BAB [17]

Renata menghentikan laju mobilnya setelah memasuki rumah kediaman mertuanya. Menghela nafas, wanita itu mencengkeram roda kemudi dengan kencang, mempersiapkan mental dan segenap kata-kata yang mungkin bisa ia gunakan untuk meluluhkan hati mertuanya. Dengan jaringan informasi yang dimiliki oleh keluarga Adinata, mustahil jika hasil pemeriksaan kesehatannya kemarin belum sampai ke meja kerja mertuanya.

Ditambah Damian, pria yang masih berstatus sebagai suaminya itu jelas tidak memiliki niat untuk menutupinya. Jika bisa, lelaki itu mungkin saja sudah membeberkan semuanya ke media.

Menghela nafas sekali lagi, wanita itu kemudian melangkah menuju ke teras belakang rumah. Sekian tahun menjadi menantu keluarga ini, membuat Renata tahu dengan pasti kebiasaan mertua wanitanya. Wanita paruh baya itu sangat suka menikmati waktu sore harinya dengan secangkir teh sambil menikmati pemandangan taman di teras belakang.

"Ada perlu apa kemari?" gumaman bernada rendah itu berhasil menghentikan langkah Renata. Ditatapnya wanita paruh baya yang tengah menyesap secangkir teh itu dengan pandangan tak senang.

Namun sesaat kemudian senyuman manis berusaha ia tarik di sudut-sudut bibirnya. Sambil melangkah pelan, wanita itu kemudian mengambil tempat di kursi yang berada di sebelah ibu mertuanya itu. "Aku rindu Mama, sudah lama kita tidak menikmati teh berdua seperti ini, iyakan Ma?"

Tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya, Renata mengambil cangkir kosong di atas nampan dan mengisinya dengan teh yang sudah berada di dalam teko. Menyesap aroma teh hijau yang hingga kinipun tak ia mengerti letak kenikmatannya.

Karena itulah ia hanya sesekali menemui ibu mertuanya ini. Jika bukan karena ingin mengambil hati, tidak mungkin ia rela membuang-buang waktunya dengan mengobrol bersama wanita paruh baya yang gemar teh seperti mertuanya ini. Baginya kegiatan seperti ini benar-benar hal yang membosankan. Berbelanja, ke salon atau cuci mata ke club malam tentu lebih mengasyikkan.

"Rindu? Jangan membual," Lisa melirik menantunya dengan tatapan dingin.

Sejak dulu sebenarnya dia merasakan ada yang tidak beres dari diri menantunya ini, namun ia berusaha mensugesti hatinya. Membuat seolah-olah itu hanya pikiran negatifnya saja. Ia bahkan berusaha untuk menyukai menantunya ini, karena bagaimanapun wanita ini adalah istri dari Damian. Putra satu-satunya yang ia miliki.

Namun begitu mengetahui apa yang sudah wanita ini perbuat kepada putranya, rasa yang ia pupuk sekian lama benar-benar hilang. Yang ada malah ia menjadi kesal tiap kali melihatnya. Seperti saat ini misalnya. Ketika melihat mobil wanita ini baru saja memasuki pekarangan rumah, langsung timbul keinginan untuk langsung mengusirnya saja.

Namun tidak, ia masih berusaha untuk bersabar. Sedikit penasaran juga akan apa yang ingin wanita ini sampaikan kepadanya. Apakah ia ingin meminta bantuan? Karena bagaimanapun, jika benar apa yang dikatakan Damian, wanita ini harus membuka topengnya di depan semua keluarga akhir pekan nanti.

"Kenapa Mama berkata seperti itu?" rengek Renata seolah tanpa rasa bersalah. Membuat Lisa semakin geram melihatnya.

"Berapa banyak pria yang kamu kencani sejak duduk di bangku SMA?" tanya Lisa dengan sinis, "Damian itu, pria nomor berapa yang berhasil mendapatkanmu?" lanjut wanita itu lagi. Membuat nafas Renata tercekat tak tahu harus bereaksi seperti apa.

Jujur saja, Renatapun tak tahu jawabannya. Sejak duduk di bangku SMA dia sudah teramat sering berganti pacar. Ya, namanya juga masa pubertas hal yang wajar bukan jika ia menikmati popularitasnya? Ia memiliki wajah yang cantik, tubuh yang seksi, anak dari keluarga yang kaya pula. Justru hal yang aneh jika tidak ia manfaatkan.

"Maaf Ma, saat itu Rena masih labil, belum tahu mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak," ujarnya kemudian, berusaha mencari jawaban yang paling aman.

Lisa menghela nafas mendengar jawaban menantunya itu. Bahkan caranya menjawab pun sama sekali tak menunjukkan jika wanita ini menyesali perbuatannya. Menggunakan alasan masih labil jelas hanya upaya untuk membela diri. Seolah wanita ini ingin orang lain membenarkan dan memaklumi perbuatannya yang sudah jelas-jelas salah.

"Lalu kenapa kamu nggak bilang sama Damian kalau kamu pernah menderita kista?" tanya Lisa lagi.

"Rena takut Ma, takut Damian kecewa," Renata menjawab sambil menunjukkan mata yang berkaca-kaca, sungguh Lisa sama sekali tak terenyuh melihatnya.

"Memangnya kamu pikir saat ini dia nggak kecewa? Dia lebih dari sekedar kecewa, dia marah dan muak. Jujur saja aku dan Ayahnya juga merasakan hal yang sama!" seru Lisa.

Renata terhenyak mendengar ucapan Lisa. Ya, ia tahu itu. Mereka pasti sangat kecewa, namun mendengarnya secara langsung membuat Renata merasa bersalah juga.

"Jika saja kamu berani jujur sejak awal, lima tahun itu bukan waktu yang singkat. Lima tahun Mama pikir cukup untuk mencari solusinya, ilmu pengobatan sekarang sudah maju pesat," ujar Lisa lagi sambil menatap Renata lekat, "sekarang Mama rasa sudah terlambat, selain karena umur yang sudah tak lagi muda, Damian sudah terlanjur kecewa."

Renata menunduk menatap jemari tangannya. Memainkan cincin yang sudah menghias jemari itu sejak lima tahun lamanya. "Lalu apa yang harus Rena lakukan Ma, Rena nggak siap harus menceritakannya kepada keluarga besar."

"Siap tidak siap kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu. Lagi pula, jika kami saja mengetahui informasi ini, bagaimana dengan yang lain? Informasi ini pasti sudah menyebar luas, hanya saja mereka menunggu seseorang untuk membongkar semuanya," ujar Lisa telak.

Renata menatap Ibu mertuanya dengan tatapan memelas, "tapi setidaknya Mama bisa melakukan sesuatu bukan? Bujuk Damian atau Papa agar mau membelaku nantinya. Bukankah Mama selalu menganggapku anak sendiri?"

Lisa menatap Renata dengan tatapan tidak percaya, wanita itu menggeleng pelan melihat sikap arogan menantunya, "Renata! Coba pikirkan baik-baik apa yang sudah kamu lakukan pada keluarga ini. Asal kamu tahu saja, justru karena aku sudah menganggapmu anak sendirilah, makanya aku menahan diriku sejak tadi agar tidak segera mengusirmu dari sini!"

Renata yang terbiasa diperlakukan layaknya ratu, merasa tidak rela jika dirinya baru saja dibentak oleh wanita di depannya ini, "apa Mama tidak merasa ini semua berlebihan? Yang sudah terjadi biarkan saja, jangan dipermasalahkan lagi! Masalah anak, toh bisa diadopsi!" seru wanita itu lagi. Topeng yang sejak tadi ia kenakan hancur seketika.

Lisa kembali terperangah mendengar ucapan Renata. Ya Tuhan, wanita seperti apa sebenarnya yang ia anggap menantu selama ini? Dengan mudahnya menepis permasalahan yang ia ciptakan. Bersikap seolah-olah itu hal yang wajar dan tak ada salahnya sama sekali.

Perhatian mereka kemudian teralih pada sebuah mobil putih yang baru saja memasuki pekarangan rumah. Dodi, Ayah Damian tampaknya baru saja pulang dari kantor. Pria itu melihat ke arah teras belakang seperti yang biasa pria itu lakukan. Namun ketika melihat penampakan Renata, wajah pria paruh baya itu langsung berubah masam.

Renata yang melihat perubahan ekspresi Ayah mertuanya, tidak ingin dipermalukan lebih jauh. Wanita itu kemudian mengambil tas tangannya dan pamit kepada Lisa. "Ma, Rena balik dulu ya, lain kali Rena datang lagi," ujar wanita itu sebelum kemudian beranjak pergi.

"Untuk apa wanita itu kemari?" tanya Dodi yang kini telah berdiri di depan istrinya, mengambil alih kursi yang baru saja diduduki Renata.

"Minta bantuan," jawab Lisa sambil menyeruput tehnya. "Ada masalah apa?" tanya wanita itu kemudian ketika menyadari wajah kusut suaminya.

Dodi mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalam tas kerjanya dan meletakkan amplop tersebut di atas meja. "Anakmu baru saja mendaftarkan pernikahan keduanya di pengadilan Agama," ujar pria itu santai, seolah tak menyadari efek apa yang ditimbulkan dari bom yang baru saja ia lemparkan.

Lisa yang mendengar ucapan suaminya langsung menyemburkan teh yang baru saja ia minum. Menatap suaminya dengan mata membulat sempurna, seolah lelaki di depannya baru saja keluar tanduk dari kepala.

"Apa???"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!