NovelToon NovelToon

Turun Ranjang: Pernikahan Balas Dendam

Bab 1

Bab 1

Sebuah mobil melaju kencang diikuti oleh mobil lainnya dari jarak sekitar 13 meter di belakangnya. Seorang perempuan yang mengemudikan kendaraan itu ketakutan dengan keringat dingin membanjiri wajahnya. Dia menekan angka satu pada layar handphone miliknya untuk menghubungi nomor khusus.

"Halo ... halo! Tarissa ini aku, kau bisa dengar suaraku?" 

"Nessa, ini kamu, kah? Ada apa?" tanya seorang perempuan di sebrang sana dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Iya, ini Nessa. Tarissa, tolong aku. Ada mobil yang terus mengikuti aku sejak keluar dari villa."

Nessa menelepon kakak kembarannya yang tinggal di kota ini. Sementara dia sendiri tinggal di ibu kota bersama dengan keluarga suaminya.

"Apa? Kamu pergi ke villa sama siapa?"

"Keluarga besar Mas Andra mengadakan acara di villa puncak. Tapi, mereka meninggalkan aku sendirian di villa. Mereka juga membawa Keanu."

"Aku sedang menuju ke sana. Bagaimana bisa mereka meninggalkan kamu di sana sendirian?"

"Aku tidak tahu. Saat aku bangun tidur sudah ada seorang pun di sana. Aku berkeliling villa mencari keberadaan Keanu dan tidak bisa aku temukan. Penjaga villa juga tidak ada. Aku tidak bisa menghubungi Mas Andra."

"Apa maksudnya itu semua?"

"Kyaaaaaa!" 

Bersamaan dengan suara teriakan Nessa terdengar suara keras. Mobil yang dikendarainya ditabrak dari arah belakang. Wanita itu kehilangan kendali atas kendaraan yang sedang kemudikan olehnya. Di depannya ada belokan jalan yang dipasangi pagar pembatas. Karena di sampingnya itu ada jurang yang cukup dalam.

"Halo, Nessa! Apa yang terjadi?"

Di tempat lain Tarissa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju puncak. Dia tahu betul villa milik keluarga Brawijaya karena pernah pergi ke sana tahun lalu saat merayakan ulang tahun Nessa dan dirinya.

Tarissa mulai panik karena hanya terdengar suara teriakan Nessa dan suara keras seperti sesuatu yang bertabrakan.

"Nessa!" teriak Tarissa memanggil kembarannya.

"Tidaaaaak!" Bersamaan dengan suara teriakan Nessa terdengar suara keras lalu bunyi ledakan keras yang menekankan telinga.

Tarissa yang mendengar itu semua lewat sambungan telepon mendadak kosong pikirannya. Dia lupa kalau dirinya sedang mengemudi di jalanan yang sepi. Sambungan telepon itu pun terputus.

"Tidaaaak, Nessa!" teriak Tarissa setelah keheningan yang dia rasakan.

Wanita berambut panjang itu menghentikan laju kendaraannya. Sekujur tubuhnya mendadak bergetar hebat. Air matanya jatuh bercucuran.

"Nessa ... apa yang terjadi di sana?" Tarissa merasa lemas tidak bertenaga.

Setelah beberapa saat masuk sebuah pesan video dari nomor yang digunakan oleh Nessa tadi. Namun, Tarissa mengabaikan itu karena pikirannya sedang kalut. Dia pun melanjutkan kembali perjalanan mencari keberadaan saudara kembarnya.

Tarissa berpapasan dengan sebuah mobil sedan berwarna hitam. Hanya kendaraan itu yang berpapasan dengannya selama perjalanannya ini. Kebetulan saat ini sudah tengah malam, jadi jarang ada orang yang lewat, kecuali ketika masa liburan, baru ramai 24 jam non-stop.

Setelah melakukan perjalanan sekitar 30 menit, Tarissa melihat ada asap membumbung tinggi ke angkasa. Dia pun turun dari mobil. Ketika dia memeriksa dengan seksama, terlihat ada kobaran api di bawah jurang.

