Damian menghempaskan badannya dengan kasar di atas sofa ruang tengah. Di depannya duduk dengan kepala tertunduk seorang wanita dengan pakaian modis dan segala macam perhiasan yang menggantung di badannya. Semua yang melekat pada tubuh wanita itu jelas meneriakkan kata 'mahal' bagi siapapun yang melihatnya.
"Kata dokter masih ada kemungkinan untuk sembuh," ujar wanita itu takut-takut.
"Hanya 10% dan itupun membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terapi," balas Damian dengan wajah datar. "Apa yang ada di pikiranmu sebenarnya?! Hamil dan keguguran saat usiamu hanya lima belas tahun. Kau bahkan tidak menjalani pengobatan intensif sehingga kista sialan itu berkembang dengan subur di dalam rahimmu!" lanjutnya lagi kali ini dengan nada yang meninggi.
"A... Aku," wanita itu tergagap. Tanpa tahu harus menjawab apa. Yang ia tahu hanyalah, dulu dia masih benar-benar belia. Ketika mengetahui dirinya hamil saat usia sekolah, hal pertama yang ia lakukan hanyalah mengkonsumsi obat-obatan keras yang diberi pacarnya. Diam-diam menjalani aborsi dan merahasiakannya hingga kini.
"Sialnya lagi kau sama sekali tak ada niat untuk mengatakan semua ini padaku. Jika bukan karena aku yang memaksamu pergi periksa, aku tidak akan pernah tahu kenyataannya! Aku suamimu br*ngsek!" raung Damian sambil menggebrak meja, membuat wanita yang duduk di depannya tersentak kaget.
"Maaf," lirih wanita itu sambil menggigit bibirnya. "Tapi masih ada peluang. Damian..., kumohon. Aku akan mencoba segala cara. Aku akan mengikuti semua program yang diberikan dokter. Beri aku kesempatan. Kumohon," lanjut wanita itu lagi dengan pandangan mengiba.
"Kau mau aku menunggu berapa lama lagi? Kita sudah menikah selama lima tahun! Apakah menurutmu kesabaranku masih kurang!" bentak Damian sambil menghempaskan amplop cokelat berisi hasil surat-surat pemeriksaan istrinya.
Jika saja Renata tidak memilih merahasiakannya, Damian tentu tidak akan semarah ini. Damian bukanlah lelaki keji yang sanggup membuang seorang wanita hanya karena wanita itu tidak dapat mengandung anaknya.
Namun yang membuat ia kesal adalah, kenyataan sepenting ini sengaja Renata tutupi. Wanita itu jelas-jelas mengetahui kondisi tubuhnya sendiri namun memilih untuk diam. Karena wanita itu pula, Damian bahkan sempat meragukan vitalitas tubuhnya sendiri.
Ya, setelah lima tahun menikah tanpa hadirnya buah hati, membuat Damian pada akhirnya memutuskan untuk mengajak istrinya, Renata untuk memeriksakan diri. Mereka melakukan tes lab tiga hari yang lalu dan siang ini hasil yang ditunggu-tunggu akhirnya ke luar.
Berdasarkan data yang dibacakan oleh dokter, tubuh dan kesuburan Damian tak ada masalah. Semuanya sehat. Yang bermasalah justru Renata. Karena dalam rahim wanita itu ditemukan tanda-tanda bekas adanya kista. Kista yang menyebabkan wanita itu divonis tidak ada harapan untuk mengandung.
Dokter yang sudah berpengalaman jelas tahu asal-usul bagaimana kista itu bisa terbentuk. Tanpa basa-basi langsung bertanya jika wanita itu pernah mengalami keguguran atau aborsi sebelumnya.
Renata yang tak mampu lagi mengelak akhirnya mau tak mau harus mengakui keadaan yang sebenarnya. Kenyataan yang membuat Damian begitu geram dan ingin rasanya menceraikan Renata detik itu juga.
Jika saja tidak mengingat hubungan keluarga yang pasti akan terputus jika ia menceraikan Renata, lelaki itu tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya.
Sejak awal juga tidak ada cinta dalam hubungan mereka. Mereka menikah karena perjodohan. Mereka yang sama-sama tidak memiliki kekasih menganggap tak ada salahnya untuk menjalani pernikahan ini, dengan harapan suatu saat mereka benar-benar bisa saling mencintai.
Selama pernikahan, Damian lebih banyak menghabiskan waktunya menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Sedangkan Renata, wanita itu dengan nyaman memanjakan dirinya sedemikian rupa. Pergi ke club malam, berbelanja barang-barang mewah, perawatan diri, dan lain sebagainya. Tidak ada yang merasa dirugikan. Semuanya berjalan begitu saja. Seperti seharusnya.
Mereka hanya menghabiskan waktu bersama sesekali, ketika malam tiba, sekedar memuaskan kebutuhan biologis yang memang harus disalurkan. Selebihnya tak ada apa-apa. Tak ada kata-kata manis, kencan romantis ataupun hal-hal kecil lainnya yang biasa dilakukan sepasang suami istri pada umumnya.
"Kau akan menjelaskan semua ini pada keluarga besar dengan mulutmu sendiri, atau aku yang harus mengatakannya?" Damian kembali memasang wajah datar. Tatapannya jelas tanpa ampun hingga membuat mata Renata bergetar ketakutan. Wanita itu hanya mampu meremas jemari tangan sambil menggigit bibirnya dengan gugup.
"Kumohon Damian, jangan lakukan ini. Aku, aku benar-benar tidak siap membongkar rahasia ini di hadapan mereka."
"Itu masalahmu! Kau sendiri yang memilih merahasiakan ini semua. Biar mereka tahu siapa sebenarnya yang bermasalah di antara kita!" Damian berdiri. Menarik dasinya dengan kasar sambil menatap Renata dengan tajam.
Jika saja Renata jujur sejak awal, mungkin belum terlambat untuk melakukan pengobatan. Dan mungkin saja saat ini mereka telah mendapat momongan. Tapi kenyataannya... Wanita itu memilih untuk diam. Jika mengambil tindakan sekarang, Damian sungguh tidak memiliki sisa tenaga ataupun waktu untuk melakukannya.
"Saat makan malam keluarga akhir bulan nanti. Siapkan dirimu untuk mengungkapkannya sendiri. Jika tidak...," Damian sengaja menggantung ucapannya, "aku sendiri yang akan mengatakannya pada semua orang." Lanjut pria itu lagi sambil beranjak meninggalkan Renata.
Pria itu menaiki anak tangga menuju kamar mereka, membukanya sebelum kembali menutup pintu kayu itu dengan suara debaman kencang.
Sepeninggal Damian, Renata menutup wajahnya dengan kedua tangan. Badan wanita itu gemetar hebat, tatapan matanya terlihat nanar dan seperti kehilangan fokus. Hingga akhirnya pandangannya jatuh pada amplop cokelat yang tergeletak di atas meja.
Diraihnya amplop itu dengan tangan gemetar. Sebelum akhirnya berteriak dengan gusar. Dilemparkannya amplop itu ke lantai lalu menginjaknya dengan brutal. Seperti wanita yang hilang akal, Renata terus berteriak sambil mencabik-cabik amplop cokelat tadi dengan tangannya. Membuat isinya berhamburan. Tak puas sampai disitu, dirobeknya kertas-kertas itu hingga menjadi serpihan-serpihan kecil.
Bi Wati, asisten rumah tangga yang memang sudah bekerja untuk Damian bahkan sejak pria itu masih menginjak bangku sekolah dasar, hanya mampu menghela nafas sambil mengelus dada dengan ekspresi muram.
Bagaimanapun dalam hati wanita paruh baya itu, ia sudah menganggap Damian sebagai anak kandungnya sendiri. Sejak Damian menikah dengan Renata, sudah muncul rasa tak puas dalam hatinya. Damian pantas mendapatkan wanita yang lebih baik, batinnya. Namun apa daya, ia hanyalah seorang asisten rumah tangga. Tugasnya hanya bersih-bersih dan memenuhi kebutuhan sehari-hari Tuannya.
Jelas bukan hak atau tempatnya untuk menyampaikan puas atau tidaknya ia pada sang nyonya rumah. Namun dari apa yang didengarnya sesaat tadi, secercah harapan muncul di hatinya. Masih ada harapan bagi Tuan mudanya untuk menemukan cinta yang baru.
Para anggota keluarga besar jelas tidak mungkin tinggal diam jika mengetahui Renata yang tidak akan bisa memberikan Damian keturunan. Bagaimanapun juga keluarga mereka membutuhkan pewaris. Tak perduli mau sekejam apapun kedengarannya, Renata mau tak mau harus menyerahkan posisinya pada wanita lain. Wanita yang pastinya lebih mampu meneruskan keturunan keluarga Adinata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments