"Rea tunggu." Altan kembali menarik tangan Rea hingga gadis itu tak jadi beranjak dari tempatnya.
"Maaf, ya. Aku benar-benar banyak kerjaan akhir-akhir ini. Seharusnya aku yang menemani kamu, seharusnya aku yang ada di sana, melihatmu memakai baju pengantin itu."
Rea terdiam. entah apa yang terjadi pada gadis itu, seketika amarahnya luruh saat Altan menatapnya dengan mata sendu dan wajah sedih.
Rea sungguh tak tega. Altan tampak sangat menyesal. Pria itu terlihat begitu tulus, seolah-olah dia benar-benar merasa bersalah karna membuat Rea menunggunya, dan hal itu membuat hati Rea mendadak luluh.
Semua amarah yang memenuhi dada dan membuatnya hampir sesak napas, tiba-tiba saja lenyap begitu saja.
"Aku minta maaf. Lain kali, aku nggak akan membiarkan kamu pergi-pergi sendiri. Aku janji akan selalu ada buat kamu."
Rea mengerjap pelan, mencerna kata-kata manis calon suaminya yang bagai candu. Altan selalu begitu, laki-laki itu pandai sekali merayu. Kesalahan apapun yang Altan perbuat, seolah sirna oleh kalimat-kalimat manis yang membuat hati Rea berbunga-bunga.
"Jujur, aku nggak suka kamu berduaan sama Jayden," lirih Altan. Pria itu mendekat, kedua tangannya menangkup wajah cantik Rea yang berubah kemerahan.
"Kenapa? dia baik. kamu tahu kan? Jayden itu temanku sejak kecil. Kita nggak ada hubungan apa-apa. Kamu percaya kan sama aku?" Katanya sedikit gamang, bayangan Jayden yang menciumnya sore itu kembali melintas dalam benaknya.
Buru-buru Rea menggelengkan kepala. Ini tidak benar, dia hanya terbawa suasana. Tidak seharusnya mereka berciuman saat Rea sudah memutuskan untuk menikah dengan Altan.
Altan mengangguk pelan.
"Ya, of course. Aku percaya sama kamu. Tapi, aku nggak percaya sama dia."
"Hm? Kenapa?"
"Eum ... i don't know. Cara dia menatap kamu beda, sayang. Aku nggak suka."
Rea terdiam. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dengan sedikit gugup, karna jaraknya begitu dekat dengan Altan. Jangan sampai Altan tahu, kalau calon istrinya bercumbu dengan pria lain.
"Setelah kita menikah, aku mau kamu menjauh dari dia."
"Harus banget, ya?"
"Kenapa? Kamu nggak mau?" Altan menelusuri wajah Rea dengan ujung jarinya, membuat detak jantung Rea berubah cepat dan tak beraturan.
Belum juga Rea sempat menjawab, pria itu sudah melayangkan ciuman singkat namun dalam di bibir Rea, membuat gadis itu menahan napas sejenak.
"Aku nggak mau kamu dekat dengan pria lain selain aku, karna kamu adalah milikku," lirih Altan, menatap Rea sejenak, sebelum detik berikutnya ia kembali menyatukan bibir mereka dalam ciuman lembut dan membuai. Ciuman yang mengingatkan Rea pada manis bibir Jayden sore itu. Sungguh, dia tak akan pernah bisa melupakannya.
÷÷÷÷÷
"Mau pakai vla vanila atau strawberry?" Brigita menatap Jayden dengan mata berbinar. Sementara yang di tatap malah terdiam, tenggelam dalam lamunan.
"Mas Jayden?"
"Hm? Apa? Sorry, aku lagi ...."
"Capek banget, ya? Maaf, kalau kedatanganku ke sini malah ganggu istirahat mas Jayden." Brigita meletakkan mangkuk puding yang baru saja ia sodorkan pada Jayden.
"Nggak, bukan itu. Aku cuma gerah saja, mau mandi dulu," ucap Jayden beralasan. Padahal, dia sama sekali tak ingin menerima tamu. Suasana hatinya sedang buruk.
Apalagi alasannya kalau bukan kejadian di balkon sore itu.
Belum lagi saat ia mengantar Rea ke butik untuk fitting baju minggu kemarin. Entah mengapa perasaannya mendadak muram, saat mengingat bayangan Rea yang tampak begitu cantik mengenakan baju pengantin yang ia pilih bersama Altan.
Membayangkan Rea memakai gaun itu di hari pernikahannya, membuat Jayden seperti kehilangan gairah hidup. Rasanya hampa dan kosong. Seolah separuh jiwanya di renggut oleh orang lain secara paksa.
"Aku pamit pulang saja ya, mas. Ini pudingnya aku taruh di kulkas." Brigita meraih tote bag miliknya di atas sofa ruang tengah, di apartemen Jayden dan bersiap pergi.
Gadis itu sengaja mampir untuk mengantar puding buatannya sendiri. Kata Amaya, ibunya Jayden, pria itu suka dengan puding yang di siram vla di atasnya.
"Duduklah dulu," ucap Jayden tak enak hati, ia menarik pelan lengan Brigita untuk kembali duduk di sofa.
"Kamu sudah makan malam?"
"Hm." Brigita mendongak, sedikit terkejut dengan pertanyaan Jayden padanya.
"Kebetulan, aku belum makan. Kayaknya, makan sendirian tuh nggak enak, ya."
Brigita seketika tersenyum, mendengar ucapan Jayden yang terlihat berusaha bersikap ramah padanya.
"Aku suka sea food," ucap Brigita tanpa ragu. Dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas seperti ini. Siapa tahu, setelah ini hubungan mereka semakin dekat.
"Sea food? Wah kita punya selera yang sama. Eum ... bagaimana kalau kita pesan udang saus asam manis?"
"Saus Padang lebih enak kayaknya, mas."
"Hm! Oke. Ide bagus!" Jayden tersenyum lalu meraih ponselnya di atas meja.
"Minumnya apa? Kamu suka soda, nggak?"
"Eum ... nggak begitu suka, sih," jawab Brigita, sedikit terkejut karna Jayden tiba-tiba duduk di sampingnya.
Pria itu sibuk menggulir layar ponsel untuk mencari aplikasi pesan antar. Sementara Brigita sibuk menatap wajah tampan Jayden dengan kedipan lambat. Jarang-jarang dia bisa melihat wajah Jayden dalam jarak sedekat ini, meskipun hal itu membuat Brigita sedikit gugup. Apalagi saat Jayden tiba-tiba menoleh dan menatapnya. Serasa jantung Brigita terlewat satu detakan.
"Jadi, kamu nggak suka soda? Hm, padahal dia suka banget, tapi nggak bisa sering-sering minum karna harus menjaga berat badannya. Kasian," keluh Jayden, seperti bicara pada dirinya sendiri.
"Dia? Dia siapa, Mas?"
Clareance, Siapa lagi. Sebut Jayden dalam hati.
"Eh? Ah, nggak. Bukan siapa-siapa," jawab Jayden dengan senyuman manis, yang membuat Brigita mendadak kesulitan bernapas.
"Jadi, kamu sukanya apa? Jus mau, nggak?"
"Hm, boleh," angguk Brigita, membalas senyuman Jayden dengan wajah memerah.
Belum sempat Jayden beranjak untuk mengambil jus di lemari pendingin, ponsel yang baru saja ia letakkan di atas meja berdering. Sebuah panggilan masuk dari Clareance.
Dengan gerakan cepat, pria tampan itu meraih ponsel miliknya dan menerima panggilan dari Clareance.
"Halo, Rea?" Jawabnya cepat.
"Jayden, kamu bisa ke sini sekarang, nggak? Aku mau bicara sama kamu. Penting."
"Kamu di mana?"
Clareance menyebutkan sebuah kedai kopi yang sering mereka kunjungi, setelah itu panggilannya di tutup.
Brigita reflek menghela napas berat. Saat Jayden menoleh ke arahnya dengan raut wajah tak enak, gadis itu seperti sudah bisa menebak, apa yang akan Jayden katakan padanya.
÷÷÷÷÷
Malam itu, Jayden datang lebih cepat dari dugaan Rea. Pria tampan itu bahkan bercukur dan mengoles rambutnya dengan gel seperti seseorang yang hendak pergi menemui kekasihnya.
Padahal, biasanya Jayden hanya akan memakai t-shirt polos dengan celana katun selutut, dan membiarkan rambut semi ikalnya turun hampir menutupi kening, kalau Rea memintanya bertemu malam-malam begini.
Saat menyadari ekspresi Rea yang melihatnya dengan tatapan aneh, saat itu juga Jayden merasa menyesal karna sudah tampil terlalu rapi malam itu.
"Abis ketemuan sama cewek, ya?" Selidik Rea usai meneliti penampilan Jayden, yang kini sudah di hadapannya. Padahal, Jayden ingin terlihat rapi untuk menemuinya.
"Ada apa? Masih galau soal pernikahan?" Jayden berusaha mengalihkan pembicaraan, mengabaikan pertanyaan Rea padanya.
"Serius banget, sih," senyum Rea terkulum, bayangan Jayden yang menciumnya sore itu membuat jantungnya kembali berdebar hangat. Sampai-sampai ia harus berpaling dari tatapan Jayden, demi menyembunyikan rona merah di pipinya.
"Aku sudah baikan sama Altan."
Napas Jayden terhela samar, seiring punggungnya yang menyandar dengan malas saat mendengar ucapan Rea tentang Altan.
Jadi, perempuan itu memanggilnya malam-malam begini hanya untuk pamer tentang hubungannya dengan Altan yang sudah membaik? Lalu, ciuman mereka sore itu sama sekali tidak ada artinya?
"Apakah Rea benar-benar tidak merasakan apa pun?" Gerutu Jayden dalam hati.
"Terus?" Pria itu melipat kedua tangannya di depan dada, berusaha tidak terlihat kesal meskipun dia sudah ingin beranjak dari tempat duduknya.
Entah apa yang sudah di lakukan Altan pada perempuan itu, sampai-sampai Rea terlihat begitu bahagia. Tapi, kenapa Jayden justru kesal melihat kebahagiaan itu? Mungkinkah Jayden kesal karna bukan dia lelaki yang bisa membuat Rea tersenyum selebar itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments