Senja P.O.V
“Semua ini gara gara kamu!!! Kamu yang tidak becus jadi kepala rumah tangga yang baik!!!”
“Kenapa kamu nyalahin aku?? Selama ini, gaya hidup kamulah yang berlebihan!! Sekali kali perhatikan juga keadaan rumah! Apa salahnya?? Kenapa kamu selalu saja sibuk di luaran sana?!”
“Heh! Kalau kamu mampu memenuhi semua kebutuhanku, kamu fikir aku akan sibuk di luaran sana???!!!”
Tak lama terdengar benda benda tak berdosa saling membentur satu sama lainnya di lantai bawah, sementara itu, pintu kamarku yang sedikit terbuka, kubiarkan saja.
Malam ini, suasana kembali bising. Aku segera menutup kedua telingaku dengan kedua tanganku. Rasanya aku begitu lelah! Sepanjang hari, hanya ada suara teriakan dan bentakan di rumah ini. Entah apa yang ada di fikiran kedua orangtuaku. Pernahkah sekali saja mereka mau mengerti perasaanku??. Ya Allah ... apakah kau sungguh ada?? Berkali kali pertanyaan itu muncul dari dalam hatiku. Aku takut!
Ku peluk lututku dengan erat, sementara itu pertengkaran kedua orangtuaku masih berlanjut. Dadaku terasa sangat sesak. Mataku memanas, tapi tak ada air yang mengalir deras, mungkin karena air mataku sudah habis.
Kulihat sekeliling kamarku. Seluruh isi kamar ini, sungguh adalah impian setiap remaja. Lalu kulirik deretan piala yang berjejer di dalam rak khusus untuk menyimpannya. Lalu lama ku tatap sebuah fhoto keluarga. Yang terdapat aku, Ayah, dan Bunda. Itu adalah foto kami waktu aku berusia lima tahun. Aku yang sedang tertawa di apit oleh Ayah dan Bunda yang juga tengah tertawa lepas. Bisakah aku kembali kepada masa itu???
Aku beranjak dari atas ranjang. Lalu aku meraih sebuah boneka besar yang kupilih kala itu, ku peluk boneka mickey mouse itu dengan erat, sementara kepalaku menengadah ke atas. Melihat bintang bintang yang menempel di atas langit langit kamar. Lucu sekali, bintang warna warni yang akan menyala jika lampu kamar di matikan. Harusnya, aku bisa merasa nyaman tinggal di kamar ini.
Beberapa jam berlalu, suara teriakan itu berhenti. Karena sudah di akhiri dengan suara gebrakan yang berasal dari pintu yang di tutup dengan kasar. Aku mengurut dadaku. Aku ingin menangis, tapi kenapa tidak bisa??
Akhirnya, aku mencoba berbaring, dengan mickey mouse dalam dekapanku. Hingga aku terlelap tanpa aku sadari.
***
Pagi hari ...
Aku terbangun, dengan kepala yang sedikit pusing. Mungkin karena tanpa saadar aku menangis. Pintu kamar masih sedikit terbuka seperti malam tadi. Segera ku ingat. Teriakan itu ... aku kembali menutup kedua telingaku, tak ingin mendengar bayangan suara suara itu.
Setelah selesai berdandan lalu aku turun ke lantai bawah. Lalu menuju ruang makan. Kudapati Ayah dan Bunda tengah duduk di kursi makan, dengan roti di piring masing masing. Aku duduk di samping Bunda, tanpa sepatah kata apapun.
“Bagaimana kuliahmu??” Tanya Bunda membuka percakapan dengan suara ketus
“Baik Bunda” Jawabku menunduk
“Jangan lupa, kamu harus mendapatkan nilai terbaik tahun ini!!!” Peringat Bunda sambil meletakkan sendok dan garpu dengan sedikit keras. Aku mengerjap lalu semakin tertunduk.
“Baik Bunda” Aku mengangguk
Bunda berdiri, lalu beranjak dari duduknya, berjalan menuju luar rumah tanpa basa basi. Tak lama Ayah pun pergi, tanpa kata apapun. Aku terdiam lagi. Kenapa tak ada yang mempedulikan aku???
“AAAAAAAAAAAAA!!!!!” Tanpa saadar ku seret seluruh piring dan gelas yang ada di meja dengan tanganku. Hingga mereka berhamburan.
“Ada apa non???” Tiba tiba suara Bi Ijah menyadarkanku
“Istighfar Non!” Teriak Bi Ijah sambil memelukku, tapi aku tidak menggubrisnya
“Tangan Non berdarah, biar Bibi obatin ya Non??” Tawar Bi Ijah
Aku masih tidak bergeming. Tak bisakah sekali saja dalam seumur hidupku, aku di sapa oleh kedua orangtuaku?? Ini tidak adil!
“Bibi bilang, jika kita shalat, beristighfar, dan melakukan kebaikan lainnya, maka Allah akan menyayangi kita?? Tapi, kenapa Allah tidak pernah menyayangiku??” Aku menggumam
“Sabar Non, ini ujian Buat Non Senja, suatu hari nanti, Allah akan membalikkan hati kedua orangtua Non, Insya Allah, suatu hari nanti kedua orangtua Non akan berubah, menjadi lebih perhatian sama Non Senja” Ucap Bi Ijah dengan lutut bergetar. Aku tau, Bi Inem orang yang sangat tulus. Seringkali Bi Ijah mengajakku untuk shalat, dan belajar membaca Al_quran. Bahkan tak jarang Bi Ijah mengajarkan aku tentang shalat sunnah lainnya. Di antaranya shalat dhuha. Tapi, kini aku meragukan perkataan Bi Ijah, kenapa semuanya tidak ada yang berubah?? Bahkan setelah aku melakukan semuanya.
Pagi ini, aku berangkat ke kampus tidak di antar oleh sopir keluargaku, sengaja aku naik taksi online, percuma juga aku buru buru berangkat, pasti bakal kesiangan juga kan?? Aku terlalu lama mengumbar emosiku di rumah, hingga waktu berlalu dengan cepat tanpa kusadari.
Tiba di kampus aku turun dari dalam taksi online, lalu berjalan menuju kelasku, dengan mengunyah permen karet. Sengaja, hanya untuk menghilangkan rasa kesalku. Tiba di depan kelasku, pintu sudah di tutup. Itu artinya jam pelajaran sudah di mulai, dan aku sudah tidak bisa masuk lagi. Aku berdiri mematung, lalu kusandarkan tubuhku di sebuah tiang besar, yang berada di depan kelasku.
Tap ... tap ... tap ...
Tak lama ku dengar suara hentakan kaki menuju ke arahku, kusembunyikan tubuhku di balik tiang itu. Hanya ingin tau, siapa yang datang terlambat, sama sepertiku.
Pelangi. Perempuan yang suka pamer keharmonisan dengan keluarganya itu. Perempuan yang mengajakku untuk menjadi sahabatnya. Tidak! Aku selalu cemburu ketika melihat dia tertawa. Aku tidak suka!
Ku lihat, dia berjinjit sambil mengintip ke adaan kelas lewat jendela yang terbuat dari kaca. “Cih! Kemana Ayah yang selalu mengantarnya itu??” Hatiku bermonolog, kala mengingat pagi itu. Pagi ketika Pelangi melambaikan tangannya pada Ayahnya. Aku cemburu!
“Haddduuuhhh ... gimana ini?? Aku jadi terlambat kan?? Semua ini gara gara Abin!! Awas aja!!” Masih ku dengar gerutuannya.
“Heh!!! Ngapain Loe di sini??” Tiba tiba seorang pria menepuk punggung Pelangi dari belakang. Aku segera melipir, ke samping tiang itu, menyembunyikan seluruh tubuhku, dengan kepala masih menyembul, sengaja ingin mengintip mereka.
“Kamu ngapain disini?? Kesiangan juga??” Tanya Pelangi sambil celingukan, lalu berjinjit kembali mengintip ke adaan kelas.
“Menurut Loe???” Tanya pria itu, Fadli, pria tampan yang selalu jadi bahan wacana para perempuan di kelas kami.
“Kamu kesiangan?? Tapi kok tas kamu ada di sana??” Pelangi menunjuk ke dalam kelas
“Cerewet!” Hanya kata itu yang sempat ku dengar, karena Fadli segera beranjak pergi melewati lorong arah kanan. Dan Pelangi pun segera menghentakkan kakinya dan berjalan menuju lorong sebelah kiri. Aku keluar dari persembunyianku. Lalu berjalan mengikuti arah Pelangi.
Bersambung ..............
Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya readers ... like, komentar, bintang lima dan vote sebanyak banyaknya. Aku tunggu yaaa ... terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
maura shi
senja korban keluarga yg g harmonis,dan iri terhadap teman2nya
2020-11-03
1
Ran_kudo
senja. 😎
2020-08-11
2
Vida Liz
kasihan senja..
2020-08-11
3