"Nessa!" jerit Tarissa memanggil adiknya. Dia jatuh terduduk di jalanan beraspal sambil menangis histeris.

"Apa yang sedang aku lakukan? Kenapa aku bodoh sekali tidak cepat-cepat memangil polisi dan tim SAR." Tarissa memukul kepala sambil berlari menuju mobil untuk mengambil handphone dan menghubungi kantor polisi.

Tidak sampai tiga puluh menit ada dua mobil polisi dan tim SAR ke jalan raya di puncak. Mereka juga membawa anjing pelacak takut Nessa terlempar keluar ketika mobilnya jatuh ke jurang.

Tarissa ingin menghubungi Nafandra, suaminya Nessa. Namun, dia urungkan saat menyadari ucapan adiknya tadi. Bagaimana mungkin seorang suami tega meninggalkan istrinya sendiri di villa yang jauh dari tempat tinggal mereka.

Tarissa tinggal di kota kecil ini mengabdi menjadi seorang guru TK setelah kematian Rahandika, suaminya satu tahun yang lalu. Lebih tepatnya satu minggu setelah merayakan ulang tahunnya bersama Nessa di villa milik keluarga Nafandra. 

Selain merayakan ulang tahun mereka berdua, acara itu juga untuk merayakan kehamilan Tarissa yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama. Dia menikah dua tahun terlebih dahulu dari Nessa. Namun, adiknya lah yang terlebih dahulu mempunyai anak.

Sayangnya, akibatnya kematian Rahandika kondisi tubuh Tarissa memburuk karena tidak mau makan. Setiap makanan yang dimasukan ke mulutnya akan dimuntahkan kembali. Sampai suatu ketika dia jatuh dari tangga karena tubuhnya lemas dan mengalami keguguran. 

Tim SAR bekerja cepat dan berhasil menemukan jasad Nessa yang terlempar dan menghantam sebuah batu besar. Tubuh wanita itu dipenuhi oleh darah dan luka-luka. Tangannya memegang handphone.

"Nessa!" jerit Tarissa pilu ketika mayatnya di masukan ke mobil ambulans.

Tarissa meminta bantuan polisi yang merupakan teman mendiang Rahandika untuk mengemudikan mobilnya. Karena dia tidak sanggup untuk menyetir.

***

Tarissa duduk di depan kamar jenazah. Dia masih belum bisa menerima kematian adiknya.

"Tarissa."

Suara seorang laki-laki menarik kesadaran wanita itu. Dia melihat ada adik iparnya berdiri dengan wajah yang kalut.

"Di mana Nessa?" tanya Nafandra dengan suaranya yang selalu terdengar dingin. 

Tarissa pun berdiri. Tanpa mengucapkan sepatah kata dia masuk ke dalam kamar jenazah dan seorang penjaga kamar itu menunjukkan tubuh Nessa yang sudah kaku dan pucat.

"Aku ingin Nessa dikubur di samping makam kedua orang tua kami," kata Tarissa.

"Hn, lakukanlah!" balas Nafandra singkat seperti biasanya. Dia tipe orang yang irit bicara sejak mereka baru kenal di kampus, dahulu.

Pemakaman Nessa dilakukan di kampung halaman Tarissa. Tidak banyak orang yang datang mengantarkan ke kuburan. Keluarga Nafandra datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada menantu keluarga konglomerat kelas atas itu.

Terlihat ada Mami Ayu, mertua Nessa yang selalu memasang wajah masam kepada Tarissa. Juga keponakan yang bernama Andita, wanita sombong yang sering berseteru dengan Tarissa karena suka sekali menggoda Nafandra meski di depan Nessa.

Kedua wanita itu menatap kuburan Nessa dengan tatapan mengejek sekaligus senang. Mereka bahagia dengan kematian Nessa. Orang yang sering dianggap sebagai benalu keluarga Brawijaya.

Para pelayat pergi satu persatu dan kini hanya ada Tarissa dan Nafandra di sana. Meski laki-laki itu selalu terkesan dingin dan cuek, kini terlihat lemah. Meski mencoba untuk menutupi kesedihan yang sedang dirasakan olehnya, bahu dia terlihat bergetar dan air matanya mengalir melewati bingkai kacamata hitam yang menghiasi wajah.

"Aku punya satu permintaan kepadamu. Mungkin lebih tepatnya ini permintaan Nessa sebelum kematiannya," kata Tarissa.

"Katakan," balas Nafandra.

"Dia meminta aku untuk menjaga dan membesarkan Keanu."

"Tidak bisa. Dia, anakku!"

"Ini adalah keinginan Nessa."

"Kalau begitu kamu harus menjadi istriku menggantikan Nessa."

Bola mata Tarissa membulat mendengar ucapan Nafandra. Bagaimana mungkin dia menikah dengan laki-laki dari keluarga yang dibencinya.

***

Bab 2.

Bab 2

"Kamu gila, ya? Kamu ingin menikah lagi, sementara kuburan Nessa saja masih merah dan basah!" bentak Tarissa setelah mendengar ucapan Nafandra.

Laki-laki berwajah dingin itu terlihat diam tidak menunjukkan emosinya. Tarissa tidak bisa menebak pikiran suami mendiang adiknya.

Jika saja Keanu benar-benar aman di tangan keluarga Brawijaya, mungkin Tarissa tidak akan khawatir. Sebulan yang lalu, ketika Nessa dan Keanu berlibur ke rumahnya, sang adik mengatakan sesuatu yang tidak dimengerti olehnya. Namun, lewat pesan video singkat yang dia dapatkan semalam, kini dirinya tahu. Kenapa hanya dirinya yang bisa menjaga dan melindungi Keanu.

"Seharusnya kata-kata itu pantas untuk dirimu," balas Nafandra dengan nada datar.

Tawa sumbang keluar dari mulut Tarissa. Justru menurutnya laki-laki itu yang gila. Istrinya saja baru selesai dikuburkan malah mengajaknya menikah.

Bola mata Nafandra bergerak memerhatikan Tarissa dari atas sampai ke ujung kaki, lalu naik lagi melihat ke wajahnya. Seakan tidak mau lama-lama di tempat yang sepi dan suram seperti ini laki-laki itu pergi meninggalkan kembaran mendiang istrinya.

"Hei, kita belum selesai bicara!" teriak Tarissa karena adik iparnya itu pergi dengan langkah lebar dan cepat, sehingga dalam sekejap sudah melangkah jauh.

Sifat Nafandra yang menyebalkan seperti ini paling tidak disukai oleh Tarissa. Anehnya di mata Nessa, laki-laki itu begitu sempurna. Sampai-sampai sang adik dibuat jatuh cinta dan tergila-gila kepadanya.

Tarissa berlari mengejar Nafandra karena pembicaraan mereka belum selesai. Begitu laki-laki itu hendak masuk ke dalam mobilnya, dia bisa menahannya.

"Kita perlu bicara dengan kepala yang dingin. Jangan karena kematian Nessa, kamu menjadi gila seperti ini," kata Tarissa yang kini bicara dengan nada biasa. Dia tidak boleh memancing pertengkaran dengan ayahnya Keanu.

Mata elang milik laki-laki itu menatap lekat kepada Tarissa. Lalu, dia memberikan kode untuk ikut dengannya. Nafandra tahu pembicaraan mereka tidak akan sebentar, mungkin akan memakan waktu berjam-jam. Dia tahu kalau Tarissa itu berbanding terbalik dengan Nessa yang akan selalu patuh dan tidak pernah membantah apa pun ucapannya.

Tarissa menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskan dengan kasar. Dia mau tidak mau harus ikut dengan Nafandra. Wanita itu berjalan menuju ke kursi penumpang di samping pengemudi. Nessa pernah bilang kalau suaminya tidak suka jika dia duduk di depan seorang diri, sedangkan ada orang lain duduk di kursi belakang.

Perjalanan dari pemakaman ke rumah keluarga Brawijaya sekitar 30 menit, karena Nafandra mengemudi dengan kecepatan batas maksimal. Tarissa tidak menyangka kalau dirinya akan dibawa ke rumah mewah dan megah ini. Dia mengira kalau mereka akan bicara di suatu tempat yang tidak akan ada pengganggu.

"Kenapa kamu membawa aku ke sini?" tanya Tarissa dengan menunjukkan muka marah.

"Turun!" titah Nafandra menghiraukan ucapan Tarissa sambil membuka sabuk pengaman.

Laki-laki itu pergi meninggalkan Tarissa yang masih terdiam di dalam mobil. Dalam sekejap Nafandra sudah masuk ke dalam rumah.

"Dasar pria berdarah dingin!" Tarissa memukul dasboard mobil dengan keras beberapa kali, kemudian turun sambil menggerutu di dalam hati.

Begitu Tarissa masuk ke dalam rumah terlihat ada Mami Ayu dan Andita yang berdiri sambil menatapnya tajam penuh dengan kebencian. Bagi dia tidak aneh mendapatkan perlakuan seperti itu dari mereka.

"Bu Tarissa, di tunggu sama Tuan di ruang kerja," kata Mbok Darmi dengan sopan.

"Terima kasih, Mbok," balas Tarissa dengan senyum manis menghiasi wajahnya.

"Mau apa janda barbar datang kemari?" tanya Andita menghadang Tarissa saat akan naik tangga.

"Minggir! Ini bukan urusan kamu," balas Tarissa sambil mendorong tubuh Andita agar tidak menghalangi jalannya.

Wanita cantik yang ber-make up tebal itu mundur beberapa langkah. Untung dia berhasil memegang pegangan tangga, sehingga tidak jatuh.

"Andita!" teriak Mami Ayu saat melihat keponakan kesayangannya itu hampir terjatuh.

"Tante, tolong aku!" jerit Andita seakan sedang mengalami hal yang menyakitkan.

Tarissa jengah dengan kelakuan Andita. Wanita yang dikenal sebagai model terkenal di negeri ini, selalu saja mencari gara-gara kepadanya. Paling suka mendramatisir keadaan dan manipulatif.

"Berhenti!" Mami Ayu berlari ke arah Tarissa, lalu menjambak rambutnya yang tergerai panjang.

Langkah kaki Tarissa terhenti di anak tangga ketiga. Dia merasakan sakit di kepalanya akibat jambakan wanita tua yang selalu berpenampilan glamor.

"Berani-beraninya kamu menyakiti Andita!" pekik Mami Ayu dengan wajah menyeramkan.

Seperti biasa Tarissa akan melawan orang yang berani menyakitinya, dia menahan tangan Mami Ayu yang menarik rambutnya. Lalu, dengan gerakan cepat dia memutar tangan itu, meski ikut merasakan sakit juga akibatnya tarikan tangan wanita tua itu di surainya, tetapi mertuanya Nessa ikut merasakan kesakitan yang lebih darinya.

"Aaaaaaa, aduh. Lepaskan!" jerit Mami Ayu kesakitan.

"Tidak mau. Kau yang memulai duluan. Jadi, rasakan akibatnya!" pekik Tarissa semakin kuat mencengkeram tangan Mami Ayu.

Andita tiba-tiba menyerang Tarissa dengan menggunakan patung hiasan yang ada di dekatnya. Namun, bisa ditahan dengan sebelah tangan kanannya. Lalu, dia pun mendorong tubuh Mami Ayu ke arah keponakannya, sehingga kedua orang itu jatuh tersungkur di lantai.

Sementara itu, Nafandra melihat kejadian itu semua lewat kamera rahasia yang terpasang di beberapa titik di rumahnya. Tidak ada yang tahu kecuali dirinya dan kepala pelayan di rumah ini.

"Hebat juga," puji Nafandra dengan pandangan yang tidak lepas dari layar monitor.

Tidak lama kemudian terdengar suara pintu diketuk dari luar. Nafandra tahu itu adalah Tarissa. 

"Masuk!"

Terlihat wajah masam Tarissa ketika beradu pandang dengan Nafandra. Wanita itu memilih duduk di sofa dekat kaca jendela. Dia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruang kerja itu. Semua dipenuhi oleh buku. Tidak ada hiasan dinding atau foto. Jam dan kalender juga diletakkan di meja kecil di belakang kursi kerja.

Nafandra berjalan ke arah Tarissa, lalu duduk di sofa tunggal yang ada di depannya terhalang oleh meja. Kini mereka saling menatap.

"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Nafandra dingin.

"Keanu masih memerlukan ASI dan aku bisa memberikan itu untuknya," jawab Tarissa dengan serius.

Terdengar suara Nafandra yang tertawa terkekeh untuk pertama kalinya bagi Tarissa setelah menjadi adik iparnya. Tentu saja ini semakin membuat wanita itu aneh dengan kelakuan laki-laki itu.

"Jangan melucu. Bagaimana bisa kamu mempunyai ASI sedangkan kamu tidak mempunyai bayi?" tanya Nafandra yang telah menghentikan tawanya.

Tarissa terdiam dan terlihat bingung. Dia juga tidak tahu apa yang terjadi kepada tubuhnya. Sebulan belakangan ini payuudaranya mengeluarkan ASI. Dia belum sempat memeriksakan hal ini ke dokter karena sedang sibuk dengan urusan sekolah, tempatnya bekerja. Wanita itu sempat cerita kepada Nessa, tetapi sang adik bilang kalau itu bukan sesuatu yang berbahaya. 

'Aku juga penasaran kenapa dadaku bisa mengeluarkan ASI?' batin Tarissa.

***

Bab 3.

Bab 3

Di tengah kebingungan itu terdengar suara pintu diketuk. Kesadaran Tarissa kembali dan melihat Nafandra menoleh ke arah seorang perempuan paruh baya yang berwajah panik.

"Ada apa, Mbok?" tanya Nafandra kepada Mbok Darmi.

"Tuan, Den Keanu menangis terus tidak mau diam," jawab wanita itu dengan ketakutan.

Mendengar itu Tarissa langsung berdiri dan menghampiri pembantu yang setia mengabdi pada keluarga Brawijaya. Dia khawatir sudah terjadi sesuatu kepada keponakannya.

"Kenapa?" tanya laki-laki itu sambil berdiri mengikuti Tarissa.

"Sepertinya Den Keanu ingin menyusu. Di kasih dot susu formula tidak mau," jawab Mbok Darmi yang semakin ketakutan ketika melihat ekspresi wajah Nafandra.

"Sekarang Keanu sama siapa, Mbok?" tanya Tarissa yang telah berdiri di depan wanita paruh baya yang memakai daster.

"Sama baby sitter, Bu," jawab Mbok Darmi.

Tarissa tersentak mendengar ucapan pembantu itu. Setahu dia, Nessa tidak pernah menggunakan jasa pengasuh anak. Dia mengurus Keanu seorang diri. Itu sebabnya sang anak tidak bisa jauh dari sang ibu. 

"B-baby sitter?" tanya Tarissa terheran-heran. Belum juga 24 jam Nessa meninggal sudah ada orang yang mengurus bayi itu.

Bola mata Mbok Darmi membulat seakan keluar dari tempatnya. Wanita paruh baya itu langsung menutup mulutnya sambil menunduk seakan sudah mengatakan sesuatu yang tidak boleh diucapkan.

Nafandra berjalan melewati Tarissa dan Mbok Darmi. Laki-laki itu berjalan menuju ke kamar putra semata wayangnya yang ada di samping kamar tidur utama miliknya.

