Masa Lalu

11 tahun lalu...

"Anggi, Anggi! Bangunlah!" panggil seorang wanita yang tengah memasak. Ia memanggil seorang gadis terus menerus, namun tidak ada yang menyahut dari lantai dua.

"Anggi belum bangun?" tanya suami wanita itu padanya. "Kebiasaan sekali, besok dia akan berangkat menuju luar kota sendirian. Apa dia bisa bangun tepat waktu?" gumam wanita itu kesal.

"Biar aku bangunkan, sepertinya tidurnya tidak cukup" jawab pria itu segera.

Ia berjalan menaiki tangga dan akhirnya sampai di depan sebuah kamar. Ia mengetuknya.

"Anggi, bangunlah!" perintah pria itu segera. Dari dalam, seorang gadis menyibakkan selimut. "Ini hari libur, kenapa mereka membangunkanku dini hari begini?" gumam gadis itu kesal.

Ia berjalan menuju pintu lalu, "Kenapa kau lama sekali bangun?" tanya pria itu mendapati gadis bernama Anggi baru saja bangun.

Pria itu bernama Cendrawasih, seorang anggota militer pasukan elite yang terkenal dengan kemampuan bertarung tangan kosong. Istrinya bernama Anna. Wanita cantik yang menjadi dokter militer dan sangat diandalkan.

"Aku libur hari ini, dan aku baru tidur 3 jam yang lalu" jawab Anggi menggosokkan matanya. "Kau lupa? Hari ini kau harus bertemu dengan kepala" tutur pria itu menghela nafas lelah menghadapi adiknya.

Anggi diam beberapa saat. Lalu, "Astaga!"

Beberapa saat,

"Pagi, pak" sapa Anggi pada kepala militer yang sudah menunggu Anggi sedari tadi di kantornya. "Apa misi tadi malam membuatmu lelah, nak?" tanya kepala terheran.

"Begitulah" jawab Anggi tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Duduklah, ada yang akan kujelaskan"

Anggi duduk menghadap pria tua itu. "Bacalah" perintah kepala menyodorkan sebuah surat.

Anggi menatap bingung kepalanya. Dan gadis itu mulai membaca isi surat itu. "Pasukan... khusus?" gumam Anggi terkejut.

"Kami merasa kau sudah seharusnya ditempatkan di pasukan ini karena kau sudah banyak menyelesaikan misi besar" ujar kepala itu segera menjelaskan alasannya.

"Tapi, pak.. bukankah aku terlalu muda? Maksudku.. senior-senior di atasku yang pasukannya sama denganku, apakah mereka juga menerima surat ini?" tanya Anggi terheran.

"Kami memilihmu. Kami bisa melantikmu, sekaligus kakakmu yang akan segera naik jabatan menggantikan diriku"

Anggi yang mendengarnya tambah terkejut. "Kakak?" tanya Anggi lagi memastikan ulang. "Ya, kami memilihmu masuk pasukan khusus dan memilih kakakmu untuk menjadi kepala militer"

Anggi yang mendengarnya makin terkejut. "Tenang saja, Kawa dan Sen kami masukkan di pasukan khusus juga sama sepertimu. Hanya saja divisinya berbeda, dan pelantikannya akan sedikit lebih lama. Kami memilihmu masuk pasukan khusus lebih awal agar kau bisa pergi dinas ke luar negri"

Anggi tertegun mendengar tawaran itu. Di sisi lain, ia merasa tidak enak hati jika harus melangkahi para seniornya.

Tingkatan pasukan pada militer yang ada di negara mereka ialah pasukan umum yaitu paling rendah, pasukan tengah, pasukan utama, pasukan khusus, dan terakhir pasukan elite.

"Aku akan beri jawaban nanti malam, pak. Mungkin aku akan bertanya pada kakak" ujar Anggi tersenyum simpul.

"Baiklah, kau sudah berjanji"

......................

"Apa yang kau pikirkan dari tadi?" tanya Anna memecah lamunan Anggi.

"Kakak, apa kakak tahu kalau kak Cendra dipilih jadi kepala militer?" tanya Anggi segera.

"Ya, aku tahu. Dan dengan begitu, kita akan dipindahkan ke ibu kota. Aku juga dapat tugas dinas di sana selama beberapa tahun ke depan" jawab Anna mengangguk tanda membenarkan.

"Kepala juga memintaku masuk pasukan khusus"

Anna yang mendengarnya menghentikan acara mencuci piringnya. "Kau.. serius?" tanya Anna tersenyum antusias.

"Ya. Aku masih bingung, apa aku menerimanya atau menolaknya" jawab Anggi menengadah ke atas. "Yang benar saja. Kau terima tugas itu" jawab Anna segera.

"Kenapa begitu? Bukankah melangkahi senior itu sesuatu yang tidak baik untuk dilakukan?" tanya Anggi menatap Anna terheran.

"Anggi, jika kau ditunjuk untuk masuk pasukan khusus.. artinya mereka menganggap kau kuat, dan kau bisa diandalkan oleh mereka. Itu hal yang patut kau banggakan" jawab Anna menjelaskan.

Anggi semakin bingung. "Jika aku masuk pasukan khusus, aku lebih takut aku gagal menyelesaikan misi dan tidak memenuhi perkiraan mereka"

Anna menghela nafas sabar mendengar itu. Hal yang wajar dipikirkan oleh seorang anggota militer. "Jika kau merasa tidak layak, tidak apa bila kau harus menolaknya. Tapi pikirkan kembali keputusanmu dengan matang"

Anggi yang mendengarnya menatap punggung kakak iparnya itu.

Malamnya,

"Masuklah" perintah kepala pada seseorang di balik pintu yang baru saja diketuk. Seorang gadis melangkahkan kaki masuk ke dalam. "Anggi" gumam kepala itu tersenyum senang.

Anggi segera duduk di hadapan kepala. "Bagaimana keputusanmu?" tanya kepala itu semakin bersemangat. "Aku menerimanya" jawab Anggi tersenyum.

"Sesuai dugaanku. Cendra akan sangat bangga kepadamu karena kau direkrut menjadi anggota pasukan khusus. Baiklah, kami meletakkanmu pada divisi utama"

Anggi yang mendengarnya terkejut. "Utama? Artinya aku.. bisa menerima misi apapun?" tanya Anggi terkejut. Pasalnya, divisi utama hanyalah orang-orang 'terpilih'.

"Ya. Bakatmu penting, dan kau bisa mengembangkannya di sana" jawab kepala itu tersenyum semangat.

Anggi menyunggingkan senyuman bangga untuk dirinya. Ia mulai mencapai satu persatu mimpinya.

Ia berjalan penuh rasa senang menuju rumah. Ketika ia sampai, "Aku pulang" ujar Anggi memasuki rumah dengan antusias.

"Selamat datang, apa urusanmu sudah selesai?" tanya Anna menyambutnya seraya memastikan.

Anggi tersenyum senang ke arah kakak iparnya. "Ada apa?" tanya Cendrawasih yang bersantai sambil menunggu masakan makan malam.

"Aku akan dilantik jadi pasukan khusus divisi utama" suasana mendadak hening.

"Hebat! Sudah aku duga kau akan menerimanya!" Anna berhamburan memeluk gadis itu. Anggi tertawa kecil seraya membalas pelukan itu.

Cendrawasih memeluk keduanya segera. "Hahaha. Mengejutkan sekali kita dapat keberuntungan yang sama hari ini" ujar Cendrawasih tertawa hangat malam itu.

"Aduh, lepaskan pelukannya.. bisa-bisa kita tidak makan malam!"

"Hahaha, baiklah"

"Mau kubantu, kak?"

"Ahk... kebetulan sekali, kemarilah. Kupas kentang ini"

Malam itu suasana di rumah sangat bahagia. Beberapa bulan setelah Anggi dan Cendrawasih menyelesaikan dinas di luar kota, kepala segera mengadakan pelantikan untuk mereka.

"Mulai hari ini, kalian yang terpilih.. akan mengemban tugas kedepannya"

Suasana ibu kota pagi ini riuh dan ramai. Tepuk tangan serta sorak sorai meliputi kota itu.

Masing-masing mereka yang dilantik menghampiri keluarga satu sama lain.

Anggi tentu menghampiri Anna. Cendrawasih masih harus menerima jabat tangan dari para petinggi negara. "Impianmu perlahan terwujud" gumam Anna tersenyum setelah melepas pelukan mereka.

"Tapi berjanjilah satu hal padaku, Anggi" ujar Anna tampak serius. "Janji?" gumam Anggi bingung. "Ya. Kau dan Cendra sekarang ditempatkan dengan posisi serius. Bisakah kau berjanji untuk pulang dalam keadaan hidup setiap kau menjalankan misi?"

Anggi yang mendengarnya terdiam. Bagaimana tidak? Dia dan kakak laki-lakinya adalah orang penting dalam kemiliteran negara mereka.

Anggi menghela nafas lalu tersenyum. "Janji semacam ini adalah janji seumur hidup. Maka aku tidak bisa menerimanya, karena kita tidak pernah tahu takdir yang kita terima"

Anna tampak sedih. "Tapi aku berjanji, aku akan selalu berada di sisi kalian" tambah Anggi lagi.

Anna menatap gadis itu terkejut. "Bahkan jika suatu saat kau menjadi ibu dan dia jadi ayah, aku akan menjaga anak kalian"

Anna tertawa kecil mendengarnya. "Bagaimana mungkin kau bisa menjaga anak kami? Kau juga anggota militer tahu, dan sekarang kita tidak tinggal di rumah yang sama"

Wanita itu mengacak pelan rambut adik iparnya itu. "Kau menyepelekanku, tahu!" ketus Anggi.

......................

"Hey, Anggi.. kau menerima panggilan dari pimpinan" pesan seorang rekan Anggi yang tengah sibuk membereskan berkas.

Ia segera beranjak dan menghampiri pimpinannya. "Ada yang bisa kubantu?" tanya Anggi tampak siap.

"Nona Anna di rumah sakit, tadi ia pusing dan mual-mual. Kepala memintamu untuk menjumpainya" Anggi yang mendengar itu terbelalak kaget dan segera berbalik badan bergegas menuju rumah sakit.

"Dia lebih sayang kakak iparnya" gumam pimpinan itu menggeleng-geleng pelan.

Beberapa saat Anggi di perjalanan, ia akhirnya tiba di rumah sakit. "Di mana ruangan Anna Johnson?" tanya Anggi tergesa-gesa.

"Ahk, nona Anggi untung saja. Dia berada di lantai 2 kamar 140" jawab pihak lobi. Anggi segera berlari menaiki tangga menuju kamar yang dimaksud.

"Apa yang terjadi?!" tanya sambil membuka pintu. "Dia sudah baik-baik saja, Anggi. Tenanglah" seorang perawat yang dikenali Anggi berhasil menenangkannya.

"Aku baik-baik saja sekarang, tidak perlu khawatir" tutur Anna tertawa kecil. Anggi mendekati wanita itu.

Wajahnya pucat pasih, tapi masih enak dipandang. "Diagnosanya apa?" tanya Anggi terheran. "Jane akan segera menyampaikannya" jawab perawat itu tersenyum.

"Aku permisi, jika ada perlu aku di lobi lantai 2. Tidak jauh dari kamar ini" pesan perawat itu keluar dari kamar dan meninggalkan mereka.

"Apa yang kau rasakan?" tanya Anggi terheran. "Beberapa hari ini aku merasa mual-mual dan seakan mudah lelah" keluh Anna juga tidak tahu apa yang terjadi.

"Apa kakak tahu?" tanya Anggi memastikan lagi. "Tentu saja. Dia terus memaksaku ke rumah sakit dari kemarin" jawab Anna terkekeh.

Berbeda dengan Anna yang santai. Anggi tampak serius. "Kak, ciri-cirimu ini.. diagnosa wanita hamil" ujar Anggi segera. Anna terdiam.

"Pasien kamar 140, bisakah ke ruang dokter Jane?" tanya perawat tadi. Anggi segera membantu Anna berdiri dan mengarahkannya menuju ruang seorang dokter perempuan.

"Baiklah, dari apa yang kuteliti dan kucek tadi. Nona Anna, kau dinyatakan hamil"

Anna yang mendengarnya terdiam. Anggi tersenyum senang mendengarnya. "Aku... hamil?" tanya Anna memastikan kembali.

"Ya. Selamat, kau akan segera menjadi ibu" tutur dokter bernama Jane itu sambil tersenyum.

"Lalu agar kandungannya sehat, apa yang harus dia konsumsi? Vitamin apa yang cocok?" tanya Anggi segera memastikan.

"Aku sudah menyiapkannya. Tapi sepertinya, nona harus beristirahat dari pekerjaannya sementara waktu sampai ia melahirkan nantinya. Kalian bisa meminta surat cuti untuk 9 bulan ke depan" saran Jane segera.

Anggi mengangguk paham. "Aku akan meminta kakak mengurusnya. Besok aku belum bisa ke sana, jadi aku akan mengantarmu untuk menginap di rumah tuan John"

Anna menatap Anggi terkejut. Adik iparnya, sudah banyak menyiapkan hal-hal penting.

"Terimakasih, Anggi" ujar Anna tersenyum.

Malamnya,

"Aku pulang" gumam Cendrawasih baru menginjakkan kaki di rumah.

"Selamat datang" sambut Anggi yang masih sibuk memasak. "Eh? Kau jadi menginap di sini?" tanya Cendrawasih terkejut.

"Tidak, setelah makan malam aku akan pulang. Aku hanya membereskan beberapa bagian rumah ini, sebelum besok kak Anna bisa menginap di rumah tuan John" jelas Anggi masih sibuk.

"Menginap? Kenapa begitu? Ada kepentingan apa sampai ia harus menginap di sana? Aku bahkan belum mendengar diagnosa dokter terkait keluhannya dari kemarin"

Cendrawasih tentu dibuat terheran dengan keputusan tiba-tiba itu. "Ahk, orangnya sudah di sini" gumam Anggi tersenyum ketika Anna baru saja keluar dari kamar.

"Selamat datang" sambut Anna tersenyum senang ketika melihat suaminya sudah di rumah.

"Apa benar kau besok menginap di rumah ayah?" tanya Cendrawasih segera.

"Biarkan dia menjelaskan alasannya, kak" tegur Anggi yang sudah selesai memasak.

"Baiklah. Jelaskan maksud tujuanmu" perintah Cendrawasih menenangkan diri.

"Aku hamil"

Deg. Cendrawasih terdiam mendengarnya. "Sebentar lagi aku akan menjadi ibu" Anna melanjutkan kembali.

Cendrawasih menatap Anggi sejenak. "9 bulan lagi aku memiliki keponakan" tutur Anggi terkekeh.

"Dan, aku... akan jadi ayah?" tanya Cendrawasih menunjuk dirinya.

"Aku jadi ibu!"

"Aku jadi ayah!"

"Kita akan menjadi orang tua!"

"Hahaha. Akhirnya kita akan menggendong bayi"

Cendrawasih berhamburan memeluk Anna. Anggi tersenyum memperhatikan.

"Apa surat cutimu sudah ada?" tanya Cendrawasih memastikan. "Aku sudah mengurusnya. Besok kau dan aku masih sibuk, jadi lebih baik dia menginap di rumah orang tuanya untuk satu hari saja"

Cendrawasih menatap adiknya tertegun. "Di sana ada beberapa orang rekanku yang tinggal di rumah dinas tuan John, jadi dia bisa terawasi"

Cendrawasih beralih memeluk adiknya. "Terimakasih karena kau selalu berada di sampingnya" ujar Cendrawasih memeluk erat adiknya itu. "Ya, ya. Lepaskan pelukanmu kak, aku tidak bisa bernafas" sahut Anggi segera.

"Baiklah, malam ini.. kita makan malam bersama, dan seseorang harus beristirahat yang cukup" Cendrawasih segera menghampiri meja makan.

"Hahaha, baiklah" gumam Anna terkekeh.

Anggi menatap kedua keluarganya yang tersisa. Namun keningnya segera berkerut teringat dengan sesuatu yang ia ketahui.

"Apa yang kau lamunkan, Anggi? Kau tidak lapar?" tanya Cendrawasih terheran. "Tidak ada. Ayo makan" jawab Anggi menggeleng pelan.

Besok harinya, Anna ternyata menginap selama beberapa malam. Di sisi lain, kedua kakak beradik itu tentu disibukkan dengan pekerjaan mereka.

"Anggi, bisakah kau ke kantor pemimpin hari ini? Pemerintah pusat ingin bertemu denganmu" Anggi yang mendengarnya terkejut.

"Kau tidak salah orang?" tanya Anggi memastikan ulang. "Aku serius. Segera bersiap, dia ingin kalian bertemu hari ini untuk membicarakan sesuatu"

Anggi akhirnya bangkit berdiri dan kembali ke rumah. Ia membereskan beberapa keperluan, dan mungkin saja ia menginap di rumah kakaknya.

Anggi menikmati perjalanan menuju ibu kota menggunakan kereta api. Ia lagi-lagi melamun memikirkan sesuatu.

"Dia memiliki sesuatu di tubuhnya yang tidak boleh orang tahu. Kemungkinan besar penjagaannya akan sangat ketat " batin Anggi memikirkan Anna.

Gadis jenius itu, sangat mahir menggunakan berbagai jenis sihir dan pertarungan tangan kosong. Tentu saja ia juga tahu sihir apa yang dimiliki orang lain.

Kereta yang membawanya akhirnya sampai di ibu kota. Ia bergegas menuju kantor pemerintah pusat. Seorang pria yang begitu fenomenal dan terkenal di sana dengan sihir alamnya.

"Tuan Johnson, nona Anggi sudah tiba" lapor pengawal pada pria tua di ruang kerja private itu. "Bisakah kau membawanya masuk?" tanya pria tua menghentikan acara menulisnya.

"Baiklah" jawab pengawal segera menghampiri Anggi di bawah yang sedang duduk menunggu perintah untuk naik ke lantai atas.

"Nona Anggi, tuan memintamu masuk" ujar pengawal itu. "Baik, terimakasih. Kembalilah bekerja, aku akan ke atas sendiri" jawab Anggi.

Pengawal itu membungkuk hormat lalu menuju gerbang gedung untuk berjaga. Sementara Anggi berjalan menuju lantai dua.

Sesampainya ia di depan sebuah ruangan, ia ragu untuk mengetuk. Namun setelahnya, ia memantapkan dirinya untuk masuk.

"Seperti biasa, kau tepat waktu sekali" ujar pria itu tersenyum senang.

"Ada perihal apa tuan-"

"Guru, tidak perlu terlalu formal. Kau tetap muridku sampai kapanpun, nak"

Ya, Anggi adalah murid Johnson- pemerintah pusat negri itu. Anna adalah putrinya. Dan hal lain yang membuat Anggi dan Cendrawasih bisa dipilih naik pangkat, adalah karena Johnson yang selalu memperhatikan kinerja keluarga putrinya.

Pria tua itu terkenal sebagai pimpinan tertinggi berdarah dingin, tegas, disiplin, dan penuh tanggung jawab.

Anggi tertawa kecil mendengarnya.

"Duduklah, ada sesuatu yang ingin kubicarakan padamu" perintah Johnson yang biasanya memasang wajah datar, kini tampak lebih santai.

Anggi menurut dan duduk di hadapan Johnson. "Putriku mengirim surat sore kemarin, dan aku sudah menerimanya. Aku senang sekali mengetahui diriku sebentar lagi akan menjadi seorang kakek"

"Tapi kau sendiri tahu, bukan? Bahwa putriku memiliki kekuatan aneh yang orang lain tidak tahu" Anggi diam beberapa saat.

Gadis itu awalnya ingin menggeleng namun entah kenapa kepalanya justru mengangguk.

"Sejak awal aku menjadi gurumu dan kakakmu, kalian ternyata jenius. Saat aku menjadi kepala akademi, aku melihat nilai pengetahuan dan keterampilanmu yang di atas rata-rata, maka aku bisa tahu kau punya potensi yang luar biasa. Itulah alasan aku menaikkan posisimu dan juga kakakmu" Anggi tertegun mendengarnya.

"Apa kau bisa mendeskripsikan kekuatan aneh itu?" tanya Johnson lebih serius.

Anggi menghela nafas bingung menjelaskan. "Dari apa yang kulihat, sepertinya seseorang pernah dengan sengaja menyegel sebuah kekuatan di dalam tubuhnya. Dia bisa mengendalikan elemen kristal yang langka dan itu... aneh"

"Hanya pimpinan pertama yang menguasai elemen itu dan elemen itu sudah lenyap ratusan tahun yang lalu. Terkadang ia bisa kehilangan kesadaran dan bisa menyerang dengan brutal"

Johnson menghela nafas lelah. "Saat dia pulang dari dinas luar negri terakhirnya, dia pernah melakukan gerakan aneh layaknya seekor burung. Aku pikir, Cendrawasih mengajarinya sesuatu. Namun dari apa yang dikatakan suaminya itu, Anna tidak pernah belajar teknik beladiri apapun"

Anggi terkejut mendengar itu. "Aku masih menyelidiki kekuatan aneh itu. Ketika aku sudah menemukan jawaban aslinya, aku akan kembali ke sini dan melaporkan pada guru terkait kekuatan itu" tutur Anggi meyakinkan pria itu.

"Sudah kuduga kau sangat siap tanpa aku turunkan perintah untuk kau kerjakan. Tapi ada tugas lain yang akan kuberikan padamu dan mungkin ini penting" titah Johnson.

"Tugas... lain?" gumam Anggi terheran. "Karena kekuatan aneh itu, ada beberapa radar asing yang dilaporkan para penyihir militer masuk ke kota. Bisakah kau menjaga putriku untuk kedepannya? Terutama saat ia melahirkan nanti"

Anggi yang mendengarnya tertegun. Pria tua itu tampak sangat khawatir pada putrinya.

"Bahkan tanpa guru menyuruhku, aku sudah berjanji untuk terus menjaganya bahkan jika anak itu lahir maka aku akan menjaga anak itu"

Johnson yang mendengarnya terkejut. Namun ia segera tersenyum.

"Terimakasih karena kau selalu menjaga putriku, nak. Aku sudah banyak berhutang budi padamu" ujar Johnson memejamkan matanya, dan tersenyum simpul.

"Tidak perlu seperti itu, guru. Aku hanya menjalankan tugasku sesuai yang diperintahkan" jawab Anggi tertawa kecil.

"Hahaha. Orang jenius sepertimu ternyata unik sekali. Berkemaslah hari ini, dua hari lagi aku meminta Kawatsuichi dan Keneth untuk menjemputmu"

Johnson mengeluarkan sebuah surat dan memberikan surat itu pada Anggi. "Surat.. pemindahan?" gumam Anggi terkejut setelah membaca isi surat kecil itu.

"Ya, untuk sementara waktu kau akan bertugas di ibu kota. Setelah Anna melahirkan, kau bebas menentukan pilihanmu untuk kembali ke kota dinas sebelumnya atau menetap di ibu kota"

Anggi berpikir sejenak. "Baiklah, surat ini akan aku sampaikan pada atasanku nanti"

......................

"Yah, kita jadi harus berpisah" ujar seorang gadis setelah mengetahui sahabatnya akan dipindah tugaskan menuju ibu kota.

"Tenang saja, mungkin setahun setelahnya aku akan kembali ke sini" jawab Anggi meyakinkan sambil tersenyum pada gadis itu.

"Kau sudah berjanji, jadi kau harus menepatinya!" ujar gadis itu mengarahkan kelingkingnya. Anggi terkekeh dan justru mengacak pelan rambut gadis itu.

"Tunggu saja aku akan kembali, Yuki"

Anggi akhirnya menetap di ibu kota untuk 9 bulan ke depan. Ia tinggal terpisah dari Cendrawasih dan Anna. Namun gadis itu secara intens mengawasi dari jauh kakak iparnya.

Anggi tidak pernah memberitahu tugas itu pada siapapun. Bahkan Cendrawasih dan Anna sendiri, tidak mengetahui bahwa Anggi mendapat tugas menjaga Anna dan bayi yang dikandung.

Suatu hari, "Sebentar" sahut Anna yang sedang asyik merajut sebuah syal, yang ingin ia hadiahkan untuk ayahnya di musim salju.

Anna menuju pintu dan saat ia membukanya, "Anggi" gumam Anna terkejut.

Beberapa minggu,

"Tumben sekali kau kemari, apa kau memiliki masalah?" Anna seakan tahu alasan mengapa Anggi tiba-tiba berkunjung.

Anggi membuka pintu rumah yang menyambung ke sebuah halaman belakang. Ia duduk, lalu menyalakan rokok. Kebiasaan buruk yang dilakukan gadis itu, agar ia bisa memendam masalahnya tanpa bercerita.

Anna menghela nafas lelah. "Matikan benda itu, Anggi" perintah Anna dengan lembut sambil melanjutkan acara merajut syalnya.

Anggi tidak menjawab. "Mengapa kau begitu peduli pada kami? Kau selalu memastikan kami baik-baik saja, tapi aku bahkan kadang tidak bisa membalas hal yang sama"

Anggi terkekeh. Ia mematikan rokoknya. "Aku hanya memiliki kalian berdua saja di hidupku. Sisanya hanyalah butiran pasir yang mengelilingi hari-hariku" jawab Anggi tertawa kecil.

"Anggi, suatu saat kau tidak harus selalu mengawasi kami" tutur Anna lagi. "Aku sudah tidak punya tujuan hidup" jawab Anggi. Anna menghentikan acara merajutnya.

"Apa maksudmu?" tanya Anna terheran. "Yuki... gugur" suasana hening.

"Aku tidak bisa menjaganya. Mulai sekarang, aku akan menjaga kalian yang tersisa. Bahkan jika aku harus mati"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!