Beberapa hari setelah Citra Mengalami masalah dengan Rio, sebuah kejadian mengejutkan mengguncang keluarganya.
Saat Ayah Citra sedang berada di kantor nya tiba-tiba didatangi oleh sepasang suami-istri yang tampak marah dan penuh dendam. Mereka adalah orang tua dari anak yang ditabrak oleh Citra beberapa minggu yang lalu.
Di dalam ruang kantor yang luas dan megah, dengan dinding-dinding berlapis kayu mahal dan jendela besar yang memandang ke arah kota, ayah Citra duduk di belakang meja besar dari kayu mahoni. Wajahnya yang biasanya tenang kini berubah keras, penuh wibawa. Ia tidak terbiasa menerima tamu secara tiba-tiba, apalagi dengan amarah seperti ini.
Namun, setelah mendengar cerita dari pasangan suami istri yang datang dengan penuh emosi, ekspresi ayah Citra berubah menjadi bingung, shock, dan sedikit tak percaya.
"Apa maksud kalian? Putri saya menabrak anak kalian?" tanyanya dengan nada skeptis, suaranya rendah namun penuh tekanan.
Pasangan suami istri yang duduk di hadapannya terlihat sangat terpukul. Sang istri, seorang wanita dengan wajah yang dipenuhi kesedihan dan mata yang sedikit bengkak, menatap ayah Citra dengan tatapan yang penuh kepedihan.
Suaranya bergetar saat ia menjawab, "Ya, Pak. Anak Anda menabrak anak kami dan meninggalkannya begitu saja. Dia tidak meminta maaf, tidak ada pertanggungjawaban." Ujar Wanita itu sambil menahan air mata yang hampir tumpah.
“Bagaimana kalian bisa masuk secara tiba-tiba ke dalam kantor saya ini” sungut Ayah Citra
"Kami datang ke sini karena kartu nama yang dia berikan. Kami ingin keadilan untuk anak kami." Ujar Ayah korban sambil menunjuk kan kartu nama yang di maksud.
Ayah Citra terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja didengarnya. Selama ini, ia selalu menganggap Citra sebagai anak yang baik, meskipun mereka jarang berbicara. Ia memang tahu bahwa Citra memiliki sikap yang dingin dan cenderung menjauh dari keluarga, tetapi ia tidak pernah membayangkan putrinya bisa terlibat dalam sesuatu yang begitu serius, apalagi kejam.
"Apa buktinya bahwa itu benar-benar Citra?" tanya ayah Citra dengan nada yang sedikit lebih tegas, mencoba mempertahankan kendali dalam situasi yang terasa semakin lepas.
Sang suami, seorang pria dengan wajah tegang yang duduk di sebelah istrinya, menjawab dengan suara yang penuh amarah namun tetap terkendali
"Kami memiliki saksi, Pak. Ada yang melihat mobil putri Anda, lengkap dengan plat nomornya. Dan kami juga memiliki rekaman CCTV dari tempat kejadian. Kami tidak akan datang ke sini jika kami tidak yakin."
Wajah ayah Citra semakin mengeras. Dalam benaknya, berputar banyak pikiran, mencoba mencari cara untuk keluar dari situasi ini tanpa merusak reputasi keluarganya. Namun, di hadapan pasangan yang jelas-jelas terluka dan marah ini, ia tahu bahwa tidak ada jalan keluar untuk menyelesaikan masalah ini dengan mudah.
"Baiklah," kata ayah Citra setelah menghela napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya.
"Saya akan menyelidiki masalah ini. Kalian akan mendapatkan keadilan yang kalian inginkan." Ia menatap tajam pasangan di hadapannya, berusaha menunjukkan bahwa ia serius.
Namun, sang istri tidak puas dengan jawaban itu. "Keadilan?" katanya dengan nada penuh ketidakpercayaan. "Anak kami sudah mati, Pak. Keadilan apa yang bisa Anda berikan? Uang? Itu tidak akan mengembalikan anak kami!"
Ayah Citra merasa tersentak oleh kata-kata wanita itu.
Namun, sebelum ia bisa menjawab, pria itu memegang tangan istrinya dengan lembut, mencoba menenangkannya. "Kami hanya ingin putri Anda bertanggung jawab, Pak," katanya, suaranya melembut dengan mata berkaca-kaca
"Kami ingin dia merasakan akibat dari tindakannya. Uang tidak akan menyelesaikan semuanya."
Ayah Citra mengangguk pelan, menyadari betapa dalam luka yang telah ditimbulkan oleh Anak nya.
"Saya mengerti," jawabnya dengan suara yang lebih rendah, hampir berbisik. "Saya akan pastikan putri saya bertanggung jawab atas perbuatannya."
Pasangan itu berdiri, bersiap untuk pergi. Sebelum mereka melangkah keluar dari ruangan, sang suami menatap ayah Citra sekali lagi dan berkata, "Kami berharap Anda menepati janji Anda, Pak. Anak Anda harus menghadapi konsekuensinya."
Ketika pintu tertutup di belakang mereka, ayah Citra terdiam, masih mencoba memahami situasi yang baru saja terjadi. Ia tahu bahwa ini bukan hanya tentang putrinya, tetapi juga tentang integritas dan tanggung jawab sebagai seorang ayah. Sesuatu yang selama ini mungkin ia abaikan.
Setelah pasangan tersebut pergi, ayah Citra segera memanggil salah satu asistennya dan memerintahkannya untuk menyelidiki semua aktivitas Citra belakangan ini. Dengan perasaan cemas dan penasaran , Dia ingin mengetahui apa saja yang dilakukan oleh putrinya di luar sana.
Beberapa hari kemudian, hasil dari penyelidikan pun datang, sontak ayah Citra terkejut. Laporan itu mengungkapkan bahwa Citra telah terlibat dalam berbagai kegiatan yang tidak pantas, termasuk terlibat dalam lingkaran narkoba dan pergaulan bebas.
Yang lebih mengejutkannya lagi, Citra ternyata telah menjadi bagian dari jaringan gembong narkoba yang dikendalikan oleh seorang pria yang bernama Rio, dia menggunakan Citra untuk tujuan kriminalnya.
Di rumah, ayah Citra duduk di ruang kerjanya dengan wajah muram, menggenggam laporan itu dengan tangan yang gemetar. Dia tidak menyangka bahwa putrinya bisa tersesat sejauh ini. Ibunya, yang biasanya acuh tak acuh terhadap kehidupan Citra, juga merasa terpukul setelah mengetahui kenyataan yang terjadi.
Malam itu, mereka memanggil Citra untuk berbicara. Saat Citra masuk ke ruang kerja ayahnya, dia langsung merasa ada yang tidak beres. Wajah kedua orang tuanya tampak tegang dan penuh kekhawatiran.
"Apa yang terjadi?" tanya Citra dengan suara kecil, merasa gugup.
Ayahnya menatapnya tajam, "Kami baru saja mengetahui apa yang telah kamu lakukan selama ini, Citra. Kenapa kamu tidak pernah mengatakan apa-apa kepada kami?"
Citra terdiam, merasa tubuhnya seakan membeku di tempat. Dia tahu saat ini akan tiba, tapi dia tidak pernah siap untuk menghadapinya.
Ibunya, yang selama ini tidak pernah terlalu peduli, juga ikut berbicara, "Citra, kenapa kamu melakukan semua ini? Apakah kami tidak cukup memberimu apa yang kamu butuhkan?"
Citra menundukkan kepalanya, air mata mulai menggenang di matanya.
"Aku... Aku tidak tahu. Aku merasa sendirian, tidak ada yang peduli. Aku tidak tahu harus ke mana aku pergi."
Ayahnya menghela napas panjang, antara marah, sedih dan bercampur emosi.
"Kami memang jarang ada di rumah, Citra, tapi itu bukan alasan untuk terlibat dalam hal-hal seperti ini. Kamu sudah dewasa, harusnya tahu mana yang benar dan salah."
Citra menangis, merasa semua beban yang selama ini dia simpan pecah dalam sekejap. "Aku tidak tahu apa yang aku pikirkan. Aku hanya ingin lari dari semua masalah, tapi sekarang... semuanya hancur."
Ayahnya akhirnya mendekat, meskipun dengan wajah yang tetap keras. "Citra, kamu harus bertanggung jawab atas apa yang telah kamu lakukan. Aku akan memastikan kamu mendapat bantuan untuk keluar dari semua ini, tapi kamu harus berjanji untuk berubah."
Citra mengangguk, merasa beban di pundaknya sedikit terangkat. Meski ini bukanlah jalan yang mudah, dia tahu bahwa inilah saatnya untuk mulai menebus kesalahannya dan membangun kembali hidupnya yang hancur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments