Jawaban Falas malah menimbulkan kesan aneh, dan menimbulkan tanya dalam kepala Nurvati, sampai ia menoleh ke kanan mengisyaratkan keheranannya, dan berujar, “Bukankah Dewi Awan itu hanyalah mitos?”
Kalimat menyindir itu membuat iris biru Falas bergerak ke sudut kanan matanya, lantas berkata, “Aku pun menganggap itu mitos ... dan lagipula, cerita itu sudah menjadi legenda di ras Peri, hanya saja ....”
Ucapannya dijeda, kemudian netra Falas mengarah pada bunga teratai warna pingai.
“... kau tahu 'kan, kalau dalam legenda itu, sang Peri yang mencintai Dewi Awan membuatkan tempat pertemuan di antara mereka, kisah cinta yang menjadi mitos, tetapi juga menjadi legenda ....”
“Tapi ... dalam cerita itu, tempat pertemuan mereka di naungi awan, kolamnya juga kering, karena memang bukan kolam air,” heran Nurvati.
Falas tersenyum geli mendengar ucapan Nurvati yang baginya terkesan polos.
“Itu hanyalah majas, atau kiasan semata, dinding gaib di atas kolam adalah yang dimaksud awannya, dan kolam ini memang mulanya kering, tetapi air mata dari sang Peri yang mencintai sang Dewi telah memenuhi kolam ...,” jelas Falas.
“... air ini adalah air mata kepasrahan sang Peri yang melepaskan cintanya dari sang Dewi, karena bagaimana pun, cintanya hanyalah omong kosong belaka,” imbuhnya dengan mengulur tangan kanannya menunjuki topik yang dimaksud.
Nurvati memandang kolam dalam tanya, dan raut mukanya serius, setelah tiga detik terlarut dalam keheranan, dia berkata, “Tapi, aku kurang percaya, apalagi, kau juga hanya mengandalkan firasatmu.”
Pernyataan menyindir itu hanya direspons dengan senyuman santai oleh Falas, dan sekonyong-konyongnya ia melompat menuju batu hijau di tengah kolam, seraya mendepang tangan, Falas berujar, “Sekarang tempat rahasia ini menjadi tempat kita bersama!”
Ucapan penuh percaya diri itu justru tak membuat Nurvati girang, hanya menimbulkan keterkejutan bagi Nurvati.
“He, tidak bisa begitu, bisa saja tempat ini milik seseorang, apalagi ini tempat umum!” kritik Nurvati dengan berkacak pinggang.
“Hehehehe ....” Konyolnya malah Falas terkekeh merasa ucapan Nurvati adalah lelucon.
“Tidak Nurvati, tidak ....”
“... ini tempat milik kita, karena aku belum pernah melihat seseorang mengklaim tempat ini sebelumnya,” lanjut Falas dengan yakin nan mantap.
Tapi raut muka Nurvati menyiratkan kejengkelan.
“Tidak! Kita boleh saja tinggal di sini, tapi ... bukan untuk memiliki, aku takut nantinya malah menjadi masalah,” kukuh Nurvati menolak tuntutan Falas.
Falas termenung memandang ke atas pada langit berawan. Dan karena tak mau berdebat dengan Nurvati, ia menyudahi pembicaraan dalam satu anggukkan setuju. Meski Nurvati hanya diam dalam raut datar, kesenangan mereka berlanjut. Waktu dimanfaatkan untuk melihat-lihat lingkungan sekitar, memberi kesempatan pada netra Nurvati agar menemukan hal menarik apa saja yang masih tersembunyi di tempat ini. Sementara Nurvati berkeliling, Falas hanya duduk bersila di atas batu, di tengah kolam, kepalanya menengadah pada langit, dia menatap langit penuh kagum, ya, dia tampak kagum pada langit. Netra birunya membulat saat langit dicermatinya nampak terasa jauh berbeda, entah apa yang terjadi, namun langit saat ini memberi perasaan damai dalam sukmanya.
Ketika itu pula, perang masih berkecamuk, 50 tahun yang lalu, ras Peri kembali melanjutkan perang, memasuki kembali alam Maan, keyakinan penuh untuk menguasai ras Maan membuat perang di alam tersebut masih berlangsung hingga kini. Ras Maan, adalah jin yang tercipta dari air, pada mulanya malaikat menciptakan mereka agar menguasai seluruh air lengkap dengan sumber airnya, dan oleh itu pula, nama-nama ke-Tuhan-an seharusnya diagungkan, tetapi kebanyakan jin Maan malah menyalahgunakan kekuasaan atas air. Oleh sebab itu, ras Peri maju, berjuang kembali menegakkan kebenaran.
Untuk masalah yang hampir dilupakan, tentang penyerangan mendadak ras Peri terhadap ras Barqo, atau pun sebaliknya, telah menemui titik terangnya. Menurut mata-mata ras Peri, umat Siluman ikut bermain dalam perang, merekalah yang telah memfitnah kedua ras jin, tentunya mereka berusaha menggiring ras jin pada alam Siluman, berusaha menjadikan jin sebagai budak mereka. Namun konyolnya, pemimpin ras Peri tak melakukan tindakan apapun, dia apatis dan menganggap siluman bukanlah makhluk tandingannya, sehingga perang tetap berlanjut. Lebih dari itu, kebenaran tersebut, telah diketahui oleh ras Barqo, yang pada dasarnya, ras Barqo sama saja dengan ras Peri, apatis, sekaligus memandang rendah bangsa Siluman, jadi tak ada tindakan berarti dalam menangani siluman.
Perang hebat dan penuh kekuatan berlangsung sengit di alam Maan, syukur bagi ras Maan, masyarakat sipil tak ada yang dilukai, perang itu hanya menghadapi sesama pasukan militer. Kendati demikian, ketakutan serta harapan perdamaian tetap saja bersinergi dalam hati.
Nurvati tengah duduk di bibir kolam dengan kedua kaki terendam dalam air kolam, menikmati kesegaran air, dan menatap Falas yang masih duduk di atas batu tengah kolam, duduk menghadap Nurvati. Falas masih menatap langit yang berawan, bermenit-menit kepalanya menengadah pada langit, ia laksana patung, terdiam terlihat menyimpan misteri.
Dan Nurvati yang masih menyimpan kecurigaan pada Falas, tentang Falas yang ditengarai memiliki tujuan khusus bersama Putri Kerisia, terasa mulai menggugah jiwa Nurvati untuk mengetahui isi hati Falas, apalagi suasana yang damai terasa membantu pikiran untuk fokus.
“Falas,” panggil Nurvati.
Panggilannya berhasil membuat Falas mengalihkan pandangannya dari langit pada wajah Nurvati, lebih-lebih, roman Falas langsung menghadap Nurvati.
“Apa menurutmu aku cacat?” tanya Nurvati untuk memastikan sejauh mana persepsi Falas terhadap Nurvati.
Falas tersenyum tenang mendengar pertanyaan itu, dan menjawab, “Tidak, kau biasa-biasa saja.”
Nurvati mengernyit kening, memasang raut serius, sekiranya perlu untuk marah, Nurvati pasti akan marah. Hatinya telah mendongkol; Nurvati yakin, Falas memendam maksud jahat, kemudian Nurvati bertanya lagi, “Jika di dunia ini hanya ada Putri Kerisia dan aku, siapa yang akan kau pilih sebagai temanmu?”
Falas yang tidak tahu maksud ucapan Nurvati, hanya berkata, 'eh' dengan kaget.
“Tolong jawab,” tuntut Nurvati dengan tegas.
Falas sengap dengan termenung beberapa saat, netra birunya seketika fokus pada netra hijau Nurvati, mengulas tujuan apa yang dicari dari pertanyaan tersebut. Lima detik dibutuhkannya untuk menatap netra Nurvati, yang ujungnya malah melahirkan kalimat tanya dari mulut Falas, “Apakah ini permainan?”
“Bukan, jadi tolong jawab serius.”
Tentu saja Nurvati membantahnya, ia tak mungkin juga bermain-main dengan kenyataan yang berisiko penderitaan. Kini Falas mulai bisa menafsirkan tujuan pertanyaan Nurvati, iya, Falas paham, Nurvati hanya berusaha mengetahui kelayakan Falas untuk dipercaya sebagai teman. Falas mengangguk-angguk dengan menimbang-nimbang jawaban apa yang tepat untuk didengar Nurvati.
Hingga saat iris biru Falas mulai terarah lurus ke dalam netra Nurvati, bersama desiran angin yang berembus kencang, dan kala dedaunan bambu terbang terbawa arus angin, Falas berujar, “Aku tidak akan memilih keduanya, tapi ... kalau kau memaksaku untuk memilih, aku memilihmu.”
Mendengarnya Nurvati agak tak suka, seolah Falas memang ingin menipu seperti si Kerisia, berpura-pura baik hanya demi menundukkan hati Nurvati.
“Kenapa kau memilihku? Bukankah Putri Kerisia lebih terhormat daripadaku? Sedangkan aku cacat?” selidik Nurvati dengan inferioritas dalam tatapan memindai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments