seperti teh, setelah itu saring dan tambahkan madu.

Setelah mengetuk pintu, dan Alan mempersilahkan aku masuk. Aku masuk ke kamarnya sambil membawa secangkir ramuan pereda asam lambung.

"Ini, kak. Coba lihat, gak kayak jamu kan? Ini lebih kayak teh jahe. Manis kok soalnya pakai madu."

Dia terlihat menghela nafas berat, lalu menerima cangkir yang aku berikan. Dia seperti ragu akan rasa dari ramuan itu, dia hanya menyeruput sedikit.

"Aku suka."

"Iya kan? Ara bilang juga apa. Ramuan ini emang enak kok. Gak kayak jamu."

"Buka jamu, tapi kamu."

"Kamu? maksudnya Ara? kenapa sama Ara? Oh iya, kakak mau makan apa? Nanti Ara buatin. Kalau lagi maag kayak gitu harus makan yang lembut dulu biar mudah dicerna. Ara buatin bubur mau?"

Alan menggelengkan kepala.

"Kenapa?"

"Aku tidak suka bubur."

"Ya udah Ara masak nasi tim aja ya yang lebih lembek dari nasi biasa."

Dia mengangguk pelan sambil kembali menyeruput ramuan yang aku buat.

Nasi tim ayam suwir adalah menu yang aku pilih. Tidak butuh waktu terlalu lama, cukup 45 menit saja.

Selain nasi tim, aku pun membuat sup yang hanya berisi sayuran dan kaldu dari tulang ayam yang dagingnya aku ambil untuk isian nasi tim.

"Kak, makan dulu."

Kali ini aku tidak mengetuk pintu, dan langsung saja menerobos masuk ke dalam kamarnya.

Alan terlihat sedang tertidur di atas kasurnya. Aku mendekat dan nampaknya dia sangat lelap. Tidak ingin mengganggu, aku memutuskan untuk menyimpan makanan itu di nakas samping tempat tidurnya.

Aku sadar akan satu hal. Bingkai foto yang waktu itu tertelungkup, kini sudah berdiri dengan tegak. Hanya saja ....

Itu kan .... Kenapa fotoku ada di sini?

Karena terlalu fokus sambil meyakinkan diri jika apa yang aku lihat adalah kenyataan, mangkuk sop yang hendak aku simpan hampir saja jatuh.

"Oppssss."

Alan bergerak. Rupanya suara yang aku timbulkan membuatnya terbangun.

"Kak? Aku berisik ya? Maaf."

Dia menggelengkan kepala perlahan. Wajahnya terlihat kusut, bukan karena baru bangun tidur. Tapi ....

"Kakak demam," ujarku saat memegang keningnya.

"Kita ke rumah sakit ya. Kakak harus diperiksa dokter."

"Jangan." Alan menarik tanganku cukup keras hingga aku terduduk di sampingnya.

"Tapi badan kakak panas."

"Skin to skin saja," lirihnya.

"Maksudnya?"

Tanpa aba-aba, Alan menarik tubuhku lalu memelukku erat. Aku berusaha melepaskan diri sekuat tenaga, tapi apalah daya tenagaku dan tenaga Alan tidak sebanding.

"Sebentar saja."

Aku bisa merasakan rasa panas dari wajahnya saat menempel di telinga. Dia sepertinya tidak sadar dengan apa yang dia lakukan saat ini karena demamnya.

"Iya, tetap begini saja."

Akhirnya aku membiarkan Alan memelukku sesuai keinginannya. Namun, lama-lama aku merasa pegal karena menopang berat tubuhnya yang tinggi besar itu.

"Kak, bisa ubah posisi gak? Ara pegel."

Dia bergumam, lalu merebahkan dirinya di atas kasur. Aku pikir sudah sampai di situ, tapi rupanya tidak. Dia kembali menarik tanganku hingga aku ikut berbaring di samping tubuhnya. bahkan mangkuk sup yang ada di samping terjatuh karena terkena selimut yang Alan kibaskan.

"Kak, jangan gini sih. Ara takut jadinya."

"Sebentar lagi kita akan jadi suami istri."

"Iya, tapi kan belum."

"Memangnya kalau udah, kamu mau?"

"Mau apa?" tanyaku cemas dan mungkin lebih tepatnya, takut. Aku meringkuk di dalam dekapan tubuh Alan yang tegap.

Tiba-tiba dia membuka matanya, wajah yang semula menghadap langit-langit, kini berbalik menghadap wajahku. Hingga kami bisa saling merasakan nafas satu sama lain.

"Ini"

Mataku membelalak saat Alan mencium bibirku. Nafasku benar-benar terhenti saat ini. Karena terlalu syok, aku bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhku meski itu hanya bulu mata.

Mungkin Alan berpikir dengan diam nya aku, aku menerima apa yang dia berikan. Alan mulai menggerakkan bibirnya, sesekali dia menghisap dengan lembut.

"Kak, tunggu."

Akhirnya aku bisa mengendalikan kembali tubuhku. Aku berhasil mendorong tubuh Alan menjauh.

"Apa yang kakak lakukan?" tanyaku gemetar.

Dia tidak menjawab dan hanya memejamkan mata.

"Jangan begini, Ara takut."

Perlahan dia membuka matanya kembali. Alan menatap, tapi kali ini tatapannya sangat teduh. Tidak sinis dan tajam seperti biasanya.

Dia tersenyum tipis sambil mengusap bibirku yang basah akibat ulahnya.

"Jangan takut, Ara. Apapun yang terjadi, aku akan melindungi kamu sampai kapanpun."

Jujur, otakku tidak mampu menebak apa maksud ucapan Alan. Aku sangat berterimakasih dan merasa dipedulikan olehnya. Tapi setelah kejadian tadi, perasaan yang dulu ada dalam hati untuknya, berubah.

Aku .... Ah, kenapa aku menikmati nya. Mama, maafkan Ara.

Episodes
1 Hujan di tengah malam
2 Yang tak bisa tergantikan
3 Rahes
4 Studio Musik
5 Perbedaan yang terlalu jauh
6 Telat di hari libur
7 identitas
8 Sadar posisi
9 Berdebar
10 Teman ibu
11 Tiba-tiba menikah
12 New house
13 What's wrong with me.
14 i'am sorry, Mom.
15 Maaf? untuk apa?
16 Kenapa se khawatir itu
17 Pernyataan
18 Hanya sebatas sandiwara
19 Irama jantung yang berbeda
20 Cemas
21 Lampu merah
22 Tidak terkendali
23 Rahasia baru
24 andai ibu masih ada
25 who is he
26 perjodohan
27 Sesuatu yang tersembunyi
28 manipulatif
29 Tertangkap basah
30 anak haram dari wanita gila
31 Perjalanan malam
32 Mencoba mengakhiri
33 Berakhir
34 dia pergi
35 Sepertinya bukan kebetulan
36 Demi kebahagiaan sang buah hati
37 Anggota keluarga yang sah
38 Swafoto (full visual)
39 Emerald
40 Setuju aja dulu
41 jika saja hati bisa dikendalikan
42 berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43 She knows
44 apa waktu bisa diputar kembali
45 Kasihan
46 kehilangan
47 Dua sisi berbeda
48 malam yang jadi saksi
49 dunia yang dipenuhi bunga
50 cinta yang tepat diwaktu yang salah
51 aku bukan menyerah tanpa berjuang
52 kenikmatan yang tidak pantas
53 serpihan hati
54 derita malarindu
55 pertunangan
56 garis dua
57 jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58 demam
59 rasa yang terbalas
60 the winner. (end)
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Hujan di tengah malam
2
Yang tak bisa tergantikan
3
Rahes
4
Studio Musik
5
Perbedaan yang terlalu jauh
6
Telat di hari libur
7
identitas
8
Sadar posisi
9
Berdebar
10
Teman ibu
11
Tiba-tiba menikah
12
New house
13
What's wrong with me.
14
i'am sorry, Mom.
15
Maaf? untuk apa?
16
Kenapa se khawatir itu
17
Pernyataan
18
Hanya sebatas sandiwara
19
Irama jantung yang berbeda
20
Cemas
21
Lampu merah
22
Tidak terkendali
23
Rahasia baru
24
andai ibu masih ada
25
who is he
26
perjodohan
27
Sesuatu yang tersembunyi
28
manipulatif
29
Tertangkap basah
30
anak haram dari wanita gila
31
Perjalanan malam
32
Mencoba mengakhiri
33
Berakhir
34
dia pergi
35
Sepertinya bukan kebetulan
36
Demi kebahagiaan sang buah hati
37
Anggota keluarga yang sah
38
Swafoto (full visual)
39
Emerald
40
Setuju aja dulu
41
jika saja hati bisa dikendalikan
42
berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43
She knows
44
apa waktu bisa diputar kembali
45
Kasihan
46
kehilangan
47
Dua sisi berbeda
48
malam yang jadi saksi
49
dunia yang dipenuhi bunga
50
cinta yang tepat diwaktu yang salah
51
aku bukan menyerah tanpa berjuang
52
kenikmatan yang tidak pantas
53
serpihan hati
54
derita malarindu
55
pertunangan
56
garis dua
57
jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58
demam
59
rasa yang terbalas
60
the winner. (end)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!