Diego merutuki pria bernama Max yang berhasil menggagalkan rencananya untuk membawa Bella mengobati lukanya. Gadis itu berlalu begitu saja tanpa mau memilih salah satu dari dia ataupun Max. Dan naasnya sebuah taksi melintas hingga gadis itu pergi dengan mudahnya.
Saat ini dia sedang menuju sebuah resort mewah yang letaknya tak jauh dari hotel tempatnya menginap. Tadi ia sempat menghubungi Dev untuk menanyakan rumah sakit terbaik di kota ini. Tapi Dev malah mengetakan jika Dharma juga sedang tinggal di kota ini untuk acara seminar. Dan pria yang sudah ia anggap sebagai sahabat sekaligus kakak itu mengatakan jika lebih baik Dokter Dharma yang memeriksa lukanya.
"Diego? Apa itu kau?" sapa Dharma ketika seorang pria muda mendekat dengan keadaan shirtless. Tak sekalipun ia pernah melihat Diego keluar dengan keadaan seperti itu. Yang ia tahu Diego adalah pribadi yang sangat perfeksionis. Hampir seluruh waktunya Diego hanya mengenakan setelan formalnya.
"Ya Uncle ini aku, maaf jika kedatanganku mengganggu istirahatmu!"
Dokter Dharma ternyata sudah menunggunya di depan resort yang ia tinggali. Dev memang sudah terlebih dahulu menghubunginya dan mengatakan jika pewaris Rathore sedang terluka. Dua pria tampan berbeda generasi itu saling memeluk sekilas, dan terdengar desisan dari Diego karena kembali merasakan ngilu di punggungnya. Sedikit saja di gerakkan rasanya terasa menyakitkan.
"Apa yang terjadi? Apa kau berkelahi dengan seseorang? Ayo masuk Uncle akan melihat lukamu... "
"Hanya salah paham Uncle" sahut Diego sekenanya, tak mungkin ia mengatakan luka di punggungnya adalah hasil maha karya seorang gadis muda. Harga dirinya pasti akan terluka, dia akui jika tadi memang terlalu menyepelekan gadis itu.
Dharma mengambil tas koper berisi peralatannya, perlahan ia membuka kain putih yang membebat luka tuan mudanya. Dahinya sedikit berkerut ketika melihat luka yang masih mengeluarkan darah itu.
"Apa kau terluka oleh sebuah pisau lipat berukuran kecil?"
Diego mengangguk dan meraih kain bebat yang baru saja selesai dibuka. Dia tak ingin kehilangan kain yang merupakan tanda kepedulian gadis bernama Bella padanya. Tadi bisa saja gadis itu langsung pergi meninggalkannya, tapi nyatanya Bella masih mau merawat lukanya terlebih dahulu.
"Orang yang bertarung denganmu bukan orang sembarangan. Mungkin pisau lipat itu terlihat biasa saja, tapi sebenarnya bentuknya bergerigi," Dharma membasahi kain perban dengan cairan antiseptik untuk membersihkan "teknik dia menusuk pun sangat sempurna hingga membuatmu harus kehilangan banyak darah seperti ini. Teknik menusuk seperti ini hanya dikuasai oleh segelintir orang,"
" Apa aku bisa mati karena luka ini?"
"Untuk luka dipunggungmu maka akan aku jawab iya, tapi tidak dengan luka dibibir itu! Luka di punggungmu cukup lebar dan dalam, itu yang menyebabkan pendarahannya sulit berhenti! Lain kali hati hati Nak, selalu bawa penjaga yang bisa mendampingi dirimu," ujar Dharma mengambil sebuah jarum bedah dan alat lain yang diperlukan.
Diego meraba permukaan bibirnya dengan ujung ibu jarinya. Masih dia ingat dengan jelas bagaimana rasa manis bibir kemerahan itu. Tidak apa apa jika suatu saat dia mendapat luka yang sama asal ia bisa kembali merasainya.
"Tahan sebentar, ini akan sedikit sakit! Luka di punggungmu butuh dua atau tiga jahitan, karena jika tidak darah akan terus keluar. Dan akibatnya bisa saja fatal!"
Diego hanya mengangguk pasrah, Dharma selalu tahu yang terbaik untuknya. Sejak ia lahir Dharma sudah menjadi bagian dari keluarga Rathore. Keberadaan pria itu mampu menjadi sosok teman sekaligus ayah untuknya. Hanya pada Dharma ia bisa leluasa mengatakan seluruh isi hatinya.
Terdengar desisan cukup keras ketika Dharma menjahit lukanya, ujung jarum itu seperti sedang mengoyak lukanya menjadi lebih besar. Beruntung Dharma bisa melakukannya dengan sangat cepat hingga kesakitan yang ia rasakan tak berkepanjangan.
"Selesai!"
Dharma kembali menyimpan peralatannya setelah membereskan semuanya. Setelah itu dia ke area dapur untuk membuat dua cangkir kopi. Diego butuh sesuatu agar bisa lebih rileks. Sebenarnya dia lega ketika melihat luka dibibir Diego, berkali kali Ammar mengeluh tentang cucunya yang tak kunjung mempunyai pasangan.
Diego adalah pria berdarah dingin yang tak sekalipun dekat dengan seorang wanita. Dan luka itu membuktikan bahwa setidaknya sekarang pria muda itu sedang dekat dengan seorang wanita.
"Kenapa harus repot repot Uncle, ini sudah sangat larut! Mungkin sebaiknya aku pulang agar uncle bisa beristirahat. Apa Aunty tidak ikut kali ini?"
" Aunty sedang ada acara amal di Paris, dan butiknya akan menggelar pertunjukan koleksi musim panas. Apa gadis itu cantik? Uncle rasa kau tidak semenggemaskan itu hingga ia dia bisa membuat bibirmu berdarah darah seperti itu..." ujar Dharma sambil tertawa kecil.
"Apa Uncle sangat mencintai Aunty Monica? Dulu apa yang membuat Uncle yakin jika Aunty adalah wanita yang seumur hidup akan menjadi pendamping hidup Uncle?"
"Apa yang kau tanyakan tidak bisa Uncle jawab, karena semua pria mempunyai insting untuk itu. Kau akan merasakan sesuatu di sini..(menunjuk dada Diego)! Dan ketika kau memilihnya maka kau akan merasa duniamu sudah sempurna," jawab Dharma sambil meminum kopinya. Tadi sebelum membuat kopi ia sempat memberikan salah satu kemejanya pada Diego, beruntung sang istri menyiapkan beberapa kemeja baru dalam kopernya .
"Dua puluh tahun lebih menjalani biduk rumah tangga, pernahkah Uncle merasa bosan? Maaf ... maksudku dua dekade adalah waktu yang sangat panjang."
Dharma tertawa kecil mendengar pertanyaan itu, andai pria muda didepannya ini tahu jika dia bahkan pernah mengkhianati istrinya saat umur pernikahan mereka baru terhitung bulan. Waktu itu dia terlalu mementingkan hasratnya! Dan kesalahan satu malam itu hingga kini membuatnya hidup dengan penuh penyesalan.
"Kau menyukai gadis itu?"
"Sekarang apa yang aku rasakan bukanlah hal yang penting Uncle! Aku sudah menikah... "
PLLURRPP ..
"A-apa!!?"
Dhamar nyaris tersedak mendengar kata kata pria muda didepannya. Semua bisa terjadi pada pemuda berdarah dingin itu ... kecuali menikah!
"Aku sudah menandatangani berkas pernikahan Uncle."
"lni perbuatan Grandpa!?" tanya Dharma yang bisa melihat kekecewaan di raut Diego. Pernikahan adalah hal besar yang seharusnya diputuskan oleh dirinya sendiri, bukan orang lain walau itu adalah keluarganya sendiri. Diego berhak mendapat kebahagiaannya sendiri.
BRRAAKKKK...
Tiba tiba saja pintu terdengar terdobrak dari luar, beruntung pintu depan tak terkunci hingga sang pengganggu tampak jatuh terkulai di lantai. Orang itu seperti sedang mabuk berat.Tapi betapa terkejutnya mereka ketika mengetahui orang yang kesakitan adalah seorang wanita.
"Mommy?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
YuWie
kakek ammar sebodoh itukah tdk menyadari diego anak siapa
2024-09-30
0
Bundanya Pandu Pharamadina
mama Diego mabok pasti mulut akan bicara sesuai fakta.... jreng jreng jreng .
Diego anak Darma kah 🤔
2024-05-19
1
Tri Dikman
Kenapa aku merasa kalau diego ini anak nya Dharma ya 🧐 bener nggak thor 😁
2024-04-30
1