"Pengasuh!" tukas Leonard.
Sheila mendengus, pria di sampingnya adalah wujud pria paling mengerikan yang pernah ia temui.
Ting!
Pintu lift terbuka, tanpa suara Leonard langsung melangkah keluar, meninggalkan Sheila yang terpaku di dalam lift.
"Astaga," keluh Sheila, ia tersadar, dan langsung menyeret kopernya dengan terburu-buru.
Dengan jarak aman, Sheila mengikuti langkah lebar Leonard. Ia berjalan sambil melirik ke sekelilingnya, persis seperti seorang maling yang tengah mengendap-endap.
Sampailah Leonard dan Sheila di parkiran apartemen. Suasana tempat berderetnya kendaraan tampak sepi, membuat Leonard menghembuskan napas lega.
Leonard melepas kacamatanya, lalu masuk ke dalam mobil, ia duduk di bangku pengemudi.
Sementara Sheila, berhenti di dekat mobil Leonard, ia terus menatap ke sekelilingnya dengan perasaan was-was.
"Cepat masuk!" bentak Leonard dengan suara tertahan.
Tubuh Sheila terlonjak kaget, lagi-lagi suara bass Leonard membuat jantungnya hampir luruh.
"I-iya," sahut Sheila.
Tanpa bantuan siapa pun, Sheila memasukkan koper berisi pakaiannya ke dalam bagasi mobil.
Buru-buru Sheila menutup kembali pintu bagasi mobil, sebelum ada orang yang melihatnya.
Sheila bergegas masuk ke dalam mobil mewah milik Leonard, ia memilih duduk di kursi tengah.
Tanpa sepatah kata pun, Leonard langsung menyalakan kendaraan beroda empatnya.
Roda mobil itu berputar, melewati parkiran menuju pintu keluar.
Sheila menolehkan kepala ke arah jendela mobil, ia menatap orang-orang yang beraktivitas di luar dengan tenang.
Sejak semalam, Sheila sama sekali tidak keluar dari apartemennya, berita kematian istri dari pemilik toko mainan terbesar di kota New York menyebar begitu cepat.
Sheila masih belum memiliki nyali yang besar untuk berhadapan dengan orang banyak. Dirinya belum siap menghadapi caci maki manusia di luar sana.
Perjalanan terasa begitu lama, tidak ada percakapan di antara Sheila dengan Leonard.
Waktu seakan lama berputar, padahal jalan raya tampak begitu lenggang.
Setelah beberapa waktu, akhirnya mobil Leonard berhenti di depan gerbang bewarna putih yang menjulang tinggi, seolah menggambarkan kekayaan serta kesombongan pemiliknya.
Sheila memperhatikan gerbang rumah Leonard yang terbuka secara otomatis.
Kendaraan beroda empat itu mulai memasuki halaman rumah keluarga Smith, dan berhenti tepat di depan rumah yang lebih mirip dengan istana.
Pilar-pilar menjulang tinggi, air mancur mempermanis keindahan bagian depan rumah Leonard yang megah.
"Keluar dari mobilku, Pengasuh!" bentak Leonard dengan suara meninggi.
Sheila menghela napas, kali ini dirinya tidak terkejut dengan suara yang menggelegar bagai petir itu.
"Kau benar-benar tidak mengerti, ya?" Suara Leonard penuh amarah, melihat Sheila yang diam saja.
"Ah iya," sahut Sheila cepat, dengan tergesa-gesa ia turun dari mobil Leonard.
Bruk!
Tubuh Sheila tersungkur di atas paving block. Rasa sakit menjalar di kedua lututnya, ia meringis kesakitan menahan perih yang mulai menjalar. Beruntung dirinya mengenakan celana jeans panjang, sehingga tidak ada luka sobek di lututnya.
Tiba-tiba seorang satpam yang bekerja di rumah Leonard berlari menghampiri.
Satpam itu hendak membantu Sheila berdiri. Namun, Leonard yang baru keluar dari mobil, lebih dulu menghentikannya.
"Jangan bantu pengasuh ini, biarkan saja dia terluka. Mungkin Tuhan ingin membalas kejahatannya secara perlahan," ucap Leonard penuh cemoohan.
Deg!
Gigi Sheila saling beradu, menghasilkan bunyi gemeletuk yang menyiratkan kemarahan yang tidak dapat diluapkan.
Dengan susah payah Sheila berdiri, kerutan halus muncul di wajah Sheila saat dirinya memaksakan kedua kakinya untuk berdiri tegak.
"Ahhsst," ringis Sheila, menahan sakit.
"Pengasuh, cepat jalan!" teriak Leonard, kakinya melangkah maju lebih dulu, meninggalkan Sheila yang masih berdiri di samping mobil.
Sheila mengurut dada, berusaha sabar menghadapi pria bermulut pedas seperti Leonard.
"Anda ... pembunuh nyonya Zora?" tanya satpam yang berada di samping Sheila dengan wajah tidak menyangka.
Sheila menoleh, matanya membara. "Aku bukan pembunuh!" serunya tegas.
Dengan perasaan sedih yang menggerogoti hati, Sheila mengambil kopernya dari dalam bagasi dengan tangan bergetar, lalu beranjak pergi begitu saja, meninggalkan satpam yang terperangah di tempatnya.
Langkah kaki Sheila terseok-seok, ia mulai memasuki pintu besar yang terbuka lebar. Bagi Sheila pintu yang dimasukinya saat ini adalah awal dari perjuangannya dalam menghadapi neraka buatan Leonard.
"Ini dia pengasuh untuk Viona dan Viola," ucap Leonard yang berada di tengah-tengah ruangan.
Sontak Sheila mengangkat kepala, ia melihat ada banyak pembantu berdiri menatapnya dengan tatapan mengerikan.
Di antara delapan pembantu itu, Leonard bersama ibunya berdiri sambil bersedekap dada.
"Apa wanita ini yang menyebabkan nyonya Zora meninggal, Tuan?" tanya salah satu pembantu itu dengan hati-hati.
Sheila membuka mulut hendak menjawab. Namun, Leonard lebih dulu buka suara.
"Ya, dia orangnya," jawab Leonard.
Sheila meremat kuat pegangan koper di tangannya, ia menahan diri agar tidak menangis. Walaupun, saat ini air mata sudah menggenang di pelupuk mata.
Kepala Sheila menengadah, menahan air mata yang hampir tumpah. Ia kembali menegakkan kepalanya, lalu menatap orang-orang di depannya dengan berani.
"Perkenalkan nama saya Sheila Cowles, pengasuh bayi di rumah ini," kata Sheila sambil tersenyum getir.
"Masuklah, Pengasuh! Kau harus mengikuti kursus merawat bayi selama satu bulan, sebelum kedua bayi kembarku bisa dibawa pulang." Leonard menyeringai tajam.
"A-apa?! Sekarang?" Mata Sheila terbelalak, mulutnya menganga lebar.
"Tentu saja." Bukan Leonard yang menjawab, melainkan Hanny yang juga berada di depan Sheila.
Lutut Sheila yang terluka mendadak gemetaran, dengan langkah berat ia menarik kopernya masuk.
"Baiklah, mulai saja sekarang," ucap Sheila berusaha terlihat tenang, berbanding terbalik dengan apa yang tengah dirasakannya.
Leonard mengangkat tinggi kedua alisnya. "Sebelum itu, gaya rambutmu harus diubah. Emmm ... cara berpakaianmu juga perlu diubah," ujarnya sambil mengusap-usap rahang.
Diubah? Sontak Sheila memegangi rambut panjangnya. Ia pikir tidak ada yang salah dengan gaya rambut dan cara berpakaiannya.
Sheila mendadak bingung.
"Ava dan Clare, bawa dia masuk ke kamarku!" perintah Leonard pada dua pembantunya, ia berjalan menaiki tangga, meninggalkan Sheila yang tampak cemas.
"Siap, Tuan!" jawab Ava dan Clare serentak.
Kedua wanita berumur 40 tahun itu langsung memegangi masing-masing tangan Sheila.
"Lepas! Tunjukkan saja tempatnya, aku bisa jalan sendiri tanpa perlu diseret!" Sheila menarik tangannya kuat dari pegangan dua wanita di sisi kanan dan kiri.
Hanny yang memperhatikan Sheila sedari tadi berdecak di dalam hati. "CK, berani juga wanita muda ini."
"Cepat ikuti kami berdua!" seru Ava, bersuara ketus.
Sheila menarik kedua sudut bibirnya dengan terpaksa, ia menampilkan sebuah senyum lebar, berusaha sabar dan tidak terpengaruh oleh orang-orang yang membenci dirinya.
"Oke," sahut Sheila terlihat santai.
Ava dan Clare berjalan lebih dulu, sementara Sheila mengikuti dua wanita di depannya dari belakang.
Mereka berjalan melewati anak tangga demi anak tangga.
Hingga akhirnya mereka berhenti di depan pintu kamar yang berada di lantai dua.
Pintu kamar itu terbuka lebar, seakan menyambut kedatangan Sheila.
Glek!
Sheila menelan ludah dengan susah payah. Perlahan kakinya melangkah masuk, terlihat Leonard sedang berdiri bersama seorang pria yang bergaya seperti wanita di depan meja rias.
"Cepat ke sini! Gaya rambutmu harus diubah menjadi seperti Zora!" bentak Leonard.
Deg!
Menjadi seperti Zora?
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
𝐝𝐞𝐰𝐢
𝐚𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐤𝐥𝐨 𝐛𝐢𝐤𝐢𝐧 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐬𝐚𝐝𝐢𝐬𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐨𝐧𝐜𝐚𝐛𝐞 𝐥𝐞𝐯𝐞𝐥 𝐦𝐚𝐦𝐩𝐮𝐬😏😁
2024-08-14
1
Mamath Kay
jangan mau di tindas kamu..
kamu harus kuat dan sabar yaa
2024-07-29
1
Susi Susiyati
hufffff,,,,,certanya g ngebosenin cmn bikin sport jantung mulu,kasar,dan mngikin bodoh nie moster
2024-07-24
1