Ketegangan Di Dalam Sebuah Club

Saat Citra melangkah masuk ke dalam club, ia disambut oleh gemerlap lampu neon dan dentuman musik yang menggema di setiap sudut. Suasana malam yang riuh penuh dengan tawa dan obrolan membuatnya merasa seolah-olah dunia di luar sana tak lagi ada. Di sini, ia bisa menjadi dirinya yang tanpa beban, atau setidaknya berpura-pura seperti itu.

Teman-temannya sudah menunggu di meja VIP yang biasa mereka tempati. Beberapa dari mereka langsung berdiri untuk menyambutnya, wajah mereka memancarkan kegembiraan.

"Citra! Kamu telat, nih. Biasanya kamu yang paling on time," kata salah satu temannya, Rani, sambil tertawa ringan.

Citra hanya mengangkat bahu, memasang senyum tipis yang sering ia gunakan untuk menutupi perasaannya. "Ada urusan sedikit tadi," jawabnya singkat sambil mengambil tempat duduk.

“Paling juga habis ribut sama orang tua, ya?” goda Fira, temannya yang lain, sambil menyerahkan segelas minuman padanya.

Citra memutar mata, seolah hal itu bukanlah masalah besar. "Ah, mereka terlalu banyak bicara, seperti biasa."

Mereka semua tertawa, tak menyadari beban yang sebenarnya disimpan Citra di balik wajah datarnya. Ia meneguk minumannya, merasakan cairan alkohol itu mengalir di tenggorokannya, berusaha untuk mematikan perasaan yang masih menggelayuti pikirannya.

“Kamu tahu,” ujar Citra dengan nada sedikit sinis, “Orang-orang benar-benar berpikir bahwa mereka bisa menuntut apa saja dari orang seperti aku. Lucu, kan?”

Fira mengernyit, bingung. “Maksud kamu?”

Citra menyenderkan tubuhnya ke sandaran kursi, memainkan gelas di tangannya. “Ya, tadi aku menabrak seseorang di jalan. Orang-orang di sana langsung histeris, seperti aku baru saja menghancurkan dunia mereka.”

Semua orang di meja itu terdiam sejenak. Mereka saling bertukar pandang, tidak yakin bagaimana harus menanggapi.

“Kamu… menabrak seseorang?” tanya Rani, mencoba memastikan.

“Ya, dan mereka pikir dengan marah-marah bisa mengubah apa pun. Aku sudah bilang akan mengganti, berapa pun mereka minta. Tapi yang ada malah drama,” kata Citra dengan nada dingin, meneguk minumannya lagi seolah tidak ada yang salah dengan apa yang baru saja ia katakan.

"Astaga, Cit... itu parah banget," bisik salah satu teman pria di antara mereka.

Citra meliriknya dengan tajam, tak suka dengan nada yang ia dengar. "Parah? Yang parah itu mereka yang tidak tahu cara menghadapi kenyataan. Aku hanya menyelamatkan mereka dari masalah lebih lanjut."

Teman-temannya kembali terdiam, merasa tak nyaman dengan sikap Citra yang semakin tidak peduli. Mereka mulai menyadari bahwa Citra, yang mereka kenal sebagai teman yang selalu ceria dan penuh semangat, telah berubah menjadi seseorang yang lebih dingin dan tak berperasaan.

Suasana yang semula ceria berubah menjadi canggung. Mereka mencoba melanjutkan percakapan ringan, tetapi bayangan dari apa yang baru saja diungkapkan Citra masih menggantung di udara. Di sisi lain, Citra tidak peduli. Ia merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang benar. atau setidaknya, hal yang paling masuk akal di dunia yang menurutnya kejam ini.

.

.

Citra duduk di sofa empuk di sudut ruangan VIP, menyilangkan kakinya dengan anggun dan memainkan gelas minuman di tangannya. Ia merasa nyaman di tempat ini, di mana segala sesuatu seolah bisa terlupakan, termasuk insiden yang baru saja terjadi. Namun, keheningan yang tiba-tiba menyelimuti meja mereka membuatnya merasa sedikit terganggu.

"Ada apa? Kok pada diem?" Citra menatap teman-temannya satu per satu, memaksakan senyum tipis di wajahnya.

Rani mencoba mencairkan suasana dengan tertawa pelan, meski terdengar agak dipaksakan. "Nggak apa-apa, Cit. Mungkin kita semua cuma... kaget aja sama ceritamu tadi."

Fira, yang duduk di sebelah Citra, menggelengkan kepala sambil memandangnya dengan cemas. "Cit, kamu beneran nggak merasa apa-apa? Maksudku, kamu nabrak seseorang, dan... orang itu bisa aja..."

"Sudahlah, Fir. Jangan terlalu dipikirin," potong Citra dengan nada yang lebih tajam dari yang ia maksudkan.

"Aku sudah bilang akan tanggung jawab. Lagipula, siapa suruh dia nggak hati-hati di jalan?"

Seorang teman pria, Bimo nama nya, yang biasanya paling ceria di antara mereka kini tampak gelisah.

"Tapi, Cit... Kalau orang itu... ya kamu tahu... meninggal? Itu nggak bisa dianggap enteng, lho."

Citra menatap Bimo dengan pandangan datar, seolah-olah apa yang dikatakannya barusan adalah hal yang paling konyol yang pernah ia dengar. "Bimo, kamu terlalu banyak mikir. Ini bukan urusan besar. Kalau memang ada masalah, ya kita selesaikan dengan uang. Dunia ini bekerja seperti itu."

Semua orang di meja itu terdiam lagi. Tidak ada yang berani menatap langsung ke arah Citra. Suasana yang tadinya penuh canda tawa berubah menjadi canggung dan dingin. Mereka mulai merasa bahwa ada sesuatu yang salah dengan cara pandang Citra terhadap kehidupan.

Rani mencoba mengalihkan pembicaraan. "Mungkin kita harus pesan minuman lagi. Biar suasana lebih santai, gimana?" Ia melambaikan tangan memanggil pelayan, mencoba memecah ketegangan.

Namun, Citra tetap terdiam, matanya menatap kosong ke arah lantai dansa yang penuh dengan orang-orang yang menikmati malam mereka.

Di dalam kepalanya, bayangan insiden itu kembali muncul, namun kali ini lebih jelas—wajah ibu korban yang penuh duka, suara ayahnya yang marah, dan sorot mata orang-orang di sekitarnya yang penuh dengan tuduhan.

“Kenapa kalian semua jadi seperti ini?” Citra akhirnya berbicara, suaranya terdengar lebih lembut tapi penuh dengan ketidakpahaman.

“Apa aku salah? Bukankah kita selalu diajarkan bahwa uang bisa menyelesaikan segalanya? Kenapa sekarang tiba-tiba kalian semua jadi sok moralis?”

Fira menatapnya dengan tatapan sedih, lalu meraih tangan Citra dengan lembut. “Citra, bukan itu maksud kami. Kami cuma khawatir sama kamu. Mungkin... mungkin ada cara lain buat menyelesaikan masalah ini selain dengan uang.”

Citra menarik tangannya dengan cepat, wajahnya berubah dingin lagi. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan.”

Rani, yang biasanya paling vokal, mencoba berbicara lagi. "Citra, mungkin kamu butuh waktu untuk benar-benar memikirkan ini. Kita semua peduli denganmu dan kita cuma mau kamu nggak bikin keputusan yang nanti kamu sesali."

Citra mendengus pelan, lalu bangkit dari tempat duduknya. “Aku nggak butuh ceramah dari kalian. Aku tahu apa yang terbaik buat aku.” Ia melangkah pergi dari meja itu, meninggalkan teman-temannya yang terpaku dalam keheningan.

Citra berjalan ke bar, memesan minuman lain, mencoba menenggelamkan perasaannya dalam hiruk-pikuk yang ada dalam club. Tapi di dalam hatinya, ada sesuatu yang tidak bisa ia abaikan, sesuatu yang terus menghantui meskipun ia berusaha keras untuk menyingkirkannya.

Saat ia kembali ke meja dengan minuman baru di tangan, suasana sudah tak lagi sama. Teman-temannya mencoba melanjutkan obrolan, tapi Citra bisa merasakan jarak yang kini ada di antara mereka. Ia tahu bahwa meskipun mereka semua ada di sini, mereka sudah tidak seperti biasanya lagi.

Malam itu, Citra menyadari bahwa ia seperti sedang berjalan di tepi jurang, dan jurang itu semakin dalam seiring dengan langkah yang ia ambil. Meski demikian, ia tetap maju, karena ia yakin bahwa dengan uang dan kekuasaan, ia bisa mengatasi apapun, bahkan perasaan bersalah yang mulai menjeratnya. Namun, di balik keangkuhan dan ketidakpeduliannya, ada kegelapan yang mulai menyelimuti dan itu bukan sesuatu yang bisa dihilangkan hanya dengan uang.

Episodes
1 Part 1
2 Pelepasan Emosi Dan Keputusan
3 Malam yang fatal
4 Ketegangan Di Dalam Sebuah Club
5 Menemukan Ketenangan
6 Berujung Malapetaka
7 Sisi Gelap Pembebasan
8 MIMPI BURUK YANG MENJADI NYATA
9 SKANDAL, KELUARGA DAN KEHANCURAN
10 TITIK TERENDAH
11 Kegiatan di penjara
12 CAHAYA BARU DI DUNIA YANG TERKURUNG
13 Pilihan terberat untuk kebebasan
14 Langkah baru Citra: awal baru di kota asing
15 Langkah awal di Kota baru
16 Menyulam harapan di tempat baru
17 Hari pertama kerja
18 Bangkitnya jiwa Citra
19 Bayu
20 Kembalinya Citra ke sekolah
21 Melangkah menuju mimpi
22 Antara masalalu dan harapan baru
23 Jejak yang tak terhapus dari bayang-bayangan masalalu
24 Perlindungan di malam kelam
25 Meraih perlindungan di tengah ancaman
26 Rantai ketakutan terputus
27 Akhir dari sebuah permainan
28 Melepas masa lalu dan memulai harapan baru
29 Persidangan
30 Harapan baru melangkah maju
31 Pembelajaran sebelum ujian
32 Merayakan hari terakhir ujian
33 Piknik
34 Merasakan kebersamaan saat piknik
35 Piknik yang menyenangkan
36 Liburan sudah berakhir
37 Pembukaan Butik
38 Pameran
39 Kreasi dan harapan di butik senja
40 Pertemuan yang tak terduga
41 Menunggu kedatangan Lisa
42 Rumah sederhana tapi nyaman
43 Pembelajaran untuk Lisa
44 Kebenaran yang terungkap
45 Rasa kecewa Citra untuk Dimas
46 Penyesalan Dimas
47 Keraguan di hati Citra
48 Perasaan bersalah yang terus menghantui Dimas
49 Akhirnya bertemu
50 28
Episodes

Updated 50 Episodes

1
Part 1
2
Pelepasan Emosi Dan Keputusan
3
Malam yang fatal
4
Ketegangan Di Dalam Sebuah Club
5
Menemukan Ketenangan
6
Berujung Malapetaka
7
Sisi Gelap Pembebasan
8
MIMPI BURUK YANG MENJADI NYATA
9
SKANDAL, KELUARGA DAN KEHANCURAN
10
TITIK TERENDAH
11
Kegiatan di penjara
12
CAHAYA BARU DI DUNIA YANG TERKURUNG
13
Pilihan terberat untuk kebebasan
14
Langkah baru Citra: awal baru di kota asing
15
Langkah awal di Kota baru
16
Menyulam harapan di tempat baru
17
Hari pertama kerja
18
Bangkitnya jiwa Citra
19
Bayu
20
Kembalinya Citra ke sekolah
21
Melangkah menuju mimpi
22
Antara masalalu dan harapan baru
23
Jejak yang tak terhapus dari bayang-bayangan masalalu
24
Perlindungan di malam kelam
25
Meraih perlindungan di tengah ancaman
26
Rantai ketakutan terputus
27
Akhir dari sebuah permainan
28
Melepas masa lalu dan memulai harapan baru
29
Persidangan
30
Harapan baru melangkah maju
31
Pembelajaran sebelum ujian
32
Merayakan hari terakhir ujian
33
Piknik
34
Merasakan kebersamaan saat piknik
35
Piknik yang menyenangkan
36
Liburan sudah berakhir
37
Pembukaan Butik
38
Pameran
39
Kreasi dan harapan di butik senja
40
Pertemuan yang tak terduga
41
Menunggu kedatangan Lisa
42
Rumah sederhana tapi nyaman
43
Pembelajaran untuk Lisa
44
Kebenaran yang terungkap
45
Rasa kecewa Citra untuk Dimas
46
Penyesalan Dimas
47
Keraguan di hati Citra
48
Perasaan bersalah yang terus menghantui Dimas
49
Akhirnya bertemu
50
28

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!