“Uhm, Nyonya Naina…”
Pembantunya mencoba mengatakan sesuatu, tapi segera menutup mulutnya. Pemandangan itu sungguh tidak bisa dimengerti. Sang pembantu itu bersimpati kepada Nyonya nya yang terlihat menyedihkan, dia tengah mengandung tapi suaminya kini bersama iparnya sedang berduaan dan asyik dengan dunia nya.
Keduanya benar-benar asyik dengan pembicaraan mereka.
Naina terdiam cukup lama sekali hingga akhirnya dia membuka mulutnya.
“Aku tidak ingin mengganggu mereka, jadi ayo pulang.”
Hanya itu yang bisa dia katakan. Nafasnya tidak teratur, lututnya gemetar, dan bibirnya bergetar. Tangan dan kakinya dingin, dan dia bahkan tidak tahu bagaimana cara kembali ke kamarnya. Naina hanya menahannya agar dia tidak terlihat terlalu berguncang. Rumor itu bukan tidak berdasarkan, siapa tahu memang benar adanya, bahwa suaminya memang benar benar mencintai istri saudara laki lakinya.
Pikiran Naina berkecamuk, tanpa sepengetahuan Naina sendiri, stres pasti menumpuk di pikiran dan tubuhnya, sedikit demi sedikit melemah. Dipicu dengan banyaknya pikiran dan tekanan Naina mengalami keguguran segera setelahnya.
Maafkan aku… maafkan aku karena telah menjadi ibu yang lemah. Betapapun menyakitkannya, dia ingin melindungi anaknya. Sekalipun dia tidak dicintai, paling tidak anaknya akan dicintai.
Tidak, meskipun anaknya tidak dicintai, dia bertekad untuk mencintai dan membesarkannya dengan sepenuh hati. Tapi penyesalan itu berakhir sedemikian rupa. Dia merasa gagal menjadi seorang Ibu.
“ Hiks...hiks....”
Diatasi dengan kesedihan, dia hampir tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun saat air mata kesedihan mengalir di pipinya. Dia banyak menangis hingga matanya sembab dan merah.
Tetap saja, bahkan di hari seperti itu, Xero tidak datang menemui Naina.
Sebaliknya, kata-kata sulit dipercaya yang keluar dari mulut pelayan itu memberikan pukulan terakhir bagi Naina.
“… Hah? ”
“Uhm, Anuuuu Yang Mulia… Tidak akan bisa datang ke sini hari ini.”
"Mengapa…?"
“Yang Mulia Ratu… Dia terpeleset dan jatuh dari tangga, dan sepertinya dia terluka…”
Saat Naina kehilangan anaknya, Xero ada di sisi Calista.
“Begitu… Tolong beritahu Yang Mulia Ratu… Agar segera sembuh.”
Sesuatu terjadi di dalam diri Naina. Kepedihannya tak hanya kehilangan calon anaknya yang berharga, tapi juga ditambah sikap suaminya yang acuh tak acuh terhadapnya.
Barulah Naina berpikir, baguslah anaknya tak jadi lahir kedunia. Kemungkinan dia dicintai Ayahnya mungkin saja tidak ada, jadi meski Naina melimpah segala kasih sayang yang dia miliki, anaknya kelak, tetap saja tidak akan punya sosok Ayah. Dan jika anak itu tumbuh besar melihat kedua orang tuanya yang sama tidak bahagianya satu sama lain akan memicu trauma tersendiri.
Naina menangis sambil tersenyum, dia ikhlas melepaskan calon buah hatinya yang sudah dia nanti.
Raja Moft sepertinya sama ikut berduka ntar atas kehilangan calon pewaris yang mungkin akan menggantikannya. Dia mengirimi Naina karangan bunga sebagai tanda duka. Bayi itu juga mendapatkan pemakaman di area pemakaman kerajaan.
Naina menyuruh para pembantu untuk membereskan kamar bayi yang belum sempat ditempati tersebut. Naina ingin seger menata pikirannya. Dia sadar bahwa penyakit mungkin saja datangnya dari pikiran. Dia akan stress sendiri jika hidupnya masih terus akan seperti ini. Kenapa harus dia yang tersiksa sendiri. Sementara suaminya bisa memadu kasih dengan sangat bahagia bersama pujaan hati nya. Naina yang terus dikucilkan di pergaulan sosial juga merasa kalau lingkungan Ibukota mungkin saja tidak cocok untuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments