Seorang wanita yang berstatus Ibu sedang menjerit penuh air mata melihat apa yang saat ini putra sulungnya dapatkan. Namun, kedua tangannya di tahan kuat oleh beberapa orang pria. Tentu kekuatan nya yang hanya seorang wanita tidak lah sebanding.
"Akh.... Ibu!" teriakan kesakitan juga tengah di rasakan oleh seorang bocah kecil yang kisaran berumur sepuluh tahun.
"Mbak.... Hentikan, Mbak. Rio tidak bersalah!"
Teriakan seorang wanita yang bernama Luna, Ibu dari Rio kembali menggema.
Saat ini anak yang bernama Rio itu sedang mendapat puluhan cubitan, juga sentakan dan tarikan keras dari seorang wanita yang juga merupakan seorang Ibu.
"Cubit terus! Enak saja dia membuat cucu ku menangis."
Terdengar juga seorang wanita baya yang mungkin akan memasuki umur 60 an. Sambil berseru, wanita itu juga tidak luput menenangkan sang cucu yang masih terus saja tergugu.
"Tidak Bu Ani, Rio tidak bersalah. Pasti ada kesalahpahaman."
Tidak hentinya Luna terus saja berusaha terbebas dari cegatan orang-orang yang saat ini menahan nya.
Hati nya teriris sembilu kala menyaksikan buah hati nya mendapatkan perlakuan kasar dari orang lain. Selama ini Rio tidak pernah membuat dirinya marah, tidak mungkin anak nya itu berbuat nakal.
"Tutup mulutmu, Luna. Jangan membela terus anak mu yang tidak tau diri itu."
Luna menggeleng pelan bersama ketidak kuasaannya. Ia merasa menjadi seorang Ibu yang sangat tidak berguna karena hanya bisa menyaksikan sang anak yang telah menangis, merasakan panasnya saat kuku-kuku runcing itu mencubit kulit kecil dan tipisnya.
Semenjak Ia dan anak-anaknya menginjakkan kaki di kediaman bak neraka itu. Luna tidak pernah tenang karena memikirkan anak-anak nya yang selalu sering kali mendapatkan masalah.
Luna tau, masalah itu bukanlah murni kesalahan dirinya dan juga anak-anak. Ia hanya bisa berusaha menjadi tameng saat buah hatinya berbuat masalah sepele dan mendapatkan hukuman besar.
"Anak nakal sepertinya memang pantas mendapatkan hukuman!" sarkas Marni lalu mencengkram kasar rahang kecil Rio.
"Masih berani kamu membuat anak ku menangis? Hah!" bentak Marni, dan Luna yang menyaksikan itu hanya bisa menutup mata penuh kesakitan di dalam dada dan hatinya.
"Tidak, Bu. Rio tidak berani," jawab Rio terbata dan sedikit tercekat. Anak itu terlihat jelas nampak ketakutan dan berharap tidak mendapatkan cubitan lagi. Ia bahkan tidak bisa menghindar karena itu akan sia-sia.
Sebelumnya, Rio sudah pernah mencoba menghindari hukuman dari Marni namun malah mendapatkan hukuman yang lebih parah. Bahkan orang-orang di sana tidak ada yang merasa kasihan atau pun membantu mereka sedikit pun.
"Ingat ya. Sekali lagi kamu membuat Kevin menangis...! Hukuman nya lebih berat lagi," ancam Marni pada anak tersebut.
Terlihat juga wanita yang katanya Ibu dari Kevin itu mulai menjauhi Rio. Cegatan di kedua tangan Luna juga terlepas saat melihat sang Nyonya telah puas memberikan hukuman.
"Ibu. Hua...."
Luna segera berlari memeluk sang putra yang juga langsung memeluk erat dirinya.
"Pergi kalian dari hadapanku!"
Cepat-cepat Luna mengajak Rio untuk segera berdiri. Lalu membawa Rio ke dalam dan melihat kedua adiknya yang sedang Luna kunci dalam kamar. Luna tidak mau anak nya yang lain menyaksikan kesakitan kakak mereka seperti diri nya tadi.
"Marni. Kenapa anak itu di bebaskan dengan mudah," ucap Ani yang nampak belum puas karena sampai saat ini Kevin masih tergugu sedih.
"Lihat, Kevin sampai sesedih ini karena ulah anak itu," tambah Ani.
Marni mengambil alih putranya yang bernama Kevin itu dan berusaha membujuknya agar berhenti menangis.
"Sayang, sudah ya. Kan Rio udah Mama hukum. Kevin berhenti nangisnya ya, nanti Mama belikan mainan baru."
Bujukan Marni sangat ampuh, Kevin terlihat mulai berhenti menangis.
Anak itu terlihat sangat manja dan begitu di manja. Mungkin umur nya juga tidak jauh dengan Rio, namun masih sangat bertingkah seperti anak kecil di bawah umur lima tahun.
"Kalian, kenapa masih di sini. Bubar!" perintah Marni pada beberapa orang yang baru saja menyaksikan kejadian tadi. Mereka adalah beberapa pelayan yang bekerja di kediaman Bak Istana itu sangking besar dan megah nya.
Para pekerja berhamburan membubarkan diri. Selain para maid yang hanya bisa diam menyaksikan ketidak adilan tadi, ada dua orang yang bahkan lebih enjoy dan santai seakan tidak terusik sama sekali.
Mereka adalah dua wanita beda usia yang saat ini tetap fokus pada makanan nya, bahkan telah hampir selesai. Lebih parahnya lagi seorang pria yang saat ini menuruni tangga tanpa beban.
"Ada kejadian apa lagi pagi ini?" tanyanya tertuju pada Marni. Tidak lupa kepalanya juga menoleh pada Istri tercinta bersama sang Ibunda yang sudah terlihat memulai sarapan tanpa menunggu dirinya.
"Rio mengganggu Kevin. Aku memberi nya sedikit hukuman kecil karena Kevin sampai menangis begitu lama," adu Marni pada Suaminya itu dengan wajah penuh kesal mengingat Luna dan anak-anak nya yang seperti sampah itu.
"Oh."
Hanya itu tanggapan sang Suami tanpa ikut menenangkan Kelvin dan hanya mengelus pelan serta singkat kepala anaknya.
Namanya adalah Daru, pria itu saat ini memiliki tiga orang Istri dan satu anak, lalu menjadi empat jika di hitung dengan anak-anak Luna. Lelaki itu adalah penguasa segala bidang usaha di kota itu, semua orang begitu sangat menyanjung dan memuji kekuasaan nya.
Daru langsung berjalan mendekati meja makan dan duduk di samping Istri nya yang langsung tersenyum singkat, saat melihat kemunculan Daru yang juga duduk di sampingnya.
Marni hanya bisa ikut menyusul dengan wajah kesal dan tidak enak di pandang. Ani juga sudah tidak asing lagi dengan ketidak adilan yang putrinya dapatkan.
Karena wanita baya itu sering menginap di kediaman mewah nan megah itu. Ia juga tidak bisa berbuat banyak, dirinya hanya berusaha memberikan dukungan pada Marni agar bisa mengambil perhatian Daru dari istri pertama nya.
Tidak ada yang bertanya kenapa Luna dan anak-anak nya tidak ada di kursi-kursi yang mengelilingi meja besar itu. Mereka semua hanya makan dalam hening sampai selesai.
Keluarga yang gosipnya sangat harmonis itu menerapkan peraturan tidak bisa bersuara saat sedang berada di depan makanan. Mereka harus tetap tenang menghabiskan menu mereka dalam diam.
"Bu, Nisa dan Daru berangkat ya."
Wanita cantik nan elegan menyalami Ibu mertua nya. Namanya adalah Nisa, perempuan berhijab itu nampak tidak memiliki kekurangan apapun. Hanya saja, yang tidak bisa dirinya lakukan adalah memberikan pewaris.
"Iya. Istirahat lah jika merasa lelah."
Selalu seperti itu ucapan Kartika. Ibu dari Daru dan juga Ibu mertua Nisa, Marni, dan juga Luna.
Nisa hanya membalas ucapan yang dirinya tahu bernada sindiran itu dengan senyuman. Ia tahu wanita yang tidak lagi muda itu tidak suka akan adanya Nisa, apalagi masih tetap kekeuh ingin menjadi Istri Daru setelah sang Suami memilih untuk menikah lagi.
Lebih tepatnya mereka lah yang menuntut Daru, dengan alasan keturunan yang tidak bisa dirinya berikan.
"Sayang, ayo kita berangkat," ujar Daru sambil menggandeng tangan sang Istri.
Pasangan itu akan pergi berangkat bekerja, mereka adalah pasutri yang sangat harmonis walau sang suami memiliki Istri yang lain.
Marni mengepalkan tangannya dengan sangat erat dan penuh emosi karena setiap pagi harus menyaksikan pemandangan ini. Dirinya bahkan seperti tidak di anggap walau sudah memberikan keturunan pada pria itu.
Daru tetap saja lebih perhatian pada istri pertamanya ketimbang Marni dan anak mereka, Kevin.
____________________
Jangan lupa kembali siang nanti untuk membaca kelanjutannya. Langsung ikuti cerita ini agar tidak ketinggalan jam Update 🤗
Jika cerita di atas menarik minat kalian, semoga berkenan meninggalkan jejak berupa Like👍 kalian. Terimakasih 🙏
Beberapa bulan lalu
Brak!
Seorang Ibu bersama kedua anaknya di buat kaget karena pintu rumah mereka tiba-tiba di buka kasar.
Masuklah seorang pria matang nan gagah berdiri di ikuti para pengawal nya yang berjejer rapi di belakang.
"Ibu Luna. Rumah ini di sita dan di ambil alih untuk membayar sedikit kerugian yang telah suami anda lakukan."
Kenzo, pria yang berdiri di samping Tuanya, mengeluarkan kata-kata yang sangat membuat Luna, Ibu dari tiga orang anak itu nampak syok dan kaget. Ia segera meninggalkan anak-anak dan mendekati orang-orang tersebut.
"Tuan, apa kalian tahu di mana suami saya berada? Dia belum pulang, dan juga apa yang tadi anda maksud mengenai kerugian yang suami saya perbuat?"
Nampak Kenzo melirik sang Tuan yang saat ini menatap nyalang pada Luna. Luna sendiri sedikit takut saat orang asing itu melihat dirinya seakan ingin menelan Luna hidup-hidup.
Apakah Ia salah dalam berkata? Karena Luna memang beberapa hari ini tidak bisa menghubungi sang Suami. Tidak biasanya juga suaminya itu tidak pulang.
Luna sangat cemas memikirkan suami nya, biasanya Ia akan memberitahu Luna jika ada pekerjaan di luar yang tidak bisa membuat dirinya pulang.
"Hendra sudah mati bunuh diri."
Luna terkejut sampai tidak merespon apa-apa saat mendengar perkataan Tersebut.
Apa maksud suami nya mati bunuh diri, bagaimana itu mungkin?
"Apa maksud anda berkata seperti itu, Tuan?"
Luna memegang tangan Daru meminta penjelasan yang lebih detail. Tidak mungkin Hendra bunuh diri, tidak mungkin!
"Cih, sudah jelas dia itu berkhianat dan menghindari tanggung jawab atas perbuatannya!" kata Daru sambil menghempaskan tangan Luna yang menurut nya kotor.
"Kalian harus bertanggung jawab menggantikan nya. Ken, urus mereka."
Daru segera berlalu Dari sana setelah memberi perintah pada Kenzo. Sedangkan Luna masih diam terpaku tidak percaya.
"Tidak mungkin...," lirihnya lemah, tidak terasa air mata wanita itu menetes. Ia tidak mau percaya kalau suami nya sudah mati. Luna menggeleng pelan.
Wanita itu teringat pada anaknya dan segera mendekati mereka serta memeluk ke dua anaknya itu. Kebetulan anak sulungnya juga telah pulang dari sekolah, Luna sampai lupa menjemput anak itu.
Untung nya sekolah tidak jauh dari kediaman mereka, sehingga Luna hanya bisa bersyukur saat ia tiba dengan selamat.
"Ibu...?"
Dengan wajah bingung, Rio mendekati Luna bersama dengan mata polos nya melihat orang-orang dewasa yang berada di dalam rumah mereka.
"Tuan, tolong beri saya penjelasan akan semua ini."
Kenzo sebenarnya merasa Iba pada mereka, hanya saja dia tidak bisa berbuat apa-apa dan juga perbuatan Hendra sudah sangat kelewatan.
"Mari ikut saya, Ibu Luna. Kita akan bahas kesempatan yang Tuan Daru minta," ujar Kenzo dengan suara formalnya.
"Tapi....."
Luna ragu sejenak jika harus pergi dan meninggalkan anak-anak nya di tengah kondisi seperti ini.
"Anda tidak perlu cemas, mereka akan di jaga oleh para pengawal sehingga tidak akan kemana-mana," kata Kenzo lagi yang sepertinya mengerti mengapa Luna enggan untuk ikut dengan nya.
Akhirnya Luna pun memberikan perkataan pada anak-anaknya agar tidak kemana-mana, ia juga mengatakan akan kembali dengan cepat. Luna tidak bisa mempercayai orang-orang itu begitu saja dan berusaha menyerahkan anak-anak nya yang lebih kecil kepada putra sulungnya, Rio.
______________________
"Tapi, saya punya permintaan. Bisakah ini di jadikan hal di luar kesempatan yang kejam ini? Putri ku masih kecil, jika saya tidak menghasilkan uang, bagaimana saya bisa merawatnya yang selalu sakit-sakitan," kata Luna dengan lirih.
Dia tidak punya pilihan lagi selain menerima, bahkan jika menjual seluruh organ nya juga tidak akan sanggup melunasi kerugian yang suaminya lakukan.
Tetapi Putri nya juga memerlukan perawatan jika semua penghasilan mereka ambil tanpa terkecuali.
Ia bahkan tidak di beri kesempatan untuk mengetahui di mana keberadaan Hendra, Suaminya. Jika memang sudah betul meninggal seperti apa orang yang bernama Kenzo ini katakan..., setidaknya Luna ingin melihat jasad atau kuburan nya pun tidak mengapa.
Namun dia tidak bisa, bahkan dia malah di ancam dengan anak-anaknya jika tidak segera setuju.
"Baik, keluhan ini akan saya sampaikan pada Tuan Daru. Anda hanya perlu menyiapkan diri untuk segera menikah secepatnya," lanjut Kenzo tanpa ampun.
"Tapi Tuan, jika secepat itu.... Bagaimana bisa. Saya bahkan belum resmi bercerai dengan suami ku. Tidak mungkin harus langsung menikah_"
"Jika pasangan mati, menurut ku tidak perlu ada perceraian lagi. Harap kerjasama nya Ibu Luna, jangan menyulitkan diri sendiri dengan masih berdalih ini itu."
Luna belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Kenzo sudah memotong lebih dulu yang membuat Luna hanya bisa bungkam.
Luna juga tidak bisa memilih untuk mengakhiri hidupnya, bagaimana dengan anak-anaknya jika mereka harus ikut kehilangan Ibu? Bahkan Luna yang kehilangan orang Tua di masa remaja saja sangat tahu bagaimana rasanya, apalagi anak-anaknya yang masih sangat kecil-kecil itu.
"Tuan, apakah saya tidak bisa di perlihatkan makam suami saya?" tanya Luna sekali lagi.
Ia tidak mau melakukan hal nekat ini jika suami nya ternyata masih hidup. Luna juga tidak percaya dengan apa yang Kenzo katakan mengenai semua keburukan yang sudah Herman lakukan.
"Ibu Luna, anda seperti nya masih ragu dengan semua kejahatan yang telah Hendra lakukan. Bahkan, jika di bawa ke hukum pun, anda tidak akan mendapatkan apa-apa. Kami memiliki semua bukti penipuan serta perencanaan pembunuhan pada Tuan Besar."
"Anda tinggal pilih, setuju atau ganti semua kerugian detik ini juga, serta kembalikan kondisi Tuan Besar seperti sedia kala."
Luna mematung setelah mendengar kalimat terakhir. Kedua pilihan itu sungguh sangat berat, Ia tidak mungkin memilih salah satunya, akan tetapi Luna juga tidak punya pilihan lain.
"Sebenarnya kalian harus bersyukur karena Tuan Daru masih memberikan kesempatan untuk hidup. Jika Tuan mau, bahkan Tuan Daru tidak akan segan untuk memusnahkan kalian semua."
_____________________
"Cih, wanita itu masih berani meminta sesuatu setelah apa yang Hendra lakukan?"
Daru tidak percaya setelah mendengar perkataan Kenzo.
Saat ini pria itu dengan gagah duduk di kursi kebesaran nya. Mata runcing nya menatap tajam pria yang selalu setia di sampingnya itu.
"Tidak peduli apa yang dia katakan, tidak ada penolakan ataupun harus memenuhi permintaan nya. Aku harus membuat mereka menderita untuk melunasi perbuatan Suami dan Ayah mereka. Anak-anak itu juga harus berada dalam kendali ku," katanya dengan dingin memerintah. Kenzo mengangguk untuk menjalankan perkataan sang Tuan. Akhirnya Ia keluar dari ruangan itu untuk mempersiapkan semuanya.
_____________________
Jangan lupa kembali malam nanti untuk membaca kelanjutannya. Langsung ikuti cerita ini agar tidak ketinggalan jam Update 🤗
Jika cerita di atas menarik minat kalian, semoga berkenan meninggalkan jejak berupa Like👍
Jika berkenan Author juga meminta agar teman-teman semua mau meng share cerita ini pada yang lain agar semakin banyak yang membaca dan membuat cerita ini berkembang dengan baik.
Maaf bila merepotkan dan Terimakasih atas bantuannya 🙏
"Nak, apakah cubitan nya sangat sakit?" tanya Luna sambil memeriksa kedua kaki dan kedua tangan Rio.
Beberapa bekas cubitan yang memerah dan membiru ada di kulit putranya tersebut, bahkan ada yang mengeluarkan cairan merah dan pasti itu amatlah sangat sakit di rasa.
"Sakit, Bu. Pedis sekali," ujar Rio tidak bisa menyembunyikan rasa sakitnya.
"Tunggu ya, Ibu ambilkan obat."
Sambil mengusap air matanya, Luna beranjak dari pembaringan itu untuk mengambil minyak tawon agar bisa sedikit menyembuhkan sakit sang anak. Setidaknya tidak membuat kulit kecil itu membengkak.
Ingin rasanya Luna memberikan perawatan terbaik agar Rio tidak merasakan sakit lagi. Tetapi dia tidak punya cukup uang untuk membawa anaknya itu berobat ke rumah sakit.
"Akh! Pedis, Bu."
Air mata Luna kembali tumpah saat jeritan Rio kembali terdengar. Siapa yang harus di salahkan karena semua ini? Luna bahkan tidak tahu.
"Rio. Maafkan Ibu, Nak. Tidak seharusnya kita ada di sini," ujar Luna tidak bisa menutupi rasa bersalah nya.
"Bu. Rio tau, Bapak jahat itu bilang semua ini karena membalas perbuatan Ayah kan?"
Luna tidak bisa mengiyakan ucapan Rio, karena dia tidak pernah percaya suami nya yang sangat baik dan penuh perhatian, serta sangat menyayangi Ia dan anak-anak berbuat seperti yang Daru ucapkan beberapa bulan lalu.
"Bu, kapan kita akan keluar dari sini?" tanya Rio lagi.
Luna hanya menggeleng sambil terus bercucuran air mata. Ia juga tidak tahu kapan mereka akan keluar dari neraka ini. Luna bahkan sudah di paksa menikah dengan Daru agar wanita itu tidak bisa kabur nantinya.
Walau Luna sudah berjanji akan mengganti semua kerugian yang di sebabkan oleh suami nya, Hendra.
Tapi Daru tidak bisa menerima ucapan itu, apalagi bukan cuma kerugian yang sudah Hendra lakukan pada perusahaan Daru. Tetapi juga hampir saja membunuh Ayah Daru, Damar.
Saat ini orang tua tersebut sedang menjalani perawatan di luar negeri, karena luka yang ia derita sangat parah karena perbuatan Hendra. Oleh sebab itu, Daru sangat dendam pada penghianat itu lalu akan melampiaskan nya pada Istri dan anak-anaknya.
Mengapa demikian? Karena Hendra bahkan tidak bisa mempertanggung jawabkan kejahatan yang dia lakukan, pria tidak tahu diri itu malah dengan sengaja bunuh diri demi terhindar dari masalah. Ia pikir dengan bunuh diri bisa semudah itu, tapi Ia lupa jika memiliki Istri dan anak.
Kerugian yang Hendra lakukan sangat lah besar. Hampir saja perusahaan Daru goyah karena ulahnya. Karena pria itu adalah orang kepercayaan keluarga ini namun berani berkhianat!
Sebelum nya Luna tidak kekurangan uang dan tercukupi semua kebutuhan nya bersama anak-anak. Tapi semua berubah saat kabar buruk itu sampai pada telinga nya.
Berulang kali Luna mencoba untuk percaya bukti-bukti yang Daru perlihatkan, tapi mengingat semua sikap suaminya membuat Luna hanya bisa terdiam dalam sedih. Logikanya selalu mengingat kan bahwa pasti semua ini ada kesalahpahaman.
Ya, seperti itu! Tetapi Luna hanya lah gadis yang berasal dari desa dan hanyalah tamatan SMP. Ia tidak punya kemampuan ataupun kuasa untuk bersuara mencari pembenaran.
"Kakak, kaki dan tangan mu kenapa?" tanya gadis kecil yang selalu terlihat pucat itu.
Luna meraihnya bersama anak bungsu dan memeluk mereka bersamaan.
"Kaki kakak di cubit sama Ibu jahat," jawab Rio dengan wajah sendu. Terlihat anak itu sangat sedih walau tiada lagi air matanya yang keluar.
"Kenapa Kakak di cubit, apa karena Putri lagi?"
Rio menggeleng dengan penuturan sang adik. Ia bahkan tidak tahu mengapa mendapatkan hukuman ini. Hanya karena pagi tadi Rio lewat saat Kevin tengah bermain.
Entah kenapa anak itu tiba-tiba menangis dan orang lain yang melihatnya mengira Rio lah penyebab anak cengeng itu menjerit tanpa sebab.
"Rio juga tidak tahu, Bu. Sungguh! Kevin menangis begitu saja dan Rio di salahkan," jelas Rio sekaligus memberitahu Luna bahwa dirinya tidak ada membuat Kevin menangis.
Luna hanya mengangguk dengan sedih, ia sangat mempercayai anak-anak nya. Luna tidak pernah mengajarkan mereka untuk berbohong. Ibu dengan tiga anak itu merentangkan tangan meminta Rio untuk ikut bergabung ke dalam dekapan nya.
Anak malang itu dengan susah payah menggeser duduknya dan memasuki pelukan sang Ibu.
"Ibu tahu, Nak. Ibu tahu, maaf kan Ibu karena tidak bisa membela kalian."
Luna bergantian mencium wajah ke tiga anaknya, hatinya selalu sakit dan perih setiap hari mengingat nasib yang harus anak-anak tanpa dosa dan salah itu dapatkan.
Hanya karena ulah orang tua, mereka harus mendapatkan semua ini.
"Sudah pelukannya, kalian pasti lapar kan? Tunggu ya, Ibu mau ke dapur dan ambil makanan untuk kita sarapan."
Anak-anak baik itu dengan tertib menjauh dari pangkuan Luna, saat ini pasti orang-orang rumah sudah selesai makan. Maka dari itu mereka sudah bisa untuk mengisi perut yang sudah keroncongan dari tadi.
"Rio, Adek nya di jaga ya. Ibu mau ke dapur," kata Luna berpesan pada anak sulungnya.
Wanita itu memandang wajah sang putri dan ke tiga anaknya juga menatap dirinya.
Salah satu alasan Luna harus bertahan di sana adalah demi anak gadisnya itu, Luna tidak bisa menolak saat Daru bersedia membiayai perawatan Putri, anak kedua Luna.
Gadis kecil itu sudah tidak memiliki wajah bercahaya sejak lama, hanya obat-obatan yang membuat nyawanya bertahan sampai saat ini. Luna tahu Putri sudah sangat kuat bertahan sejauh ini. Maka dari itu Luna tidak bisa menyerah akan perjuangan sang putri.
Akhirnya wanita itu berjalan ke dapur untuk mengambil makanan untuk anak-anak nya, serta dirinya sendiri.
__________________
"Ekhem! Ada yang mau makan nih...," sindir salah seorang Maid yang saat ini sedang sibuk bebersih mencuci piring kotor.
Para Maid lain hanya melihat saja tanpa menyindir seperti Maid yang bernama Desi itu. Salah seorang Maid yang lebih berumur mendekati Nyonya baru tersebut.
"Nya, biar saya bantu," ujarnya dengan ramah.
"Terimakasih, Bi Murti," kata Luna terharu karena masih ada yang peduli padanya dalam kandang neraka itu.
"Murti, jangan sebanyak itu untuk memberi makan mereka. Kau pikir cuma mereka saja yang mau makan? Atau jatah makan mu juga ingin di berikan pada mereka!" omel Ayu saat melihat Murti menyendok banyak makanan untuk Luna.
Ia adalah kepala Maid yang menjadi kepercayaan dalam dapur besar itu.
"Tapi ketua. Nyonya Luna dan anak-anak nya tidak akan kenyang jika hanya di kasih sedikit."
Dengan pelan Murti mencoba untuk bernegosiasi pada Ayu, agar tidak keterlaluan sampai porsi makan pun harus di kurangi.
"Kau berani menjawab perkataan ku? Ingin mati kelaparan kau Murti....," lotot Ayu pada bawahnya itu. Ia tidak takut sama sekali jika Nyonya baru mereka itu kekurangan makan.
"Bi Murti. Sudah, tidak apa-apa. Sebaiknya tidak usah banyak-banyak. Sisakan juga untuk yang lain," ujar Luna kemudian.
Ia jadi merasa bersalah karena Murti harus ikut-ikutan kena marah karena dirinya.
"Maaf, Nya," sesal Murti karena tidak bisa memberi makanan yang lebih pada wanita dengan tiga anak itu.
"Tidak apa-apa, Bi. Ini sudah lebih dari cukup," kata Luna sambil tersenyum.
Akhirnya Luna harus membawa makanan yang cuma cukup untuk porsi satu orang dewasa dan satu anak. Namun Luna tetap membawa makanan itu dengan wajah bahagia, biarlah dia tidak makan pagi ini, asal ketiga anaknya bisa kenyang.
"Hore, Ibu datang bawa makan. Adek mau makan, Adek mau makan."
Luna tersenyum senang saat anak bungsu nya bersorak senang melihat Ibu mereka datang dengan menenteng makanan.
Namanya adalah Bayu, anak ke tiga Luna. Ia adalah yang paling kecil dan mungkin belum terlalu mengerti tentang banyaknya masalah yang saat ini orang-orang di sekitarnya hadapi.
.
.
.
Jangan lupa kembali besok pagi untuk membaca kelanjutannya. Langsung ikuti cerita ini agar tidak ketinggalan jam Update 🤗
Jika cerita di atas menarik minat kalian, semoga berkenan meninggalkan jejak berupa Like👍
Jika berkenan Author juga meminta agar teman-teman bersedia membagikan cerita ini pada yang lain agar semakin banyak yang membaca dan membuat cerita ini berkembang dengan baik.
Maaf bila merepotkan dan Terimakasih atas bantuannya 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!