Maaf? untuk apa?

Setelah merapikan pecahan mangkuk, aku segera turun ke dapur untuk membuangnya. Sementara Alan tertidur.

Aku duduk merenung sambil mengaduk teh yang semula panas menjadi dingin. Memikirkan banyak hal yang saking terlalu banyaknya sampai aku sendiri bingung memikirkan apa.

Ucapan Alan, perlakuannya, perasaanku dan memikirkan orang tua bercampur menjadi satu. Gundah yang begitu bergejolak dalam dada.

Di atas sana aku mendengar Alan muntah. Tanpa ragu aku segera berlari menuju kamarnya. Benar saja, dia tidak ada di atas kasur. Aku melihat pintu kamar mandi terbuka. Dia ada di sana.

"Kak, kita ke dokter ya. Kita ke rumah sakit biar kakak dirawat." ucapku sambil memijat tengkuknya.

Alan menggelengkan kepala.

"Kalau begini terus takut tambah parah sakitnya. Ya, kak. Kita ke rumah sakit aja. Jangan bikin Ara takut."

"Telpon Yoo saja, Ra." ujarnya lirih.

"Kak, Yoon?" aku segera keluar dari kamar mandi, lalu mencari ponsel milik Alan. Kalau harus mengambil ponsel milikku, akan memakan waktu karena ada di bawah.

"Kak, sandinya apa?" tanyaku menanyakan sandi pasword layar ponselnya.

"Ulang tahun kamu."

"Oh, oke."

Setelah layar ponselnya terbuka, aku segera mencari nomor Yoon.

"Kak, tolong bisa ke rumah gak? Kakak di mana sekarang? Kak Alan sakit. Sepertinya maag nya kambuh lagi."

"Rumah? memangnya gak ada orang di sana?"

"Bukan rumah mama, tapi rumah kak Alan."

"Rumah kak Alan yang mana?"

"Loh, kakak gak tau. Duh, mana Ara juga gak tau ini di mana?"

"Bilang pada Yoon datang saja ke rumah kamu," ucap Alan lirih. Sepertinya dia begitu lemas.

"Kata kak Alan datang aja ke rumah kamu."

"CK! Ara. Kamu itu ya kamu, bukan Yoon."

"Oh, kata kak Alan datang aja ke rumah Ara."

"Oh rumah kamu. Ternyata kalian di sana. Oke, aku ke sana bawa dokter sekalian. Gak lama kok. Jagain Alan aja."

"Iya, Kak. Buruan ya, Kak."

Setelah menutup pembicaraan dengan Yoon, aku membantu Alan berjalan menuju tempat tidur. Setelah memastikan dia terbaring dengan nyaman, aku segera turun untuk mengambil air hangat.

"Minum dulu, Kak."

"Terimakasih."

Alan kembali tidur. Sementara aku pergi ke depan menunggu kedatangan Yoon yang tak kunjung datang.

Begitu kembali ke kamar, Alan rupanya sudah terlelap. Mungkin dia lelah setelah muntah. Biarkan saja, aku tidak ingin mengganggunya. Aku duduk di kursi tepat di samping tempat tidur.

Wajahnya terlihat begitu pucat, dan juga .... Ah, lagi-lagi dadaku berdegup tak karuan. Tapi, siapa yang bisa membantah bahwa dia memang sangat menawan.

Aku terhipnotis hingga tidak bisa berpaling dari wajahnya.

"Permisi."

Suara seseorang yang masuk membuatku akhirnya tersadar.

"Kak Yoon?"

Dia datang seraya tersenyum bersama seseorang.

"Bagaimana kondisi Alan, Ra?"

"Ya begitulah. Dia sedang tidur, Kak."

"Lama banget Lo datang. Gue sampai bingung mau ngapain diliatin terus dari tadi."

Hah! Apa? Jadi sejak tadi kak Alan gak tidur? Oh my Gosh, berarti dia tau dong dari tadi aku natap dia.

"Hahaha. Terpana sama ketampanan Lo kali."

Ini lagi, kenapa ikutan ledekin coba.

"Udah buruan bangun, periksa dulu bentar. Ampun banget dah, cari perhatian sampai segininya."

Plak! Alan memukul lengan sahabatnya.

"Kak, aku minum apa? Ara siapin ya di bawah."

"Yang dingin-dingin aja, Ra."

"Iya, Kak."

Aku kembali turun menuju dapur untuk menyiapkan minuman dan camilan. Begitu semuanya siap di meja. Mereka pun turun. Termasuk Alan.

"Loh, kok kakak ikut turun. Kenapa gak istirahat aja di kamar."

"Kalau gak ditemenin kamu, ya gak bakalan mau lah dia molor sendiri."

"Kak, Yoon! Apaan coba. orang kita tidur sendiri-sendiri kok."

"Ya gak usah marah gitu Ara, kenapa? Kamu mau bobo barengan sama dia?"

"Nggak gitu maksudnya. Ara marah bukan Karena gak tidur bareng, tapi --"

"Dek, tolong nanti obatnya dikasih ya suruh diminum. Serta pola makannya dijaga jangan sampai telat."

"Iya, dok. Terimakasih ya dokter."

Dokter itu berpamitan pada Alan dan Yoon, setelah itu dia pun pergi. Kami duduk di ruang keluarga sambil nonton televisi.

Aku duduk di sofa single kecil berbentuk bulat, sementara kak Yoon duduk di sofa yang satunya. Alan sendiri berbaring di sofa yang paling panjang.

"Ara, kamu gak takut tinggal berdua di sini bareng Alan?"

"Nggak, kenapa gitu?"

"Takutnya dia berubah jadi singa, tar tiba-tiba nerkam gimana?"

"Kan Ara bukan domba, ngapain Ara diterkam."

"Kamu bukan domba Ara, tapi kamu lebih menggemaskan dari itu."

Bugh! Sebuah bantal kursi melayang tepat di wajah Yoon. Dia tertawa sementara Alan kembali berbaring.

"Ra, ada makanan apa di dapur? Aku lapar."

Sekali lagi Alan melempar bantal ke arah Yoon, tapi kali ini berhasil ditangkisnya.

"Lo udah gak berguna di ini, balik!"

"Ogah. Udah, Lo tidur aja. Gue sama Ara mau ke dapur. Mau masak. Yuk, Ra."

Tanpa mengerti apapun aku manut pada apa yang dikatakan Yoon. Aku bangun dari kursi lalu mengikuti Yoon dari belakang menuju dapur.

"Ara, kembali!"

Aku menoleh dan mendapati Alan sedang menatapku tajam.

"Sini kamu."

Dengen mengerutkan kening, aku berjalan menghampiri Alan. Dia menarik tanganku, dan duduk di sofa. Setelahnya Alan tidur di atas pangkuanku.

"Kak, aku mau masak."

"Buat Yoon? Jangan harap!"

"Bukan, aku juga laper. Kan dari pagi belum sempat makan ngurusin kakak."

Alan nampak terkejut. Lalu dia mengambil ponsel untuk memesan beberapa makanan.

"Lain kali jangan sibuk ngurusin orang. Urus diri kamu sendiri."

"Ya gimana aku mau makan, orang tadi kakak narik aku buat--, opsss!" aku segera membungkam mulutku sendiri agar tidak mengatakan hal yang lainnya.

"Maaf, ya."

"Buat apa?"

"Karena membuat kamu harus nahan laper."

"Itu saja?"

"Memangnya untuk apa lagi."

"Untuk--".

Ah, kenapa aku terus saja terjebak sama kak Alan, sih.

"Untuk hal selain itu, aku tidak akan pernah minta maaf karena aku tidak melakukan kesalahan apapun lagi."

Sebenarnya aku ingin bertanya tentang apa yang dia lakukan. Sadarkah dia melakukan itu? Apa menurutnya itu bukan suatu kesalahan sehingga dia tidak ingin mengatakan maaf? Tapi jika diperjelas sekarang pun tidak mungkin karena ada Yoon di sini.

"Ara, sorry bikin dapur berantakan. Aku tadi habis masak mie."

"Iya, Kak. Gak apa-apa nanti Ara bersin. Maaf ya, kakak cuma makan mie."

"Aku ngerti kok. Kalau gitu aku permisi ya, Ra. Kalau ada apa-apa kabarin aja."

"Buruan balik ah, cerewet banget."

"Dasar tidak tahu terima kasih, udah baik gue datang ke sini. Udah lah, gue pergi. Hati-hati ya, Ara."

"Iya, Kak. Kaka juga hati-hati di jalan."

Hening.

Suasana canggung mulai menguasai isi rumah ini. Aku berusaha mengendalikan detak jantungku agar tidak diketahui oleh Alan yang masih tidur di pangkuanku.

Beberapa menit berlalu, Alan masih saja tertidur. Entah tidur sungguhan atau hanya sedang diam menikmati keadaan, keadaan di mana aku gugup setengah mati.

Dia tiba-tiba saja bangun, duduk di sampingku, lalu menatap.

"Ada apa?" tanyaku merasa risih karena dia terus saja menatap tanpa bicara sepatah katapun. Aku sedikit menjauh saat dia mendekat.

"Kakak mau ngapain?" tanyaku.

"Menurut kamu?" ujarnya datar.

Dan ya ....

Episodes
1 Hujan di tengah malam
2 Yang tak bisa tergantikan
3 Rahes
4 Studio Musik
5 Perbedaan yang terlalu jauh
6 Telat di hari libur
7 identitas
8 Sadar posisi
9 Berdebar
10 Teman ibu
11 Tiba-tiba menikah
12 New house
13 What's wrong with me.
14 i'am sorry, Mom.
15 Maaf? untuk apa?
16 Kenapa se khawatir itu
17 Pernyataan
18 Hanya sebatas sandiwara
19 Irama jantung yang berbeda
20 Cemas
21 Lampu merah
22 Tidak terkendali
23 Rahasia baru
24 andai ibu masih ada
25 who is he
26 perjodohan
27 Sesuatu yang tersembunyi
28 manipulatif
29 Tertangkap basah
30 anak haram dari wanita gila
31 Perjalanan malam
32 Mencoba mengakhiri
33 Berakhir
34 dia pergi
35 Sepertinya bukan kebetulan
36 Demi kebahagiaan sang buah hati
37 Anggota keluarga yang sah
38 Swafoto (full visual)
39 Emerald
40 Setuju aja dulu
41 jika saja hati bisa dikendalikan
42 berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43 She knows
44 apa waktu bisa diputar kembali
45 Kasihan
46 kehilangan
47 Dua sisi berbeda
48 malam yang jadi saksi
49 dunia yang dipenuhi bunga
50 cinta yang tepat diwaktu yang salah
51 aku bukan menyerah tanpa berjuang
52 kenikmatan yang tidak pantas
53 serpihan hati
54 derita malarindu
55 pertunangan
56 garis dua
57 jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58 demam
59 rasa yang terbalas
60 the winner. (end)
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Hujan di tengah malam
2
Yang tak bisa tergantikan
3
Rahes
4
Studio Musik
5
Perbedaan yang terlalu jauh
6
Telat di hari libur
7
identitas
8
Sadar posisi
9
Berdebar
10
Teman ibu
11
Tiba-tiba menikah
12
New house
13
What's wrong with me.
14
i'am sorry, Mom.
15
Maaf? untuk apa?
16
Kenapa se khawatir itu
17
Pernyataan
18
Hanya sebatas sandiwara
19
Irama jantung yang berbeda
20
Cemas
21
Lampu merah
22
Tidak terkendali
23
Rahasia baru
24
andai ibu masih ada
25
who is he
26
perjodohan
27
Sesuatu yang tersembunyi
28
manipulatif
29
Tertangkap basah
30
anak haram dari wanita gila
31
Perjalanan malam
32
Mencoba mengakhiri
33
Berakhir
34
dia pergi
35
Sepertinya bukan kebetulan
36
Demi kebahagiaan sang buah hati
37
Anggota keluarga yang sah
38
Swafoto (full visual)
39
Emerald
40
Setuju aja dulu
41
jika saja hati bisa dikendalikan
42
berdamailah dengan keadaan agar hatimu tenang
43
She knows
44
apa waktu bisa diputar kembali
45
Kasihan
46
kehilangan
47
Dua sisi berbeda
48
malam yang jadi saksi
49
dunia yang dipenuhi bunga
50
cinta yang tepat diwaktu yang salah
51
aku bukan menyerah tanpa berjuang
52
kenikmatan yang tidak pantas
53
serpihan hati
54
derita malarindu
55
pertunangan
56
garis dua
57
jiwaku ada di bawah sana bersamanya
58
demam
59
rasa yang terbalas
60
the winner. (end)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!