"Tunggu!" Tarissa mengejar Nafandra.

Begitu masuk ke kamar bayi yang didekorasi dengan sangat nyaman dengan barang-barang yang berkualitas nomor satu, terdengar suara tangisan yang memilukan. Hati Tarissa ikut sakit melihat keponakan kesayangannya itu menangis tergugu dengan air mata membanjiri wajahnya.

"Mama ... Mama!" Keanu merentangkan kedua tangannya minta digendong kepada Tarissa.

Baby sitter yang masih terlihat muda dan cantik itu berusaha menenangkan Keanu. Dia menggendong sambil menimang-nimang. Terlihat jelas dia kewalahan karena Keanu terus berontak.

"Sini, Sayang," ucap Tarissa meraih Keanu dari gendongan baby sitter-nya.

"Mama!" jerit tangis bocah berusia 13 bulan itu ingin digendong oleh tantenya.

Keanu mengira Tarissa adalah ibunya. Dia sering memanggil mama kepada Tarissa meski tahu ada Nessa di sana juga. Meski sudah diajarkan untuk memanggilnya Tante, tetap saja mama. Mungkin karena wajah mereka berdua memang mirip. Hanya gaya pakaian dan dandan saja yang agak berbeda.

Baby sitter itu melihat ke arah Nafandra. Laki-laki itu mengangguk, baru dia melepaskan Keanu.

"Sayang, kenapa?" Tarissa membelai wajah Keanu yang basah orang air matanya. Dia menghapus cairan bening itu.

"Mimi cucu," ucap Keanu yang ingin menyusu ASI. 

Keanu memiliki alergi terhadap susu sapi, gantinya menggunakan susu kedelai sebagai pendamping ASI. Namun, bayi itu lebih suka ASI dibanding dengan susu formula.

Tarissa menoleh ke samping di mana Nafandra berdiri. Seakan paham dengan tatapan matanya, laki-laki itu pun pergi keluar kamar putranya.

Segera saja Tarissa menyusui Keanu. Bayi itu menyusu dengan begitu lahap seperti orang kehausan dan kelaparan. Tidak lupa kebiasaannya mencubit-cubit kecil dada montok yang sedang dihisapnya.

Wanita itu menahan pedih ketika ASI nya dihisap oleh Keanu. Belum lagi kuku bayi itu terasa tajam meski pendek. Kini dia tahu rasanya kenapa Nessa terkadang meringis ketika menyusui anaknya.

Baby sitter itu terdiam melihat Tarissa menyusui Keanu sambil membelai kepala bayi itu. Mulutnya menembangkan tembang lagu yang terdengar syahdu.

Keanu benar-benar kelaparan. Karena sejak semalam bayi itu belum meminum ASI. Makanya sekarang begitu menyusu terlihat begitu lahap. 

Setelah menyusu hampir satu jam, Keanu tertidur pulas dalam buaian Tarissa. Terlihat mata bayi itu bengkak karena terlalu lama menangis.

Ketika Tarissa membaringkan Keanu ke boks bayi, Nafandra datang. Dia pun membalikkan badan dan menatap tajam kepada laki-laki itu.

"Sudah kamu lihat sendiri, 'kan? Kalau hanya aku yang bisa mengurus dan menjaga Keanu," kata Tarissa tersenyum miring.

"Berarti kamu menerima ajakan ku tadi," balas Nafandra dengan tatapan mengejek.

"A-pa?" Tarissa lupa dengan perkataan Nafandra di pemakaman tadi.

"Apa kau sudah lupa?" Alis Nafandra menukik tajam.

Tarissa mencoba mengingat kembali. Dia pun mendengus kesal setelah ingat ajakan untuk menikah.

"Aku rasa kamu laki-laki tidak memiliki hati. Istri baru saja meninggal sudah ingin menikah lagi," ucap Tarissa dengan penuh penekanan.

"Ini demi Keanu," balas Nafandra.

Otak cerdas Tarissa mulai bekerja. Dia ingin menjaga dan melindungi Keanu seperti wasiat Nessa di detik-detik sebelum hilang nyawanya. Namun, dia tidak ingin menghabiskan hidupnya bersama dengan orang-orang dari keluarga Brawijaya. Terlebih lagi ada Mami Ayu yang tinggal di sini. 

Nafandra sebagai pemimpin keluarga ini tidak mungkin pergi meninggalkan rumah utama. Tidak ada seorang pun yang berhak mengusir Mami Ayu dari sini, seperti yang diwasiatkan oleh Tuan Bara Brawijaya, mendiang ayah Nafandra.

"Keputusan ada di tanganmu," ucap Nafandra, lalu pergi keluar kamar menuju ruang kerja.

Sambil memandangi Keanu, Tarissa memikirkan keputusan apa yang akan dia ambil. Dia memperkirakan baik dan buruknya menjadi bagian keluarga Brawijaya.

Sebelum makan malam Tarissa mendatangi ruang kerja Nafandra. Laki-laki itu terlihat sudah mandi dan mengganti pakaian dengan kaos kerah dan celana chino. Dia duduk di sofa sambil memangku laptop. Seperti yang sering dikatakan oleh Nessa kalau suaminya itu seorang gila kerja. Meski sudah di rumah tetap saja melakukan pekerjaan.

"Apa kau sudah mempunyai jawaban?" tanya Nafandra sambil melepaskan kacamatanya.

"Ya. Tapi, aku ingin mengajukan syarat kepadamu," jawab Tarissa dan Nafandra mengangguk.

"Aku bersedia menikah dengan kamu demi Keanu. Jadi, hanya sebatas itu saja. Aku tidak mau melakukan tugas istri yang lainnya. Termasuk urusan ranjang," lanjut wanita bersurai panjang itu dengan tegas.

Nafandra berdiri lalu berjalan mendekati Tarissa. Kini mereka berdiri saling berhadapan dengan jarak yang sangat tipis.

"Aku laki-laki normal. Untuk apa ada seorang istri jika tidak bisa memuaskan aku," bisik Nafandra tepat di depan muka Tarissa.

Wanita itu hanya bisa menelan ludah karena membayangkan harus melayani laki-laki yang dibenci olehnya. Rasanya dia tidak akan sanggup.

"Kamu boleh cari wanita lain—"

Nafandra mencengkeram rahang Tarissa dengan kuat dan membuatnya meringis kesakitan. Mata elangnya juga menatap tajam dengan penuh amarah.

"Aku bukan laki-laki yang suka tidur dengan sembarang wanita!" desis Nafandra.

Tarissa mencoba menenangkan dirinya. Saat ini dia sudah berbuat gegabah dan memancing emosi laki-laki dingin dan cuek.

"Baiklah. Aku akan menikah denganmu dan menjalankan tugas sebagai seorang istri. Namun, beri aku kekuasaan penuh dalam mengatur rumah ini. Baik dalam keuangan dan pengaturan pegawai secara mutlak tanpa ada yang bisa menentang keputusan aku," kata Tarissa dengan tegas.

"Lakukan sesuka kamu. Aku tidak akan ikut campur," ucap Nafandra sambil melepaskan cengkeramannya.

Terdengar suara ketukan di pintu, kepala pelayan memberi tahu sudah waktunya makan malam. Nafandra pun mengajak Tarissa untuk ikut dengannya.

Begitu kedua orang itu memasuki ruang makan, di sana sudah ada Mami Ayu dan Andita. Mereka terkejut dengan kedatangan Tarissa yang hendak ikut makan malam bersama.

"Heh, janda barbar! Ngapain kamu masih di sini?" Andita bicara dengan nada tinggi dan tatapan menghina.

"Jaga mulut kamu terhadap calon istriku!" bentak Nafandra.

"Apa?" Mami Ayu dan Andita memekik dengan ekspresi terkejut.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!